TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Membunuh dengan Perlahan, Saksi Unmul Menolak Revisi UU KPK 

Dewan pengawas bisa mengebiri kapabiltas KPK

Dok.Biro Humas KPK

Samarinda, IDN Times- Wacana revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) tak ubahnya operasi dalam diam untuk melemahkan lembaga anti rasuah. Padahal saat ini konsentrasi publik belum bergeser untuk menolak calon pimpinan KPK bermasalah.

Demikian dikatakan Ketua Pusat Studi Anti Korupsi (Saksi) Fakultas Hukum Universitas Mulawarman (Unmul), Herdiansyah Hamzah, Senin (9/9).

Lebih lanjut, dosen yang karib disapa Castro tersebut menerangkan, upaya pelemahan ini jelas merupakan reaksi balik dari para koruptor, teman-teman koruptor, dan tentu saja yang akan jadi koruptor pada masa mendatang.

"Bagi kami, rencana revisi UU KPK merupakan upaya sistematis untuk melumpuhkan dan membunuh KPK secara perlahan," terangnya.

Baca Juga: Koalisi Masyarakat Sipil: Jokowi Harus Tegas Lawan Pelemahan KPK

1. KPK di bawah eksekutif sama saja mempermudah DPR mengeluarkan hak angket

Dok.IDN Times/Istimewa

Informasi yang dihimpun IDN Times setidaknya ada beberapa poin yang menjadi sorotan, misal dari sisi dewan pengawas, izin penyadapan, ditarik menjadi bagian dari eksekutif, tak ada lagi penyidik independen dan kewenangan menghentikan penyidikan sebuah perkara. Sejumlah kapabilitas hendak dikebiri, kata Castro, sebab itu Saksi Unmul dengan tegas menolak hal tersebut. Setidaknya ada 53 dosen yang mendukung seruan ini.

Dia kemudian melanjutkan, saat KPK ditarik menjadi bagian eksekutif atau pemerintahan maka logika hukum ketatanegaraan sudah menyimpang. Sebab lembaga anti rasuah tidak berada di bawah kekuasaan eksekutif, legislatif maupun yudikatif. KPK adalah lembaga negara independen (auxiliary state's organ) yang bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.

"Sederhananya niat menempatkan KPK di bawah kekuasaan eksekutif, sudah pasti mempermudah parlemen untuk mengajukan hak angket kepada KPK," tegasnya.

2. Dewan pengawas akan mematikan langkah KPK

Dok.Biro Humas KPK

Dia menuturkan, saat KPK hendak melakukan penyadapan terhadap target operasi harus dapat izin dari dewan pengawas, maka ini adalah cara mematikan langkah lembaga anti rasuah dalam penyelidikan, sebab metode tersebut merupakan salah satu andalan KPK. Restu dari dewan pengawas, harus dipahami sebagai kontrol mutlak terhadap penyadapan KPK.

"Dengan demikian, hampir dipastikan Operasi Tangkap Tangan (OTT) tidak akan pernah terjadi," imbuhnya.

Kata Castro, ketika KPK dintegrasikan penuh ke dalam sistem peradilan pidana konvensional sesuai dengan hukum acara yang berlaku. Misal, dari penyelidik harus dari kepolisian, tidak diperbolehkannya penyidik independen, hingga penuntutan yang diharuskan berkoordinasi dengan kejaksaan agung. Ini jelas mematikan kekhususan KPK yang diberikan undang-undang secara atributif.

"Bukankah untuk melawan kejahatan korupsi yang luar biasa, harus dilakukan dengan cara-cara luar biasa pula?" sebutnya lalu menambahkan, "Bukan dengan cara konvensional yang selama ini terbukti tidak ampuh."

Baca Juga: DPR Revisi UU KPK, Begini Reaksi Kemarahan Pimpinan Komisi Antirasuah

Berita Terkini Lainnya