Panen Padi Penajam Gagal, Petani Kesulitan Pasarkan Produksi

Hasil panen hanya 9 sampai 20 karung saja

Penajam, IDN Times - Petani Desa Gunung Mulya Kecamatan Babulu Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) Kalimantan Timur (Kaltim) mengalami gagal panen karena hama dan penyakit. Penggilingan padi pun enggan membeli hasil panen petani yang kualitasnya mengecewakan. 

“Saat ini petani sebagian besar kesulitan menjual gabah kering nya, karena penggilingan tidak mau membeli gabah mereka dengan alasan gabah jelek sehingga tidak ada pedagang beras mau menerima hasil gilingan tersebut,” kata seorang pekerja penggilingan padi di Desa Gunung Mulya Babulu bernama, Karmin, kepada IDN Times, Kamis (2/9/2021).

1. Pemilik penggilingan takut rugi, karena hasil gilingan tidak ada yang mau membeli

Panen Padi Penajam Gagal, Petani Kesulitan Pasarkan ProduksiPenggilingan padi di Babulu kini sepi aktivitas (IDN Times/Ervan)

Diakuinya, memang kondisi itu tidak terjadi di semua tempat, karena masih ada beberapa penggiling yang membeli gabah milik petani, namun jumlah tidak sebanyak seperti biasanya. 

“Sebelumnya penggilingan menerima semua gabah kering hasil petani, tetapi sekarang mungkin karena gabahnya jelek sehingga pemilik penggilingan takut rugi, karena beras hasil gilingan tidak dibeli orang,” tuturnya.

Kondisi ini sudah terjadi dua kali selama musim panen terakhir dari bulan Juli hingga Agustus 2021. Terjadi penurunan kualitas serta kuantitas hasil panen petani di Penajam. 

Kemungkinan disebabkan adanya hama seperti tikus, beluk, dan hama pitih palsu.  Sementara petani tidak memiliki dana untuk membeli obat atau pupuk pemusnah hama itu.

Baca Juga: Lima Pemerkosa ABG di Sepaku Diburu Polres Penajam

2. Pembelian pupuk subsidi dibatasi, obat pestisida pembunuh hama juga tidak dibantu pemerintah

Panen Padi Penajam Gagal, Petani Kesulitan Pasarkan ProduksiPenggilingan padi di Babulu kini sepi aktivitas (IDN Times/Ervan)

Karmin mengatakan, pemerintah membatasi pembelian pupuk bersubsidi bagi petani di Penajam. Di sisi lain, mereka tidak memiliki anggaran dalam pembelian pupuk non subsidi yang harganya tentunya lebih mahal. 

Persoalan kian runyam di saat petani tidak dibantu dalam pembelian obat pestisida. 

Permasalahan itu pula yang menyebabkan panen petani Penajam turun menjadi 9 hingga 20 karung beras saja. Padahal biasanya, hasil panen petani mampu mencapai 50 hingga 60 karung setiap kali panen. 

“Jika hasil pertanian alami penurunan cukup drastis, maka penggilingan ikut terdampak dan biaya operasional tidak bisa tertutupi. Kualitas gabah juga kurang bagus karena terkena penyakit. Namun sekarang pertanian di tempat kami telah masuk musim tanam,” ungkapnya.

3. Saat ini petani hanya menyimpan gabah-gabah di rumah mereka menunggu dibeli penggiling padi

Panen Padi Penajam Gagal, Petani Kesulitan Pasarkan ProduksiIlustrasi pertanian (Dok. ANTARA FOTO/M Ibnu Chazar)

Dalam kondisi saat ini, Karmin mengungkapkan, petani Penajam terpaksa hanya menyimpan hasil panennya di rumah masing-masing. Para petani masih berharap nantinya penggilingan bersedia membeli hasil panennya. 

Karmin menjadi salah satu pihak terdampak lesunya sektor pertanian di Penajam. Dulu, ia dalam satu hari bisa mendapatkan upah dari menggiling padi sebesar Rp500 ribu di mana sekarang menyusut drastis jadi Rp50 ribu. 

Akibat kualitas beras tidak baik, lanjutnya, pedagang beras sekarang lebih suka membeli beras langsung dari Jawa dan Sulawesi, meskipun harganya lebih mahal. Harga beras lokal per kilogram paling mahal mencapai Rp8.500 jika dibeli di penggilingan sementara itu, beras luar per kilogram dibeli Rp10 ribuan lebih.

4. Banyak petani berniat alih fungsikan lahan pertanian jadi kebun kelapa sawit

Panen Padi Penajam Gagal, Petani Kesulitan Pasarkan ProduksiIlustrasi Perkebunan Kelapa Sawit (IDN Times/Sunariyah)

Untuk diketahui, tambah Karmin, saat ini banyak petani yang berniat mengalihfungsikan lahan pertaniannya menjadi kebun kelapa sawit, karena hasil dan nilainya dinilai cukup baik.

Akibatnya luasan lahan pertanian di wilayahnya yang mencapai seribuan lebih akan berkurang karena ditanami kelapa sawit. 

“Saat ini harga tandan buah segar (TBS) sawit nilai tinggi, sementara gabah beras tidak laku dijual sehingga banyak warga mengalihkan menanam pohon kelapa sawit,” sebutnya.

Seorang petani Penajam, Samsul mengakui sudah tidak lagi menerima bantuan pupuk subsidi dan obat-obatan dari pemerintah. Dampaknya langsung terlihat terjadi penurunan drastis produksi pertaniannya di saat ini. 

5. Tak berikan obat pemusnah hama karena belum ada laporan dari petugas POPT

Panen Padi Penajam Gagal, Petani Kesulitan Pasarkan ProduksiPetani di Kalasan gunakan drone untuk menyemprot hama. Dok: istimewa

Terpisah, Kepala Dinas Pertanian (Distan) PPU, Mulyono, menyatakan, hingga kini pihaknya belum menerima laporan dari petugas pengendali organisme pengganggu tumbuhan (POPT) terkait ancaman hama dan penyakit pertanian di Penajam. 

Sehingga pihaknya tidak dapat bergerak dan memberikan obat pemusnah hama dan penyakit itu.  

“Mengatasi masalah ini kami ambil langkah-langkah untuk tetap memberikan arahan atau anjuran kepada petani, agar mereka menanam serempak guna memutus mata rantai hama dan penyakit, kalau tidak dilakukan maka otomatis perkembangan pengganggu itu tidak terputus,” terangnya. 

Selain itu, dirinya berharap agar petani melakukan penanaman padi dengan sistem tanam pindah. Sekarang rata-rata mereka menggunakan sistem tanam benih langsung (tabela) di mana banyak kelemahannya. Apabila anjuran tersebut bisa diikuti petani diyakini hasil panen padi akan maksimal. 

“Kami juga coba siapkan sarana dan peralatan tanam, hal ini sesuai arahan pak bupati, agar petani tidak lagi gunakan sistem tabela, maka kami sediakan peralatan tanam,  di mana misi visi bupati yakni maju pertanian dan modern. Bahkan kami juga siapkan bibit unggulnya,” pungkas Mulyono.

Baca Juga: Puluhan Anak di Penajam Jadi Yatim Piatu karena COVID-19 

Topik:

  • Sri Wibisono

Berita Terkini Lainnya