TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kata Psikolog soal Mahasiswa Bunuh Diri karena Skripsi Ditolak Dosen

Sharing dan berdiskusi salah satu solusi mengatasi depresi

Ilustrasi kuliah dari rumah. IDN Times/Arief Rahmat

Samarinda, IDN Times - Beberapa waktu lalu, media sosial ramai menyorot kasus mahasiswa diduga bunuh diri lantaran skripsinya selalu ditolak oleh dosen pembimbing. Kasus itu terjadi di Samarinda, Kalimantan Timur, pada Sabtu, 11 Juli 2020.

Korban berinisial BP (25) merupakan perantau asal Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU). Ia telah menjalani masa studi selama 7 tahun terakhir.

Kepala Unit Reserse Kriminal Polsek Sungai Pinang, Iptu Fahrudi menjelaskan, korban selama ini tinggal bersama kakak angkatnya di Kota Samarinda. "Dia beberapa kali ditolak pengajuan skripsinya dan sempat curhat sama kakak angkatnya," ungkap Fahrudi kepada IDN Times melalui sambungan telepon, Kamis (16/7/2020).

1. Terlihat stres sebelum ditemukan tewas gantung diri

Ilustrasi trauma (IDN Times/Dwi Agustiar)

Saat kejadian, BP seorang diri di rumah kakak angkatnya. Beberapa hari sebelum ditemukan tewas, BP kerap bertingkah di luar kebiasaan. Mondar-mandir dengan gestur seperti marah dan berbicara sendiri. Hal ini didapatkan dari hasil pantauan CCTV online yang terpasang di kediaman kakak angkatnya tersebut.

"Karena kakaknya kerja di Bontang. Pada hari penemuan itu kakaknya pulang karena merasa khawatir. Pas diketok-ketok pintu enggak dibuka, pas dilihat ke belakang adiknya ini sudah tergantung di dekat dapur," imbuh Fahrudi.

Baca Juga: Meninggal di Samarinda, Keluarga Bawa Jenazah Positif Corona ke Kalsel

2. Selain skripsi, banyak faktor lain penyebab korban mengakhiri hidup

(Ilustrasi pendidikan) IDN Times/Arief Rahmat

Terpisah, menurut Psikolog Klinis RS Parikesit, Gerda Akbar M.Psi, kasus dugaan bunuh diri mahasiswa itu bisa dilakukan karena banyak faktor pendukung. Semisal tak adanya perhatian saat seseorang menghadapi sebuah tekanan. Selain itu latar belakang keluarga dan lingkungan sekitar juga bisa menjadi faktor pemicu lainnya. Pikiran untuk melakukan aksi bunuh diri pun bisa berkembang seiring waktu. Terlebih jika setiap permasalahan tak kunjung menemukan jalan keluar.

"Nah pikiran seperti ini (bunuh diri) yang terus berkembang. Biasanya korban memandang permasalahan yang dihadapi itu secara negatif, sehingga menyerang pribadinya," terang Alumnus Universitas Mulawarman (Unmul) itu melalui sambungan telepon dengan IDN Times, Kamis (16/7/2020).

Baca Juga: Pasien di RSJD Samarinda Meninggal Dunia, Rapid Test Reaktif

3. Sharing dan berdiskusi jadi solusi mengatasi depresi

Ilustrasi Profesi (Guru) (IDN Times/Mardya Shakti)

Lebih jauh Gerda menjelaskan, pilihan untuk mengakhiri hidup bukanlah hal yang tepat. Sebab setiap individu memiliki peluang besar untuk menyelesaikan setiap persoalan. Tak terkecuali bagi para pelajar. Misal ada yang tak lulus namun masih memiliki cara lain keluar dari masalah tersebut.

Sharing menjadi langkah lainnya tatkala permasalahan pelik dari depresi tak kunjung usai. Saling berdiskusi, kata Gerda, bisa dilakukan dengan orang dekat, dengan begitu perasaan penat bisa berkurang, pun bisa mengasah insting penyelesaian masalah.

"Tentunya tidak juga menaruh ekspetasi yang tinggi dalam penyelesaian," pungkasnya.

Berita Terkini Lainnya