TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kisah Ibu Tunanetra, Enggan Mengemis, Pilih Jual Ikan Asin demi Rezeki

Jalan kaki dari sejauh 8 kilometer untuk dapatkan rupiah

Misdah dan anaknya Maulida saat berjualan di trotoar Jalan Bhayangkara depan Taman Samarendah, Samarinda (IDN Times/Yuda Almerio)

Samarinda, IDN Times - Azan berkumandang memecah keheningan subuh. Sudah setengah jam, Misdah terjaga dari tidur lelapnya. Ia tak ingat lagi mimpi yang menemani tidurnya malam itu. Setelah mencuci muka dan mengambil wudu, dia beranjak dari tilam lantas menunaikan salatnya.

“Ibadah itu penting, apa yang handak (akan) dibawa kaina (nanti) pas mati (meninggal),” ujarnya berkisah kepada IDN Times pada Rabu (20/5) siang saat ditemui di Taman Samarendah, Jalan Bhayangkara dengan logat khas Banjar, Kalimantan Selatan.

Baca Juga: Kadisdik Balikpapan: Virus Corona Sebabkan Pembelajaran Tak Tuntas

1. Misdah dituntun putrinya yang berusia 5 tahun, keduanya jalan kaki sejauh 8 kilometer

Misdah dan anaknya Maulida saat berjualan di trotoar Jalan Bhayangkara depan Taman Samarendah, Samarinda (IDN Times/Yuda Almerio)

Sebelum berjualan ikan asin di kawasan kota Samarinda, saban hari Misdah rutin ibadah. Dia tak pernah meninggalkan salatnya. Itu pula yang membuatnya bersyukur selama ini, walau tak bisa melihat sejak lahir. Buta bukan petaka, tak pula dijadikan alasan untuk meminta-minta. Itu sebab dirinya memilih berjualan ikan asin demi menyambung hidup. Ikan ia ambil dari tetangga yang memproduksi ikan asin.

Bersama Maulida, putrinya yang berusia 5 tahun, dia berjalan kaki dari rumahnya di Jalan Reel Sei Keledang, Kelurahan Sungai Keledang, Kecamatan Samarinda Seberang menuju kota.

Jaraknya sekitar 8 kilometer. Terkadang dia juga diantar tetangga yang menuju kota. Itu pun kalau ada yang menawari, bila tak ada, bukan masalah. Kedua kakinya masih kuat melangkah.

“Syukur kalau lewat Jembatan Mahakam ada jalur khusus bagi pejalan kaki,” terang perempuan berusia 37 tahun ini.

2. Jualan berpindah-pindah demi menjemput rupiah

(IDN Times/Yuda Almerio)

Dituntun anaknya, Misdah berjalan penuh semangat dengan dagangannya di dalam tas. Tujuannya beragam mulai dari Jalan KS Tubun, Jalan Siradj Salman, Jalan Kusuma Bangsa dan Jalan Slamet Riyadi. Lokasi berjualan tak tentu.

Namun pertama dipilih adalah yang terdekat yakni Jalan Slamet Riyadi di kawasan Karang Asam. Setelah satu jam lebih berjalan kaki, keduanya tiba di lokasi. Duduk di atas trotoar kemudian menggelar dagangannya di atas kotak kardus bekas, Misdah dan anaknya mulai berdagang.

Sambil menyeka peluh di wajahnya harapan Misdah terbang tinggi kepada Sang Khalik. Berdoa agar dagangannya habis terjual. Ketika ada pelanggan yang hendak membeli, anaknya, Maulida, memanggil sang ibu.

Dengan semangat, Misdah memberi informasi harga ikan asin berdasarkan ukuran dan jenisnya. Ada yang Rp20 ribu ada pula yang Rp35 ribu. Sehari dia bisa dapat Rp50-100 ribu. 

“Sudah dua tahun ini jualan. Bujur kaya (seperti) ini daripada minta-minta, kada (tidak) pernah ulun (saya) kaya itu. Tapi amunnya (kalau) ada yang membari (memberi) diambil saja, namanya rezeki,” sebutnya.

3. Selalu menolak disebut pengemis, karena dirinya masih mampu berjualan

Misdah saat menjual ikan asin di Taman Samarendah, Samarinda (IDN Times/Yuda Almerio)

Perlahan-lahan mentari menanjak tinggi, keduanya kemudian melanjutkan perjalanan ke Jalan Bhayangkara melewati kantor Gubernur Kaltim. Sepekan lalu, dirinya sempat ditegur Satpol PP karena dituding pengemis, namun dengan tegas Misdah kukuh menyebut dirinya tidak demikian.

Setelah sampai di Jalan Bhayangkara persisnya di depan Taman Samarendah, ia kembali membuka lapaknya. Ibu tiga anak ini semangat jualan demi menjemput rezeki sebab ia merasa sangat malu jika harus mengemis.

Amunnya (kalau) masih kawa bejalan (bisa berjalan) ditekuni haja (saja), rezeki sudah diatur sama Allah,” katanya.

Baca Juga: Miliki 800 Gerai, Ini Kisah Sukses 'Radja Cendol' Danu Sofwan 

Berita Terkini Lainnya