Pengamat Hukum Agraria: Lahan Negara di Ibu Kota Baru Tak Bisa Dijual
Banyak pertimbangan bila hendak menjual tanah negara
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Samarinda, IDN Times - Presiden Joko 'Jokowi' Widodo sedang menyusun skema pemindahan ibu kota negara ke Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara, Provinsi Kalimantan Timur tanpa harus memakai ongkos dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Salah satu caranya ialah menjual tanah yang dikuasai negara di kawasan ibu kota baru. Langkah tersebut dinilai bisa menutupi besarnya ongkos pemindahan ibu kota, dan yang menjadi sasaran adalah individu tepatnya kaum millennial, bukan korporasi.
Baca Juga: Ibu Kota Pindah, Harga Tanah di Penajam Paser Utara Meroket
1. Tanah negara tak bisa dijual
Dari kalkulasi tanah bakal dijual dengan sekitar harga Rp 2 juta per meter persegi. Uang tersebut cukup membantu pembangunan ibu kota negara. Namun dalam prosesnya tentu ada ketentuan, yakni tanah yang dibeli harus dibangun dalam waktu dua tahun setelah transaksi. Jika lewat batas itu, negara berhak mengambil alih lahan melalui badan otoritas ibu kota baru.
Menanggapi hal tersebut, pengamat hukum agraria dari Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda, Haris Retno Susmiyati, menyebut rencana kepala negara itu perlu dikaji dengan matang. Paling krusial itu mengenai legalitas lahan milik negara.
"Menurut hukum agraria, lahan negara tidak bisa dijual kepada swasta atau perseorangan atau pihak lain," ucapnya pada Ahad (8/9).
Baca Juga: Rekor Jembatan Terpanjang di Indonesia Ada di Ibu Kota Baru