Perawat di PPU Akui Sempat Putus Asa Hadapi Pandemik COVID-19

Besaran insentif tak sesuai dengan janji pemerintah

Penajam, IDN Times - Hari Perawat Nasional dirayakan pada 17 Maret kemarin. Setahun pandemik virus corona terjadi di Indonesia, tenaga kesehatan (nakes) termasuk para perawat menjadi garda terdepan penanganan COVID-19. Bagi sejumlah perawat di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur banyak tantangan yang mereka alami.

“Masa pandemik COVID-19 ini, saya serta beberapa rekan perawat merasakan kebanyakan dukanya," ujar AI (35) salah seorang perawat yang tak ingin disebut namanya, Kamis (18/3/2021).

Perawat ini bertugas di tempat karantina terpadu di Rumah Susun Sewa (Rusunawa) Penajam mengatakan ia jadi kekurangan waktu berjumpa dengan keluarga. "Karena menjadi nakes COVID-19 waktu bertemu dengan keluarga sangat terbatas selama satu tahun terakhir ini sejak awal penyebaran virus ini. Apalagi kami kontak langsung  dengan pasien terkonfirmasi positif,” ujar AI.

1. Sempat merasa putus asa dalam menangani COVID-19

Perawat di PPU Akui Sempat Putus Asa Hadapi Pandemik COVID-19ilustrasi tenaga kesehatan. ANTARA FOTO/Fauzan

Dibeberkannya, ia dan sebagian rekan-rekan seprofesinya sempat hampir putus asa dalam menangani COVID-19 ini. Hal itu dirasakannya ketika pemerintah tidak memperhatikan hak para petugas medis.

“Insentif yang diberikan oleh pemerintah tidak sesuai harapan dijanjikan pemerintah pusat, itu terjadi ketika anggaran insentif tersebut berada di daerah. Hal ini tentu menjadikan kami putus asa dan merasa pada titik terendah,” ungkap AI.

Ia mencontohkan, seperti nakes yang bertugas di Rusunawa, dari dokter, perawat, bidan sama sekali belum menerima honor sejak bulan Januari 2021 lalu. Sementara kini di pusat karantina tersebut sudah ada pasien COVID-19 yang bergejala.

“Masa honor para nakes hanya diberi Rp75 ribu per hari, kenapa tidak disamakan dengan honor nakes yang berada di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ratu Aji Putri Botung PPU. Sementara kami yang di Rusunawa  juga melakukan tindakan medis seperti ganti perban, pengecekan darah hingga pemberian oksigen bagi pasien sesak nafas,” katanya.

2. Bertugas sebagai perawat pasien COVID-19 sangat berkesan bagi AI

Perawat di PPU Akui Sempat Putus Asa Hadapi Pandemik COVID-19Seorang nakes di Puskesmas Penajam divaksinasi COVID-19 pertama oleh petugas vaksinator (IDN Times/Ervan Masbanjar)

Meskipun banyak tantangan, AI yang juga bertugas di salah satu puskesmas di Kecamatan Penajam ini merasakan pengalamannya sebagai perawat bagi pasien COVID-19 sangat berkesan karena banyak hal baru yang sebelumnya ia tidak lakukan. Misalnya, ia dan rekan-rekannya jadi sering saling mengingatkan untuk menjaga kesehatan dan melaksanakan protokol kesehatan (prokes). Antara lain dengan selalu menggunakan masker, dimana ia dulu jarang menggunakannya.

Meskipun merawat pasien COVID-19, ia merasa lingkungan tidak melakukan intimidasi atau mengucilkannya. Namun ia merasa kesal dengan berita hoaks terkait COVID-19.

“Hingga kini kami juga tidak pernah mendapat intimidasi dari masyarakat karena turut merawat pasien COVID-19, hanya saja ada masyarakat yang selalu membuat kabar-kabar hoaks yang menyatakan COVID-19 itu tidak nyata, hanya bisnis pemerintah,” tutur AI.

3. Aktivitas di luar rumah sangat dibatasi dan beban kerja cukup tinggi

Perawat di PPU Akui Sempat Putus Asa Hadapi Pandemik COVID-19Perawat ICU RSPP Modular Simprug, Novi Citra Lenggana. Dok. Humas RSPP

Ia juga mengakui, kondisi saat ini sangat berbeda sebelum dan ketika pandemik karena selama pandemik aktivitas di luar rumah sangat dibatasi dan beban kerja cukup tinggi. Dulu banyak waktu berkumpul dengan keluarga. Tetapi kini waktu para perawat kebanyakan bersama pasien.

“Sementara itu, untuk fasilitas kerja sudah sangat cukup baik alat pelindung diri (APD) maupun pelindung lainnya. Bahkan alhamdulillah saya belum pernah terpapar COVID-19, karena saya selalu melakukan uji sampel swab selama dua minggu sekali meskipun menggunakan dana pribadi,” tandasnya.

Dirinya berharap, pemerintah selalu memperjuangkan nasib dan hak nakes yang menangani COVID-19 baik dari Puskesmas, klinik dan rumah sakit, terutama tenaga kesehatan di Rusunawa yang dari bulan Januari sampai sekarang belum menerima honor.

"Tentu saya juga berharap agar pendemik COVID-19 cepat berakhir,” tegasnya.

Baca Juga: Jumlah Pasien Sembuh COVID-19 PPU Terus Meningkat

4. Penggunaan APD dinilai lebih memberatkan perawat nakes

Perawat di PPU Akui Sempat Putus Asa Hadapi Pandemik COVID-19Ilustrasi. APD belum tersedia tim Puskesmas Penajam gunakan jas hujan untuk melindungi diri dari virus corona (IDN Times/Ervan Masbanjar)

Senada dengannya, AG (30), seorang perawat di salah satu puskesmas di Kecamatan Babulu mengaku, selama pandemik virus corona perubahan yang paling terasa adalah penggunaan APD yang dinilai memberatkan bagi nakes.

Sebelum pandemik, seringkali nakes hanya perlu menggunakan APD level 1, tetapi selama pandemik COVID-19 ini, setiap hari nakes menggunakan APD level 2 bahkan lebih sering level 3.

“Namun untuk APD di tempat tugas hanya di awal pandemik saja yang kami kekurangan. Bahkan saat itu karena tidak ada hazmat kami terpaksa menggunakan jas hujan sebagai penggantinya. Tapi sekarang ketersediaan APD sudah cukup dan tidak pernah kurang,” urai AG.

Ia sangat berharap, COVID-19 ini benar-benar hilang dari Indonesia dan dunia termasuk di PPU, sehingga sendi-sendi kehidupan masyarakat kembali bangkit seperti sedia kala ketika tidak ada pandemik.

“Kita berdoa agar pandemik COVID-19 sirna. Agar perekonomian masyarakat kembali bangkit seperti sedia kala. Karena COVID-19 ini telah memporak-porandakan perekonomian nasional termasuk di Kabupaten PPU,” imbuhnya.

5. Pandemik COVID-19 adalah masalah besar, semua orang merasakan terlebih lagi para nakes

Perawat di PPU Akui Sempat Putus Asa Hadapi Pandemik COVID-19Para nakes yang wafat karena COVID-19. Dokumentasi Lapor COVID-19

Terpisah TA (28) seorang perawat di salah satu puskesmas di Penajam menuturkan, pandemik COVID-19 adalah masalah besar, banyak suka duka selama pandemik terutama bagi para nakes. COVID-19 merubah segalanya tentu menjadi pengalaman yang sangat tidak diharapkan bagi semua orang.

“Meskipun pandemik, namun kami tetap semangat karena bekerja bersama saling menguatkan walau sedang dalam pandemik dan itu menjadi salah satu kesukaan kami. Dukanya mungkin lebih ke arah tanggapan masyarakat yang menganggap COVID-19 adalah aib dan nakes adalah sumber penularan terbesar,” sebutnya.

Diakui TA, dirinya juga pernah merasa sangat penat dalam menangani COVID-19 ini. Hal itu terjadi ketika teman-temannya banyak tumbang akibat kelelahan sehingga tidak bisa bertugas. Akibatnya ia bersama rekan lainnya yang lebih sehat, terpaksa menambah jam kerjanya untuk menggantikan teman yang kelelahan.

6. Bahkan saat libur tetap on call layani rujukan pasien COVID-19

Perawat di PPU Akui Sempat Putus Asa Hadapi Pandemik COVID-19Twitter.com/Angela602

“Bahkan saat libur, kami tetap on call melayani rujukan pasien COVID-19, ketika kasus penderita virus ini naik di PPU, kami wajib melaksanakan tugas itu tanpa mengeluh sebagai bentuk pengabdian seorang nakes,” akunya.

Menurutnya, di awal pandemik COVID-19 semua nakes mendapat perlakuan 'sinis' dari masyarakat. Menurutnya mungkin saja kondisi itu disebabkan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang virus corona atau karena belum adanya edukasi yang baik tentang COVID-19.

“Kondisi makin parah, saat beberapa kali kami harus melaksanakan isolasi mandiri menunggu hasil swab, warga sekitar lingkungan tempat tinggal kami menganggap seolah kami positif dan itu adalah aib masyarakat. Paradigma itu harus diubah agar masyarakat memahami tugas kami dalam memberikan pelayanan kepada si sakit,” ungkapnya.

7. Insentif yang diterima nilainya tidak sesuai dengan disampaikan Kemenkes

Perawat di PPU Akui Sempat Putus Asa Hadapi Pandemik COVID-19Ilustrasi insentif (IDN Times/Arief Rahmat)

Sementara itu TA menuturkan, ia telah menerima sebagian insentif untuk tahun 2020, namun besarannya tidak sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Kementerian Kesehatan. Pemberian insentif itu menurutnya juga terlambat. Sementara sisa pembayaran di tahun 2020 dan insentif untuk tahun 2021 ini belum jelas kapan akan diberikan kepadanya dan para nakes lainnya.

Selain itu, Ia juga mengaku tidak mengetahui apakah dirinya pernah terinfeksi virus corona atau tidak. Ia pernah mendapatkan pemeriksaan rapid test antibodi dengan hasil reaktif dan rapid test antigen dengan hasil positif, namun tidak dilanjutkan dengan pemeriksaan swab. Ia hanya menjalani isolasi mandiri 14 hari karena tanpa gejala.

"Saya berharap semoga pandemik ini cepat berakhir dan semoga program vaksinasi berjalan dengan baik, agar terjadi kekebalan kelompok," ujarnya.

TA melanjutkan, "Semua orang tetap menjalankan prokes walau sudah pernah terinfeksi atau sudah divaksin. Masyarakat juga bisa lebih proaktif terhadap kebijakan pemerintah dan stigma negatif tentang COVID-19 bisa dihilangkan,” pungkasnya.

Baca Juga: Edarkan Narkoba di Kampung Orang, Warga Babulu Diringkus Polres PPU

Topik:

  • Mela Hapsari

Berita Terkini Lainnya