TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Gerakan Masyarakat di Banjarmasin dalam Melawan Praktik Politik Uang 

Sanksi sosial, ‘ambil uangnya jangan pilih orangnya

Ilustrasi money politik

Banjarmasin, IDN Times - Praktik money politics atau politik uang telah menciderai keutuhan demokrasi dan kedaulatan suara rakyat. Meskipun hal ini dianggap biasa di masyarakat, di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, warga diimbau untuk melawan praktik tersebut melalui hukuman sosial.

1. Masyarakat diharapkan berani melawan

Arbani, Koordinator Wilayah (Korwil) Forum Demokrasi Milenial (FDM) Kalsel, berharap masyarakat berani menentang politik uang. Ia menekankan bahwa praktik ini bertentangan dengan semangat menciptakan pemilihan umum yang demokratis dan berintegritas, serta melanggar moral dan hukum.

“Praktik beli suara sudah menjadi hal yang lumrah dalam Pilkada, dan ini sangat disayangkan,” ujar Arbani. “Kita perlu merefleksikan diri agar tidak mudah tergiur dengan tawaran tersebut. Mari pilih dengan akal sehat dan hati nurani, bukan karena uang.”

Ia juga meminta perhatian khusus dari pihak berwenang terhadap praktik money politics di Kalsel. “Pihak berwenang harus lebih jeli terhadap modus-modus yang digunakan dan terus mengedukasi masyarakat tentang bahaya politik uang. Tindakan tegas terhadap pelaku harus diambil tanpa pandang bulu,” tambahnya.

Baca Juga: Sekwan Sebut Beberapa Anggota Dewan Banjarmasin Gadai SK ke Bank

2. Politik uang pemicu praktik korupsi

Senada dengan Arbani, Alfinnor Effendy, Ketua PC PMII Kota Banjarmasin, mengecam keras praktik money politics yang marak. Ia menegaskan bahwa politik uang merusak integritas demokrasi. “Ketika politisi membeli suara, mereka lebih mengutamakan kepentingan pribadi atau kelompok daripada kepentingan publik,” katanya.

Hal ini, menurut Alfinnor, melemahkan proses pemilihan yang seharusnya didasarkan pada kualitas, visi, dan kompetensi kandidat. “Politisi yang terpilih melalui praktik ini cenderung mencari cara untuk mengembalikan biaya kampanye mereka, yang dapat memicu korupsi lebih lanjut.”

Berita Terkini Lainnya