Saksi Ahli dari UI: Jaksa Mengambil Risiko karena Lanjutkan Kasus Zam
Kepemilikan aset tanah diselesaikan hukum perdata dahulu
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Balikpapan, IDN Times - Saksi ahli hukum pidana dari Universitas Indonesia (UI) Dr Eva Achjani Zulfa SH MH menilai Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengambil risiko tinggi dengan menyidangkan kasus penggelapan dengan terdakwa Zainal Muttaqin (Zam), mantan Direktur Utama PT Duta Manuntung.
Seperti diketahui, jaksa menjerat Zam atas tuduhan pidana penggelapan lima aset sertifikat tanah perusahaan penerbitan Kaltim Pos, berlokasi di Balikpapan dan Banjarbaru. Terdakwa pun dijerat dengan pasal 372 dan 374 KUHP tentang Penggelapan Aset dengan ancaman hukuman 4 hingga 6 tahun kurungan penjara.
Kasusnya makin pelik mengingat sertifikat tanah tersebut seluruhnya atas nama Zam, sehingga pengacara menyatakan kasusnya semestinya diselesaikan secara hukum perdata. Tujuannya untuk memastikan status kepemilikan tanah, sekaligus menentukan apakah benar ada unsur melawan hukum dalam kepemilikannya.
"Jaksa mengambil risiko dengan terus melanjutkan kasus ini ke persidangan. Karena unsur pidana melawan hukum penggelapannya tidak mungkin terpenuhi," katanya dalam persidangan di Pengadilan Negeri Balikpapan Kalimantan Timur (Kaltim), Selasa (31/10/2023).
Pengacara terdakwa yang menghadirkan pakar hukum pidana UI ini sebagai saksi ahli kasus penggelapan menjerat mantan bos Kaltim Pos.
Baca Juga: Pertamina Balikpapan Gelar Simulasi Major Emergency Drill Level Dua
1. Jaksa dinilai lalai saat menerima kasus ini
Selama memberikan kesaksiannya, Eva menilai terjadi kelalaian luar biasa sudah dilakukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan menerima pelimpahan berkas kasusnya dari kepolisian. Apalagi seperti diketahui, kasus persengketaan kepemilikan aset tanah PT Duta Manuntung ini masih bergulir dalam sidang perdata di Mahkamah Agung.
Menurut Eva, penyidik semestinya langsung menghentikan sementara proses penyidikan kasus penggelapan menjerat Zam, sembari menunggu kepastian kepemilikan aset tanah menjadi sengketa. Sekaligus juga sebagai dasar untuk menentukan apakah ada unsur pidana dari proses kepemilikan aset tanah.
"Kelalaian luar biasa bagi penuntut umum sehingga kasusnya bisa P21 (Berkas dianggap lengkap oleh jaksa). Semestinya bila menghadapi kasus seperti ini, penyidik harus segera melakukan skorsing kasusnya, sembari menunggu hasil keputusan sidang hukum perdata sedang berjalan," tegasnya.
Apalagi sidang kasus perdata dan pidana menjerat Zam ini saling terkait satu dengan lainnya.
"Selesaikan dulu perkara perdatanya, kecuali kasusnya tidak saling terkait. Seperti contohnya, satu kasus pembunuhan dan kasusnya lainnya tentang perkara waris," tegas Eva.
Sengketa kepemilikan lima aset PT Duta Manuntung dan Zam memang masih bergulir dalam sidang perdata di Mahkamah Agung. Hampir bersamaan waktunya, perusahaan ini melaporkan Zam ke Mabes Polri atas tuduhan penggelapan aset sertifikat hak milik (SHM) nomor 1313, 3146, hak guna bangunan (GHB) nomor 4993, dan 1067.
Sertifikat nomor 2863 kerap muncul dalam pemeriksaan saksi-saksi.
Objek tanah kasus pidana dilaporkan sebagian besar sama dengan kasus perdata.
Baca Juga: Karantina dan Bea Cukai Balikpapan Rumuskan Prosedur Ekspor Pertanian