TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kisah Sedih Modiste Balikpapan Bertahan Hidup di Masa Pandemik

Selama dua tahun berjuang mencari pemasukan

Produk baju hasil desain Samantha Project. Foto Modiste Samantha Project

Balikpapan, IDN Times - Modiste Samantha Project bukan sekadar penjahit biasa. Unik memang, jasa jahit milik Martha Naluritha (40) di Kompleks Perumahan Taman Sari Bukit Mutiara Balikpapan Kalimantan Timur (Kaltim) ini. 

Penggabungan dari jasa jahit, desainer, fesyen show, fesyen multi media hingga pelaku sosial media. Profesi jahit khusus melayani kaum hawa dengan memadukan potensi jejaring media sosial. 

Dari Instagram, Youtube, hingga membuat website yang khusus mempromosikan hasil karya jahitan Modiste Samantha Project. Awalnya, semuanya sepertinya akan berjalan baik-baik saja, di mana tren bisnis jahitan terus meningkat. 

Hingga pandemik COVID-19 melanda dunia pada 2020, dampaknya sangat terasa hingga Balikpapan. Seluruh pelaku ekonomi mengalami slowing down, baik mereka yang merupakan kelompok sektor usaha mikro hingga konglomerasi. 

Modiste Samantha Project menjadi salah satunya, pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) terpukul pandemik cukup parah. 

"Selama dua tahun ini, nol pendapatan," keluh perempuan kelahiran Yogyakarta akrab disapa Atha ini ditemui IDN Times, Minggu (17/4/2022).  

Baca Juga: Balikpapan Bertahap akan Terapkan e-KTP Digital dengan QR Code

1. Fokus menekuni usaha jahit

Bukan tanpa persiapan matang Atha menekuni usaha jahitnya ini. Terlahir dari keluarga penjahit, ia sudah mempertimbangkan masak-masak, sebelum akhirnya memutuskan diri untuk fokus dalam pengembangan usahanya.  

Dari yang dulunya sekadar sampingan menjadi utama. 

Apalagi jika mempertimbangkan potensi pasar yang luas di Balikpapan, sebagai pintu gerbang Kalimantan. Termasuk soal pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Penajam Paser Utara (PPU)-Kutai Kartanegara (Kukar).

Keberadaan IKN diyakini nantinya akan menjadi motor penggerak perekonomian Balikpapan.

Atas pertimbangan itu semua, sang suami pun makin yakin dengan masa depan Modiste Samantha Project. Tak tanggung-tanggung, pria bernama Lukas Adi Prasetyo (40) ini memutuskan keluar dari pekerjaan sebagai wartawan di salah satu media besar Indonesia. 

Pria berkaca mata minus, tak jerih meninggalkan profesi jurnalis yang sudah menghidupinya selama belasan tahun. 

Selain persoalan kesehatan, ia ingin lebih aktif membantu membesarkan usahanya bersama istri. 

Mulai 2018, keluarga perantauan asal Yogyakarta ini sepenuhnya mengandalkan pemasukan dari jasa jahit. 

Menangkap prospek besar usaha jahit ke depan. Menggabungkan talenta besar istrinya dalam seni jahit dan fesyen, dengan kemampuan olah kata, gambar, dan video di media sosial.

Apalagi harus diakui pula, profesi penjahit ketinggalan memasuki era Millennial dan Gen Z. Kurang inovasi dan minim pemanfaatan atas kekuatan jejaring media sosial. 

"Kami bisa pastikan, Samantha Project merupakan penjahit kekinian. Mencoba memberikan warna baru menggabungkan jasa penjahit, desainer, fasyen multimedia, dan media sosial. Bisa jadi ini pertama ada di Indonesia," ungkap Adi selama mendampingi istrinya.  

2. Menginvestasikan tabungan dalam bisnis jahit

Workshop Modiste Samantha Project di Balikpapan Kaltim. (IDN Times/Wibisono)

Hingga akhirnya pasangan ini habis-habisan dalam membangun bisnis usaha.  Segala daya dan upaya dilakukan, agar Modiste Samantha Project bisa memperoleh tempat di Balikpapan. 

Dana tabungan yang tersisa dipergunakan untuk berbelanja peralatan kerja. Penambahan alat mesin jahit yang memadai hingga menyulap rumahnya sebagai workshop Modiste Samantha Project. 

Tak hanya berhenti di situ, Atha gencar mempromosikan usaha barunya kepada teman-temannya di Balikpapan, dari sesama jemaah gereja hingga teman-teman suaminya yang mayoritas di antaranya adalah wartawan. 

Awalnya, perjuangan ini membuahkan hasil. Prospek bisnis Modiste Samantha Project terus tumbuh dari tahun ke tahun, selama periode 2018 hingga 2019. Dari awalnya pemasukan hanya kisaran Rp1 juta per bulan hingga jadi Rp4 juta per bulan. 

Pelanggan Modiste Samantha Project pun tumbuh dari pelbagai kalangan, anak muda, pegawai, hingga para istri pejabat di Balikpapan. Mayoritas di antara mereka merasa puas dengan kualitas serta pelayanan pasangan Atha dan Adi ini. 

Bagaimana tidak puas? Pelayanan mereka berbeda dari pada yang lain, terutama dibandingkan penjahit konvensional. 

Menjamin kualitas produk jahitan, penyelesaian secara tepat waktu, hingga membangun hubungan emosional dengan pelanggan. Mendatangi langsung ke rumah pelanggan bukan persoalan tabu. 

"Kami memang ingin membangun hubungan emosional dengan para pelanggan. Agar hubungan itu bisa terus berlanjut ke depannya," ujar Atha menerangkan.  

"Tidak jarang pula, kami mengantarkan langsung hasil jahitan baju kepada pelanggan di rumahnya," ungkap perempuan ini yang jago pula dalam mendesain baju perempuan. 

Tak mengherankan bila awalnya mereka berdua sangat optimis. Hingga pandemik COVID-19 melanda dunia. 

3. Tersungkur oleh pandemik hingga bertahan hidup selama 2 tahun

Pandemik COVID-19 menjadi carut marut perekonomian dunia, termasuk pula di Balikpapan. Dampak negatifnya nyata di mana seluruh sektor ekonomi produksi mendadak melambat.

Termasuk pula dialami bisnis jahit Modiste Samantha Project. 

Kebutuhan pakaian bukan lagi menjadi prioritas utama masyarakat. Mereka yang dulunya merupakan pelanggan tetap jasa jahit, mendadak hilang tak kembali. 

Apalagi di saat bersamaan, pemerintah daerah menerapkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di masa-masa pandemik COVID-19. Tujuannya menekan penyebaran virus yang gila-gilaan di masa itu. 

Sialnya lagi, kebijakan tersebut memukul pelaku UMKM, termasuk pula jasa jahit ditekuni Atha. 

Selama dua tahun pandemik, bisnis jahit Modiste Samantha Project stop produksi. 

"Mulai tahun 2020 pendapatan bisa dikatakan nol pelanggan," paparnya. 

Kondisi berat ini berlangsung dari tahun 2020 hingga 2021, bertepatan ketika pandemik fluktuatif di kota/kabupaten Indonesia. 

Padahal di sisi lain, mereka masih menanggung beban kebutuhan rutin sehari-hari termasuk pula membayar angsuran kredit rumah. 

Selama itu pula, Atha hanya bisa menggantungkan hidupnya dari tabungan yang makin menipis. Di samping mengupayakan pendapatan dari sektor lain, seperti beternak ikan lele kecil-kecilan, pembuatan masker pandemik, kuliner, penyuntingan pembuatan buku, hingga menyewakan rumah di Yogyakarta.

Total besarannya sangat membantu perekonomian keluarga di masa pandemik. 

Ujung-ujungnya, tabungan pasangan ini akhirnya terkuras habis. Satu per satu, barang-barang di rumahnya terpaksa diuangkan guna memenuhi kebutuhan.

"Kami berusaha segala cara agar bisa mendapatkan uang. Tidak ada cara lain," sebut Atha.

Pemerintah sendiri tidak bisa terlalu bisa diandalkan. Terbaru soal survei dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenpraf) juga tidak membuahkan apa-apa. 

Padahal, katanya kementerian ini akan membantu pelaku UMKM yang terdampak pandemik dengan alokasi kucuran lumayan.

"Sekadar disurvei aja, sampai sekarang tidak tahu kabarnya seperti apa," keluh Atha. 

Baca Juga: Balikpapan Jadi Tujuan Roadshow Seleksi IdenTIK Kemkominfo

Berita Terkini Lainnya