TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Menjaga Trust Publik dan Kehormatan Badan Peradilan

Perkembangan paradigma civil society di Indonesia

Gedung Komisi Yudisial (setkab.go.id)

Ditulis oleh Dimas Ronggo Gumilar Prabandaru (Asisten Komisi Yudisial RI Penghubung Wilayah Kalimantan Timur).

Perkembangan paradigma civil society era sekarang menjadi wadah kritis bagi warga Negara Indonesia. Menurut Alexis de Tocqueville dalam tulisannya Democracy in America, menyatakan bahwa civil society merupakan kelompok penyeimbang kekuatan negara. Eksistensi dan atensi publik menanggapi isu maupun permasalahan negara merupakan partisipasi yang penting dalam membangun trust public.  

Keterlibatan dan pengaruh masyarakat sipil juga harus menjadi perhatian khusus bagi pemerintah dalam menyikapi arah kebijakan yang bersifat kepentingan umum maupun kepentingan negara. Kehadiran badan peradilan di Negara Indonesia sebagai bentuk kekuasaan kehakiman maupun implementasi pembagian kekuasaan terutama pada segmen yudikatif merupakan langkah konkret dalam menjaga trust public.

Karena badan peradilan memiliki peranan penting dan genting dalam mengawal terlaksananya supremasi hukum yang menjadi cita-cita publik untuk mendapatkan keadilan, kepastian dan kemanfaatan hukum sesuai dengan tujuan hukum yang disampaikan Gustav Radbruch.

Baca Juga: Mantan Sekda Samarinda Dilantik Jadi Pejabat di Pemprov Kaltim

1. Gejolak publik terhadap badan peradilan

Dimas Ronggo Gumilar Prabandaru, Asisten Komisi Yudisial RI Penghubung Wilayah Kalimantan Timur. Foto Dimas Ronggo

Harapan masyarakat tentang hadirnya keadilan, kepastian dan kemanfaatan hukum merupakan tugas bersama yang harus dijaga dan diupayakan seoptimal mungkin. Realita yang ada stigma black goat (kambing hitam) khususnya pada badan peradilan sebagai sasaran bagi masyarakat yang tidak  puas dengan kehendak hukum melalui profesi hakim yang memberikan putusan pada masyarakat yang berhadapan dengan hukum.

Istilah lainnya, seperti mafia peradilan, KUHP (Kasih Uang Habis Perkara), UUD (Ujung-Ujungnya Duit) dan istilah baru yakni Majelis Kantin yang diduga menjadi tempat makan dan tempat lobby oknum aparat penegak hukum maupun masyarakat yang berhadapan dengan hukum. Di era sekarang masyarakat sangat kritis dan terfasilitasi dalam melakukan advokasi permasalahan hukum.

Hal ini sangat berdampak buruk pada trust public (kepercayaan publik) terhadap badan peradilan, mengingat bahwa menurut Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman pada pasal 25 menyebutkan bahwa lingkup Badan Peradilan yang di bawah Mahkamah Agung, meliputi peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer dan Peradilan Tata Usaha Negara. Kepercayaan publik terhadap badan peradilan memiliki pengaruh yang sangat besar untuk menjaga harkat dan martabat kekuasaan kehakiman. Masyarakat yang merasa terzalimi dan terampas haknya menitipkan harapan pada badan peradilan untuk menjadi benteng terakhir penjaga keadilan menghadapi problema yang ada.

2. Problema badan peradilan

Antara Foto/Indrianto Eko Suwarso

Dinamika yang terjadi di badan peradilan secara preseden memberikan banyak gambaran pada masyarakat, misalnya adanya oknum hakim yang melakukan tindak pidana (korupsi, narkoba, menerima suap, dll) dan pelanggaran kode etik pedoman perilaku hakim (KEPPH) menambah beban berat dalam menjaga trust public. Seperti layaknya peribahasa nila setitik rusak susu sebelanga yang artinya karena kesalahan kecil yang nampak dapat berdampak pada semua persoalan menjadi kacau dan berantakan. 

Menjaga kehormatan, keluruhan dan martabat hakim maupun badan peradilan merupakan hal yang mulia yang harus dilakukan. Menurut Lous D.Brandeis, mantan Hakim Mahkamah Agung Amerika Serikat menyatakan, jika kita ingin menghormati hukum, pertama-tama kita harus membuat hukum itu terhormat. Maka, problema maupun dinamika yang dihadapi badan peradilan harus mendapatkan perhatian khusus bagi setiap elemen masyarakat dan khususnya pemerintah.

Menurut penulis, ada 3 problema yang wajib mendapatkan perhatian khusus, yaitu sarana prasarana badan peradilan, pelayanan publik dan integritas hakim. Ketiga hal ini menjadi kesatuan yang perlu disorot dalam menjaga kehormatan badan peradilan dan trust public ke depan.

Baca Juga: Sidang Majelis Kehormatan Hakim Berhentikan Dua Hakim Indisipliner

Berita Terkini Lainnya