Makna Aneka Warna dan Pernak-pernik pada Pakaian Adat Dayak, Sakral!

Pakaian adat Dayak jadi pemersatu masyarakat suku Dayak

Penajam, IDN Times – Pakaian adat Dayak Kalimantan merupakan simbol pemersatu, meskipun terdiri dari berbagai jenis sesuai rumpun masing-masing. Ketua Dewan Adat Dayak Kabupaten Penajam Paser Utara, Helena Samuel Legi mengatakan, ada makna sakral dari setiap jenis pakaian adat.

“Di pulau Kalimantan terdapat banyak rumpun masyarakat adat suku Dayak dan memiliki bahasa termasuk pakaian adat yang hampir menyerupai, termasuk ada beberapa makna yang sama. Tetapi  bentuk dan motif pakaian itu sudah bisa ditebak adalah pakaian adat Dayak, sehingga tidak salah jika pakaian itu kita sebut sebagai lambang pemersatu suku Dayak, ” ujar Helena kepada IDN Times, Jumat (24/7/2020) di Penajam.     

Beberapa jenis pakaian adat Dayak antara lain, pakaian adat Dayak Kenyah, adat Bulang Kuurung, adat Bulang Burai King, dan pakaian adat Sakai.

Pakaian adat Dayak di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), kata Helena, mempunyai corak yang menunjukkan atau menandakan status sosial seseorang. Seperti corak tumbuhan yang diperuntukkan bagi orang biasa.

1. Pada zaman dulu masyarakat suku dayak belum mengenal kain bahan untuk membuat baju

Makna Aneka Warna dan Pernak-pernik pada Pakaian Adat Dayak, Sakral!Pakaian adat masyarakat suku Dayak di Kaltim (Dok.DADPPU)

Pada zaman dulu, masyarakat suku Dayak belum mengenal kain bahan untuk membuat baju, sehingga untuk mengganti kain tersebut mereka menyambungkan atau merajut batu-batu kecil menjadi pakaian. Namun kemudian batu kecil tadi diganti dengan batu manik-manik.

“Warna yang kerap digunakan yaitu kuning, biru, hijau, merah dan putih. Dan maknanya manik-manik ini cukup menakjubkan bagi kami masyarakat suku dayak,” ungkap Helena.

Berdasarkan keterangan para tokoh dan tetua adat masyarakat suku dayak, papar Helena, warna putih pada pakaian adat Dayak menyimbolkan kesucian dan iman kepada sang pencipta, warna biru melambangkan sumber kekuatan yang tak mudah luntur, serta hijau bermakna alam semesta beserta isinya yang indah. Selain itu, warna merah melambangkan semangat hidup masyarakat suku Dayak dan warna kuning bermakna keajaiban dan keagungan.

2. Masyarakat Dayak mempercayai manik batu kecubung jadi penawar racun hewan ataupun penyakit

Makna Aneka Warna dan Pernak-pernik pada Pakaian Adat Dayak, Sakral!Ketua DAD PPU, Helena Samuel Legi mengenakan pakaian adat dengan motif Dayak dari manik-manik (IDN Times/Ervan Masbanjar)

Selain itu, Helena menjelaskan, masyarakat Dayak Kalimantan mempercayai ada makna dari manik-manik tersebut. Dia mencontohkan, manik yang terbuat dari batu kecubung bisa menjadi penawar racun hewan ataupun penyakit. Begitu pula motif berbentuk palang tapak yang biasa ditemui di sejumlah pakaian adat tersebbut dipercaya membawa keselamatan bagi orang yang memakainya.

“Kami masyarakat suku Dayak juga percaya, simbol-simbol dari manik-manik itu mampu menghindarkan kekuatan jahat yang mengancam kami setiap saat baik ketika di lingkungan rumah maupun saat berada di luar rumah,” jelas Kepala Seksi Sejarah, Tradisi dan Kesenian pada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan PPU itu.

Selain manik-manik untuk dijadikan sebagai bahan pakaian, kata Helena, seiring dengan perkembangan zaman, masyarakat suku Dayak lalu menggunakan kulit kayu dan kemudian beralih ke kain sebagai bahan pakaian, di mana untuk pewarnaan diolah sendiri secara tradisional. Setiap warna berbeda sebutannya tetapi makna dan artinya hampir sama.

Baca Juga: Kisah dari Mahakam Ulu: Tato dan Telinga Panjang Dayak Bahau

3. Suku Dayak memaknai warna kuning sebagai simbol keberadaan Hatalla atau Tuhan

Makna Aneka Warna dan Pernak-pernik pada Pakaian Adat Dayak, Sakral!Pakaian adat masyarakat suku Dayak (IDN Times/Ervan Masbanjar)

Suku Dayak menggunakan watna kuning dari bahan henda atau kunyit. Warna tersebut menyimbolkan keberadaan Hatalla atau Tuhan, yang kekuasaan-Nya maha besar dan tunggal. Selain itu, warna kuning pada pakaian adat Dayak menandakan kekayaan atau emas, keluhuran, serta keagungan.

Warna merah, tambah Helena, memiliki makna abadi, tidak pernah luntur atau berubah yang diilhami oleh batu merah. Warna merah diperoleh dari buah di hutan yaitu jarenang atau jernang, namun biasa juga dari daun sirih dicampur dengan kapur. Kemudian warna hijau dibuat dari daun sirih yang ditumbuk memiliki arti, rejeki dan kesuburan berlimpah ruah, kehidupan, perdamaian, dan pembangunan yang diilhami oleh warna tanaman di lingkungan orang-orang Dayak.

“Kalau warna putih dan hitam juga kerap kita lihat pada warna kain pakaian adat tersebut, dan tentunya memiliki makna berbeda seperti putih memiliki makna kesederhanaan, kesucian serta kemurnian, warnanya ini dibuat menggunakan tanah liat putih atau kapur sirih. Sedangkan warna hitam dibuat dari arang bekas pembakaran dengan makna kuasa kegelapan, roh baik atau jahat, lalu arti  kesungguhan juga bisa dimaknai sebagai penangkis bahaya atau celaka,” sebutnya.

4. Mahkota menandakan tingkat kebangsawanan dalam suku Dayak

Makna Aneka Warna dan Pernak-pernik pada Pakaian Adat Dayak, Sakral!Pakaian adat Dayak Kaltim (IDN Times/Ervan Masbanjar)

Setiap pakaian adat dari seluruh rumpun suku memiliki mahkota dan hiasan yang menjadi lambang tingkat kebangsawanan seseorang dalam khazanah kehidupan suku Dayak Kalimantan.

Ia mencontohkan, mahkota dengan hiasan bulu dan paruh burung enggang di kepalanya merupakan mahkota untuk masyarakat Dayak laki-laki yang melambangkan pasukan perang. Di mana pimpinannya menggunakan mahkota dengan jumlah helai bulu enggang lebih banyak. Terdapat juga bulu burung haruai, burung merak langka dari Kalimantan yang digunakan oleh panglima burung yang hadir untuk memimpin pelaksanaan perang.

Menurut Helena, masyarakat suku Dayak memposisikan burung enggang sebagai burung yang dikeramatkan. Burung tersebut tidak boleh diburu apalagi dikonsumsi, karena dianggap sebagai penjelmaan dari panglima burung yang dipercaya sebagai sosok gaib. Panglima itu disebut hanya datang ketika terjadi perang. Hiasan kepala burung ini pun digunakan hanya bagi masyarakat Dayak terhormat.

“Kami percaya burung enggang simbol atau lambang kesetiaan, pemimpin idaman dan cinta perdamaian. Di bawah sayapnya, masyarakat Dayak percaya tempat paling aman untuk berlindung. Kepakan sayap burung tersebut juga dimaknai sebagai kekuatan dan keberanian. Bahkan suaranya diartikan perintah pemimpin bagi rakyatnya,” pungkas Helena.

Baca Juga: Ragam Budaya Indonesia, Ini 10 Potret Pesona Suku Dayak di Kalimantan

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya