Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Bukan Pertengkaran, Hal-Hal Sepele Ini Justru Bisa Matikan Rasa Cinta

Pasangan suami istri sedang bertengkar.
Ilustrasi Penyebab Perpisahan dalam Pernikahan yang Jarang Disadari. (pexels.com/Gustavo Fring)

Pernikahan kerap dianggap sebagai puncak cinta, saat dua jiwa bersatu untuk saling melengkapi. Namun, tak sedikit pasangan yang perlahan menjauh bukan karena cinta memudar, melainkan karena hal-hal kecil yang sering luput disadari.

Bukan hanya perselingkuhan atau konflik besar yang bisa merusak hubungan. Kebiasaan sehari-hari, cara berbicara, atau ketidakhadiran emosional juga dapat perlahan mengikis keintiman dalam pernikahan.

Dalam psikologi hubungan, perpisahan sering berakar pada pola interaksi yang tidak sehat dan kebutuhan emosional yang dibiarkan kosong dalam waktu lama. Memahami penyebabnya bukan untuk mencari siapa yang salah, tetapi agar pasangan bisa menyadari dan memperbaikinya sebelum terlambat.

Berikut lima penyebab perpisahan dalam pernikahan yang sering terjadi tanpa disadari, namun berdampak besar bagi kelangsungan hubungan.

1. Kurangnya kehadiran emosional, bukan fisik

Ilustrasi cara menumbuhkan keintiman emosional, bukan hanya fisik.
Ilustrasi cara menumbuhkan keintiman emosional, bukan hanya fisik. (pexels.com/KATRIN BOLOVTSOVA)

Banyak pasangan masih tinggal serumah, tetapi hatinya sudah tidak lagi terhubung. Mereka tampak bersama, namun secara emosional terasa jauh. Dalam psikologi interpersonal, kondisi ini disebut emotional disengagement — ketika pasangan berhenti berbagi perasaan, pikiran, dan kerentanan.

Saat seseorang merasa tidak lagi “didengar” atau “dipahami”, rasa kesepian mulai tumbuh meski tidak diungkapkan. Lambat laun, hubungan berubah menjadi sekadar rutinitas tanpa makna.

2. Ekspektasi yang tidak realistis terhadap pasangan

Pasangan suami istri sedang bertengkar.
Ilustrasi Penyebab Perpisahan dalam Pernikahan yang Jarang Disadari. (pexels.com/Gustavo Fring)

Salah satu jebakan terbesar dalam pernikahan adalah ekspektasi yang tidak realistis. Banyak orang berharap pasangannya selalu memahami tanpa perlu dijelaskan, atau mampu mengisi semua kekosongan emosional dalam diri.

Dalam psikologi kognitif, hal ini disebut idealization bias — kecenderungan menempatkan pasangan pada standar sempurna yang mustahil dipenuhi. Saat harapan ini gagal terpenuhi, muncullah rasa kecewa dan kritik yang kemudian menciptakan jarak.

Padahal, cinta yang sehat dibangun bukan atas kesempurnaan, melainkan penerimaan. Pasangan yang mampu bertahan lama adalah mereka yang bisa menerima kekurangan dan menumbuhkan cinta yang realistis.

3. Kurangnya apresiasi dalam hal-hal kecil

Ilustrasi teknik penyelesaian masalah yang tidak menimbulkan dendam.
Ilustrasi teknik penyelesaian masalah yang tidak menimbulkan dendam. (pexels.com/Timur Weber)

Banyak hubungan rusak bukan karena masalah besar, melainkan karena hilangnya kebiasaan menghargai hal-hal kecil. Saat ucapan sederhana seperti “terima kasih” jarang diucapkan, pasangan bisa merasa tak dihargai atau diabaikan.

Dalam psikologi positif, apresiasi adalah kunci menjaga ikatan emosional karena menciptakan rasa diakui dan disayangi. Sekecil apa pun tindakan pasangan — membuatkan kopi, menyiapkan sarapan, atau mendengarkan dengan sabar — layak diberi pengakuan.
Hal-hal kecil seperti ini menjadi bahan bakar cinta agar terus menyala.

4. Komunikasi yang tidak seimbang

Ilustrasi ciri orang toxic yang perlu kamu ketahui.
Ilustrasi ciri orang toxic yang perlu kamu ketahui. (pexels.com/Budgeron Bach)

Komunikasi seharusnya menjadi jembatan penghubung, tapi sering kali berubah menjadi ajang saling menyalahkan. Salah satu pihak sibuk membela diri tanpa benar-benar mendengarkan. Dalam teori psikologi komunikasi, pola ini disebut defensive communication, yang justru memperlebar jarak emosional.

Padahal, kadang pasangan hanya butuh didengarkan, bukan diberi solusi. Ketika kedua pihak mau mendengar dengan empati, hubungan menjadi lebih hangat dan penuh rasa aman.

5. Tidak tumbuh bersama, hanya bertahan bersama

Seorang perempuan mengingat hal-hal kecil.
Ilustrasi Tanda Kamu Lebih Sensitif daripada yang Kamu Tunjukkan. (pexels.com/Polina Tankilevitch)

Salah satu penyebab perpisahan yang jarang disadari adalah berhentinya pertumbuhan dalam hubungan. Awalnya sejalan, namun seiring waktu pasangan bisa tumbuh ke arah yang berbeda — nilai, minat, dan impian tak lagi sama.

Dalam psikologi perkembangan, hal ini disebut stagnasi relasional, yaitu ketika hubungan berhenti berkembang karena tak ada lagi pertukaran makna dan tujuan bersama.
Pernikahan yang sehat butuh pembaruan: belajar hal baru, beradaptasi, dan saling mendukung dalam pertumbuhan pribadi.

Cinta sejati bukan hanya tentang bertahan, tapi juga tentang bertumbuh bersama.

Membina pernikahan bukan soal menjaga cinta agar tetap ada, tapi tentang menjaga koneksi agar terus hidup. Dengan mengenali tanda-tanda kecil seperti di atas, pasangan bisa lebih waspada dan memperkuat kembali fondasi hubungan mereka — sebelum cinta berubah menjadi sekadar kenangan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Sri Gunawan Wibisono
EditorSri Gunawan Wibisono
Follow Us

Latest Life Kalimantan Timur

See More

Bukan Pertengkaran, Hal-Hal Sepele Ini Justru Bisa Matikan Rasa Cinta

04 Nov 2025, 05:00 WIBLife