Arkenas Temukan Banyak Peradaban Kuno Menarik di Lokasi IKN Kaltim

Ada nilai-nilai kearifan lokal di Kaltim

Balikpapan, IDN Times - Kalimantan Timur (Kaltim) disebut menyimpan potensi peradaban masa lalu yang luar biasa. Peradaban purba berusia 40 ribu tahun sudah ditemukan di Sangkulirang Kutai Timur hingga berlanjut perkembangan Kerajaan Kutai Kartanegara

"Kita tahu, tentang peradaban di Sangkulirang sekitar 40 ribu tahun lalu, dan peradaban dari Kerajaan Kutai Kertanegara. Nah itu menjadi fondasi keberadaan kita sekarang," kata Kepala Pusat Penelitian Arkeolog Nasional (Arkenas) Dr I Made Geria dan Paleoantropolog Arkenas Sofwan Noerwidi, Jumat (4/6/2021).

Peradaban luar biasa di Kaltim secara historis terus diwariskan dari generasi ke generasi.

1. Sumbang pemikiran para peneliti untuk IKN

Arkenas Temukan Banyak Peradaban Kuno Menarik di Lokasi IKN KaltimKepala Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Arkenas) Dr I Made Geria di Balikpapan, Jumat (4/6/2021). (IDN Times/Hilmansyah)

Made mengatakan, Arkenas sengaja turun langsung ke desa-desa di sekitar lokasi ibu kota negara (IKN) guna mengidentifikasi nilai peradaban setempat. Tentang kebudayaan dan kearifan lokal warisan peradaban kuno masa lalu.

Hingga bisa merekomendasikan tentang konsep pembangunan IKN berwawasan forest city dengan melestarikan sumber daya hutan.

"Kami dari arkeologi nasional mencoba mengangkat akar peradaban. Sebenarnya peradaban itu yang menjadi fondasi keberadaan kita yang sekarang," katanya.

Fondasi peradaban bangsa Indonesia memang berdasarkan nation state atau negara yang terdiri dari pelbagai bangsa-bangsa. Masing-masing bangsa saling memperkuat menjadi satu entitas sebagai identitas nasional.

Baca Juga: Gokil! Ada Temuan Industri Logam pada Zaman Kuno di Kaltim 

2. Ada nilai-nilai kearifan lokal

Arkenas Temukan Banyak Peradaban Kuno Menarik di Lokasi IKN KaltimTim terus melakukan penggalian di lokasi penemuan benda kuno di Kalimantan Timur. Foto Tim Arkeolog Nasional

Arkenas berusaha mengangkat nilai-nilai kearifan lokal di Kaltim agar tak sekadar menjadi tontonan tetapi jadi tuntutan. Semisal soal kearifan lokal masyarakat Kaltim dalam mengelola keanekaragaman hayati Kalimantan. 

Ia mencontohkan konsep masyarakat Dayak dengan istilah lewu tatau tentang ruang atas atau surga, kayangan, hingga entitas ketuhanan yang menguasai langit. Selain ruang atas, ada manusia, tanah dan lingkungan.

"Ini kan suatu konsep keseimbangan. Antara hubungan manusia dengan lingkungannya dan hubungan manusia dengan Tuhannya. Harmonisasi keseimbangan," jelasnya.

Penelusuran peradaban di IKN ini masih terus berlanjut. Termasuk dengan mendatangi desa adat Mentawir di Sepaku Penajam Paser Utara (PPU). Di mana masyarakat sekitar mengelola kawasan mangrove dengan pengetahuan kearifan lokal. 

"Nanti (hasil penelitian) kita kawinkan dengan upaya masyarakat menyelamatkan kawasan mangrove. Mungkin kawasan mangrove itu juga menjadi sumber pangan mereka dan dikelola secara kearifan," katanya.

Keberadaan mangrove atau hutan bakau di Desa Mentawir sangat penting bagi masyarakat. Sebab berdasarkan temuan timnya, masyarakat setempat sangat kreatif dalam mengelola tanaman mangrove menjadi minuman sirup hingga bahan baku pupuk. 

"Yang saya lihat masyarakatnya sudah diwarisi oleh leluhurnya. Kehidupan berkelanjutan atau sustainable. Hanya perlu dikelola dan mendapat perhatian," urainya.

3. Masyarakat ada percaya merusak lingkungan adalah kejahatan

Arkenas Temukan Banyak Peradaban Kuno Menarik di Lokasi IKN KaltimPenemuan benda-benda kuno di Kalimantan Timur. Foto Tim Arkeolog Nasional

Masyarakat tradisional ini masih memegang teguh adab diturunkan dari budaya lama. Seperti tentang adanya kepercayaan pamali, di mana masyarakat ini punya rasa takut melakukan perusakan lingkungan yang dianggap sebagai kejahatan. 

Semuanya terungkap dari hasil wawancara Tetua Adat Desa bernama Lamali. 

"Ada sanksi sosial, sanksi adat," tegasnya.

Temuan tim lainnya yakni, ternyata sejak dulu masyarakat ini sudah mengolah bambu. Salah satunya dimanfaatkan sebagai konstruksi semacam tanggul untuk memproteksi air larian dari sungai yang meluap pada waktu hujan. Bambu juga dimanfaatkan untuk mengantisipasi erosi. Jadi bukan hal baru bahwa bambu dimanfaatkan warga untuk menyelamatkan kawasan sungai.

Selain itu Bambu juga menjadi bahan baku kerajinan. Misalnya membuat caping, semacam topi berbentuk silinder dan melebar untuk melindungi bagian kepala warga dari cuaca panas dan hujan.

Uniknya di sana ada aliran sungai yang masuk ke lingkungan desa. Dan lingkungan itu baru bisa dimanfaatkan, di kala hujan karena mereka juga beraktivitas menggunakan perahu.

Saat musim kemarau, perahu-perahu tersebut berjajar rapi namun sungainya mengering. Sehingga menjadi pemandangan langka sehingga berpotensi menjadi kawasan wisata.

"Saya waktu pertama ke sana melihat, kenapa ada perahu di kebun warga. Ada perahu di darat," paparnya.

Menurutnya kearifan lokal masyarakat perlu didukung. Apa lagi ada informasi bahwa Desa Mentawir akan menjadi destinasi wisata dalam lingkup ruang IKN.

"Kenyataannya hal itu bisa memberikan penghidupan kepada masyarakat sekitar. Ini bisa menjadi modal pembangunan IKN," ujarnya. 

Baca Juga: Herd Immunity Guru dan Tenaga Pengajar di Balikpapan Capai 98 Persen

Topik:

  • Sri Wibisono

Berita Terkini Lainnya