Tradisi Hukum Adat Suku Paser untuk Selesaikan Perselisihan

Penajam, IDN Times - Suku Paser di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) punya cara unik untuk menyelesaikan perselisihan. Mereka mengandalkan tradisi Hukum Adat Mayar Sala, sebuah proses yang bertujuan mendamaikan konflik baik di antara sesama warga Suku Paser maupun dengan pihak luar.
“Mayar Sala adalah sistem hukum adat yang digunakan untuk menyelesaikan konflik di kalangan warga Suku Paser atau dengan orang luar,” jelas Eko Supriyadi, Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kabupaten PPU, kepada IDN Times.
1. Musyawarah antara pihak-pihak yang dianggap melanggar hukum adat

Mayar Sala melibatkan musyawarah antara pihak yang berselisih dengan pelanggar hukum adat. Dalam proses ini, denda yang akan dikenakan dibahas dan ditentukan. Biasanya, keputusan diambil oleh Kepala Adat Paser. Namun, yang menarik, fokus utama tradisi ini bukan pada hukumannya, melainkan pada perdamaian dan harmoni di antara pihak yang terlibat.
2. Hukum adat Mayar Sala, sudah ada sejak zaman nalau -sebutan bagi nenek moyang orang Paser-

Hukum Adat Mayar Sala sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya Suku Paser sejak zaman nenek moyang. Menariknya, setiap kepala adat punya metode khusus dalam menentukan besaran denda. Nilainya dihitung berdasarkan tingkat pelanggaran dan biasanya diekspresikan dalam mata uang riyal, yang memiliki nilai sejarah bagi Suku Paser.
Proses pelaksanaan upacara Mayar Sala dipimpin oleh Kepala Adat atau Tuwo Kampoeng, sementara ritualnya dipandu oleh Mulung, pemimpin ritual adat. Salah satu momen penting dalam upacara ini adalah serah seron, di mana pelanggar menyerahkan syarat Mayar Sala kepada kepala adat.
3. Prosesi serah seron atau penyerahan sejumlah syarat dalam upacara Mayar Sala

Menurut Yossi Samban, Ketua Lembaga Adat Paser (LAP) Kelurahan Sepan, Kecamatan Penajam, denda yang dikenakan biasanya berupa uang pecahan riyal dengan nilai genap. Besarannya beragam, bisa mencapai jutaan hingga ratusan juta rupiah, tergantung tingkat pelanggaran yang dilakukan.
4. Potensi dendam antara pihak yang berseteru diredam dalam upacara Mayar Sala

Mayar Sala bukan hanya soal menyelesaikan konflik. Tradisi ini adalah wujud nyata upaya menjaga kedamaian dan harmoni dalam komunitas Suku Paser. Namun, meski sangat menghormati tradisi, hukum adat ini tetap berjalan berdampingan dengan hukum positif. Jika diperlukan, otoritas adat yang lebih tinggi, seperti Punggawa atau bahkan Raja/Sultan Paser, bisa dilibatkan.
Di tengah arus modernisasi, tradisi Mayar Sala tetap menjadi bagian penting dari identitas Suku Paser. Selain menjaga kedamaian, praktik ini juga menjadi simbol kekayaan budaya yang terus dipertahankan generasi ke generasi.
Dengan pendekatan yang mengedepankan musyawarah dan perdamaian, Mayar Sala menjadi bukti bahwa kearifan lokal punya cara unik dan efektif untuk merawat harmoni masyarakat.