TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Izin Amdal Proyek PLTA Kayan di Kaltara Dipertanyakan 

8 tahun berproses, izin amdal dan KLHS tak pernah terlihat

ilustrasi penggunaan pembangkit listrik tenaga angin (pexels.com/Pixabay)

Balikpapan, IDN Times - Izin analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) proyek pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Kayan di Kecamatan Peso Kalimantan Utara (Kaltara) dipertanyakan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalimantan Timur (Kaltim).

Tak hanya itu, kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) proyek investasi besutan PT Kayan Hydro Energy (KHE) ini juga dianggap tidak pernah terlihat. 

Padahal, pekerjaan rencana pembangunan PLTA ini sendiri sudah direncanakan sejak 10 tahun yang lalu dan direncanakan berjalan selama 8 tahun terakhir. Namun sampai sekarang proyek itu tak berkembang.

"Dulu kami pernah meminta semua izin itu, karena mereka (KHE) bilang mau mulai melakukan aktivitas, tapi sampai saat ini tak bisa diakses," ungkap Direktur Walhi Kaltim Yohana Tiko, kepada IDN Times, Senin (5/9/2022).

Baca Juga: Napi Lapas Tarakan Ditangkap Brimob, Positif Gunakan Narkoba 

1. Izin amdal mesti dipublikasi

Jalan menuju lokasi proyek PLTA Kayan milik KHE yang tak kunjung selesai (dok. Istimewa)

Yohana mengatakan, apabila proyek PLTA Kayan itu masih jalan di tempat, seharusnya baik Gubernur Kaltara maupun Bupati Bulungan segera melakukan peninjauan ulang terkait pekerjaan tersebut.

Sebab dengan tertutupnya informasi izin tersebut, artinya keseriusan perusahaan terkait keselamatan masyarakat patut dipertanyakan. 

"KHE ini sudah 8 tahun terlihat bingung. Kalau memang tak bisa mempublikasi (izin amdal dan KLHS), lebih baik disetop," tuturnya.

2. Berdampak pada dua desa

Skema amdal dan partisipasi warga. Sumber media.neliti.com

Bukan tanpa alasan izin tersebut mesti dibuka secara terang-benderang. Pasalnya proyek ini bisa berdampak pada dua desa, yakni Long Paleban dan Long Lejuh yang akan dijadikan dump kecil. 

Mau tak mau, sekitar 700 jiwa dan lima desa di bawahnya akan merasakan akibat dari pembangunan tersebut.

"Masyarakat setempat tak diberi ruang sehingga masyarakat kehilangan haknya. Di sini KHE sebagai pengelola seharusnya mengikuti kaidah persetujuan bebas, didahulukan, dan diinformasikan yang diatur dalam deklarasi PBB tentang Hak-hak Masyarakat Adat," jelasnya.

Setahunya, masyarakat di dua desa itu memang belum ditanyai soal proyek pembangunan PLTA tersebut.

Baca Juga: Proyek Jetty Kawasan Industri Kaltara Ditargetkan Rampung Akhir 2022

Berita Terkini Lainnya