TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

AJI Desak Presiden Jokowi Tak Turut Serta Memangkas Kewenangan KPK

RUU KPK mencederai reformasi pasca 1999

Dok.Biro Humas KPK

Samarinda, IDN Time - Seluruh Fraksi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam sidang paripurna yang digelar Kamis pekan lalu (5/9), menyepakati usulan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Anjuran ini mengejutkan banyak pihak mengingat revisi itu akan mengubah sejumlah ketentuan yang bisa melumpuhkan KPK dan melemahkan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Demikian dikatakan Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Abdul Manan dalam keterangan persnya Rabu (11/9).

1. Pegawai KPK menjadi ASN sama saja mematikan independensi

Dok.Biro Humas KPK

Informasi dihimpun IDN Times setidaknya ada 21 pasal di dalam draft RUU KPK yang punya semangat mengebiri lembaga anti-korupsi ini. Antara lain, soal status pegawai KPK yang dijadikan Aparatur Sipil Negara (ASN), penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan yang harus disetujui dewan pengawas, tak dibolehkannya KPK memiliki penyidik independen, penuntutan yang harus berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung, pengubahan kewenangan dalam mengelola Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

Menurut dia, pegawai KPK, kalau RUU ini disahkan, akan menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Itu sama saja menghilangkan independensi pegawai KPK dalam penanganan perkara karena sudah masuk barisan birokrat di bawah pengawasan eksekutif. Bila menyerempet, mutasi akan dilakukan oleh kementerian terkait.

"Hal ini tidak sesuai dengan prinsip independensi KPK seperti semangat saat lembaga ini didirikan pascareformasi 1999 lalu," tegasnya.

2. Aksi operasi tangkap tangan bisa lenyap dari KPK

Dok. Biro Humas KPK

Kata dia, dalam RUU itu juga diatur soal penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan yang harus mendapat persetujuan dari Dewan Pengawas. Ini akan mengebiri salah satu kewenangan penuh KPK yang selama ini cukup efektif dalam memerangi korupsi melalui operasi tangkap tangan (OTT) terhadap politisi, pejabat dan pengusaha yang terlibat korupsi.

"Dengan ketentuan ini, maka KPK akan sangat bergantung kepada Dewan Pengawas, lembaga yang orang-orangnya juga akan dipilih DPR," ujarnya.

3. Menutup peluang hadirnya penyelidik independen di luar Polri dan PPNS

Dok. Biro Humas KPK

Sekretaris Jenderal AJI, Revolusi Riza turut menambahkan, RUU itu juga akan membatasi pencarian sumber daya penyelidik dan penyidik KPK hanya dari Polri dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). Ini akan menghilangkan peluang KPK mencari penyelidik independen, yang selama ini terbukti memberi kontribusi penting bagi suksesnya kinerja KPK.

"Ketentuan ini juga bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang memperkuat dasar hukum bahwa KPK dapat mengangkat penyelidik dan penyidik sendiri," terangnya.

4. Kewenangan KPK dan koordinasi bukan supervisi saja

Dok. Biro Humas KPK

Revo, sapaan karibnya, menyatakan, bahkan kewenangan penuh KPK untuk melakukan penuntutan, juga akan dibatasi. Dalam RUU itu pula diatur bahwa KPK harus berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung dalam melakukan penuntutan, alias tak lagi bisa melakukan sendiri seperti selama ini. Kewenangan KPK untuk menangani LHKPN juga akan dicabut. Nantinya LHKPN itu akan dilakukan di masing-masing instansi.

"Kewenangan KPK direduksi hanya untuk koordinasi dan supervisi saja," sebutnya.

Berita Terkini Lainnya