TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

COVID-19, Pemkot Balikpapan Tetap Awasi Rumah Makan dan Kafe 

Tegakkan prokes tanpa merugikan perekonomian masyarakat

Kepala Satpol PP Kota Balikpapan, Zulkifli (IDN Times/ Fatmawati)

Balikpapan, IDN Times - Pasca terbitnya Surat Edaran (SE) Wali Kota Balikpapan terkait aturan beroperasinya kafe maupun rumah makan kembali diperketat dan ditegakkan. Selain itu, penerapan memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan dengan sabun (3M) oleh pelaku usaha juga mesti dibenahi. Termasuk pembatasan 50 persen pengunjung rumah makan.

Kepala Satpol PP Kota Balikpapan, Zulkifli mengatakan, potensi kerumunan memang paling banyak terjadi di tempat-tempat seperti rumah makan maupun kafe. "Di Balikpapan ini potensi kerumunan yang besar di kafe-kafe," kata Zulkifli.

Menurutnya, jika kafe atau rumah makan sudah menerapkan 50 persen kapasitas pengunjung, dipastikan sudah akan memenuhi aturan jaga jarak.

"Kalau memang sudah menerapkan maksimal 50 persen relatif aman. Tapi khusus tanggal 24 dan 25 Desember, juga 31 Desember dan 1 Januari kan dibatasi di atas jam 22.00 Wita tidak ada makan di tempat," jelasnya.

Baca Juga: Ingin Pulang, Pria Nekat Berenang Pakai Galon dari Balikpapan ke Jawa

1. Tegakkan prokes tanpa merugikan perekonomian masyarakat

Pelaku usaha yang tidak menjalankan protokol kesehatan diberikan sanksi tertulis Tim Terpadu Monitoring Penegakan Disiplin Protokol Kesehatan Covid-19 Medan, Binjai dan Deli Serdang (Mebidang) dalam razia yang digelar Jumat 18 September 2020. (dok. Humas Sumut)

Menurutnya, rumah makan memang cenderung masih ramai hingga malam atau di atas pukul 21.00 Wita. Cukup banyak masyarakat yang membutuhkan makanan di malam hari.

"Jadi kami berpegangan pada maksimal kapasitas 50 persen itu. Karena kami juga melihat sisi perekonomian masyarakat. Apalagi setelah lama perekonomian terhambat," katanya.

Terlebih Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa kesehatan memang prioritas utama, namun bukan berarti mengorbankan perekonomian masyarakat. Apalagi yang usahanya sempat mandek beberapa waktu pasca Pandemik COVID-19.

Karena jangan sampai fokus pada penanganan COVID-19 malah berimbas pada terancamnya perekonomian. Pemerintah dalam hal ini mencari keseimbangan.

2. Tidak ada penutupan sementara perhotelan

Pengunjung hotel memotret hotel dengan tema merah putih di The Hotel 101, Kota Bogor, Jawa Barat, Rabu (12/8/2020). Hotel tersebut menyalakan lampu kamar merah putih dalam rangka menyemarakkan HUT ke-75 Republik Indonesia. ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya

Termasuk perhotelan, lanjut dia, yang selama beberapa bulan di 2020 tingkat okupansinya sangat rendah. Bahkan berimbas pada pemecatan maupun dirumahkannya sejumlah karyawan.

"Kan banyak karyawan perhotelan yang terdampak dan sempat tak jelas nasibnya. Nah, belakangan kan mulai kembali berjalan lagi, jangan sampai malah dari pemerintah yang menghambat," katanya.

Pemulihan ekonomi mestinya menjadi kesempatan pemilik usaha maupun perhotelan untuk membenahi kembali usahanya. Ini merupakan peluang melakukan perbaikan melalui tingkat okupansi yang mulai membaik.

"Dulu banyak juga pelaku usaha yang berharap dapat memanfaatkan momen liburan tapi malah ditutup. Makanya kali ini kami tidak ingin menghambat itu. Yang penting penerapan protokol kesehatan dan pembatasan kapasitas dilakukan," jelasnya.

Baca Juga: Nataru, Wali Kota Balikpapan Atur Pernikahan hingga Tempat Wisata

Berita Terkini Lainnya