TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Saksi Ahli dari UI: Jaksa Mengambil Risiko karena Lanjutkan Kasus Zam

Kepemilikan aset tanah diselesaikan hukum perdata dahulu

Ahli hukum pidana Universitas Indonesia Eva Achjani Zulfa menilai Jaksa Penuntut Umum mengambil risiko tinggi sidangkan kasus Zainal Muttaqin, Selasa (31/10/2023). (IDN Times/Sri.Wibisono)

Balikpapan, IDN Times - Saksi ahli hukum pidana dari Universitas Indonesia (UI) Dr Eva Achjani Zulfa SH MH menilai Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengambil risiko tinggi dengan menyidangkan kasus penggelapan dengan terdakwa Zainal Muttaqin (Zam), mantan Direktur Utama PT Duta Manuntung.

Seperti diketahui, jaksa menjerat Zam atas tuduhan pidana penggelapan lima aset sertifikat tanah perusahaan penerbitan Kaltim Pos, berlokasi di Balikpapan dan Banjarbaru. Terdakwa pun dijerat dengan pasal 372 dan 374 KUHP tentang Penggelapan Aset dengan ancaman hukuman 4 hingga 6 tahun kurungan penjara.

Kasusnya makin pelik mengingat sertifikat tanah tersebut seluruhnya atas nama Zam, sehingga pengacara menyatakan kasusnya semestinya diselesaikan secara hukum perdata. Tujuannya untuk memastikan status kepemilikan tanah, sekaligus menentukan apakah benar ada unsur melawan hukum dalam kepemilikannya. 

"Jaksa mengambil risiko dengan terus melanjutkan kasus ini ke persidangan. Karena unsur pidana melawan hukum penggelapannya tidak mungkin terpenuhi," katanya dalam persidangan di Pengadilan Negeri Balikpapan Kalimantan Timur (Kaltim), Selasa (31/10/2023). 

Pengacara terdakwa yang menghadirkan pakar hukum pidana UI ini sebagai saksi ahli kasus penggelapan menjerat mantan bos Kaltim Pos

Baca Juga: Pertamina Balikpapan Gelar Simulasi Major Emergency Drill Level Dua 

1. Jaksa dinilai lalai saat menerima kasus ini

Ahli hukum pidana Universitas Indonesia Eva Achjani Zulfa menilai Jaksa Penuntut Umum mengambil risiko tinggi sidangkan kasus Zainal Muttaqin, Selasa (31/10/2023). (IDN Times/Sri.Wibisono)

Selama memberikan kesaksiannya, Eva menilai terjadi kelalaian luar biasa sudah dilakukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan menerima pelimpahan berkas kasusnya dari kepolisian. Apalagi seperti diketahui, kasus persengketaan kepemilikan aset tanah PT Duta Manuntung ini masih bergulir dalam sidang perdata di Mahkamah Agung. 

Menurut Eva, penyidik semestinya langsung menghentikan sementara proses penyidikan kasus penggelapan menjerat Zam, sembari menunggu kepastian kepemilikan aset tanah menjadi sengketa. Sekaligus juga sebagai dasar untuk menentukan apakah ada unsur pidana dari proses kepemilikan aset tanah. 

"Kelalaian luar biasa bagi penuntut umum sehingga kasusnya bisa P21 (Berkas dianggap lengkap oleh jaksa). Semestinya bila menghadapi kasus seperti ini, penyidik harus segera melakukan skorsing kasusnya, sembari menunggu hasil keputusan sidang hukum perdata sedang berjalan," tegasnya. 

Apalagi sidang kasus perdata dan pidana menjerat Zam ini saling terkait satu dengan lainnya. 

"Selesaikan dulu perkara perdatanya, kecuali kasusnya tidak saling terkait. Seperti contohnya, satu kasus pembunuhan dan kasusnya lainnya tentang perkara waris," tegas Eva. 

Sengketa kepemilikan lima aset PT Duta Manuntung dan Zam memang masih bergulir dalam sidang perdata di Mahkamah Agung. Hampir bersamaan waktunya, perusahaan ini melaporkan Zam ke Mabes Polri atas tuduhan penggelapan aset sertifikat hak milik (SHM) nomor 1313, 3146, hak guna bangunan (GHB) nomor 4993, dan 1067.

Sertifikat nomor 2863 kerap muncul dalam pemeriksaan saksi-saksi. 

Objek tanah kasus pidana dilaporkan sebagian besar sama dengan kasus perdata.

2. Saksi ahli menilai ada putusan onslag

Ilustrasi ruangan persidangan pengadilan. (IDN Times/Sri.Wibisono)

Eva melanjutkan, pasal 372 semestinya untuk penggelapan barang bergerak. Karena itu tidak tepat digunakan untuk persoalan aset tidak bergerak seperti tanah. Sedangkan untuk benda tidak bergerak, seharusnya menggunakan pasal 385.

"Itu pun jika menyangkut sengketa kepemilikan, seharusnya ditemukan dulu pemilik yang sah melalui peradilan perdata," paparnya saat menjawab pertanyaan Mansuri, Pengacara Hukum Zam. 

Hakim Ketua Ibrahim Palino menyela, dengan memberikan ilustrasi, bahwa jika di dalam sengketa kepemilikan itu ditemukan tindak pidana, apakah peradilan pidananya bisa dilanjutkan.

"Tidak bisa dilanjutkan. Tetap harus menunggu keputusan perdatanya dulu," tegas  Eva. "Keputusannya onslag."

Keputusan onslag atau lengkapnya onslag van rechtavervolging adalah keputusan lepas dari segala tuntutan hukum harus ditetapkan jika perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, namun perbuatan tersebut bukan suatu tindak pidana.

Hakim anggota Arif Wisaksono ikut mempertanyakan persoalan kasusnya yang harus menunggu kepastian hukum perdata. Di sisi lain, menurutnya, hakim juga berkewajiban untuk secepatnya memutuskan suatu perkara dalam proses persidangan. 

Jika untuk memutus suatu perkara pidana, lanjut Hakim Arief, harus menunggu keputusan perkara perdata terlebih dahulu, sampai kapan suatu perkara pidana bisa diputuskan. "Jika perkara perdata tidak putus juga sampai kiamat, apakah keputusan pidana harus menunggu sampai kiamat juga," tanya Arief.

Eva tegas menyatakan harus ditunggu sampai perkara perdatanya diputuskan. "Prinsip hukum pidana itu adalah kehati-hatian," katanya, "Dalam hukum pidana itu tidak boleh menduga-duga," katanya. 

3. Persidangan kasus penggelapan aset di Pengadilan Negeri Balikpapan

Persidangan ke-11 kasus penggelapan aset PT Duta Manuntung (Kaltim Pos) di Pengadilan Negeri Balikpapan Kalimantan Timur (Kaltim) memunculkan fakta mengejutkan, Kamis (26/10/2023). (IDN Times/Sri.Wibisono)

Pengadilan Negeri Balikpapan menggelar sidang ke-12 dengan terdakwa Zam yang dikenakan pasal 372 yakni melakukan penggelapan, pasal 374 melakukan penggelapan dalam jabatan, serta tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Dalam persidangan ini, JPU Afrianto membacakan berita acara pemeriksaan Dahlan Iskan sebagai pemegang saham mayoritas PT Duta Manuntung. Pihak penasihat hukum terdakwa sudah meminta agar bos Jawa Pos ini memberikan kesaksiannya secara langsung maupun daring.

Hingga tiba waktu sidang, Dahlan Iskan tetap saja tidak juga hadir di Pengadilan Negeri Balikpapan. 

Ketua Majelis Hakim Ibrahim Palino pun memerintahkan agar kesaksiannya dibacakan secara utuh di dalam persidangan. "Bacakan seutuhnya. Jangan dikurangi sedikit pun. Karena begitulah diatur di dalam KUHAP," tegasnya.

KUHAP adalah kitab undang-undang hukum acara pidana.

Baca Juga: Karantina dan Bea Cukai Balikpapan Rumuskan Prosedur Ekspor Pertanian

Berita Terkini Lainnya