Sidang Dugaan Kasus Makar Aktivis Papua di Balikpapan Hujan Interupsi
Penasihat hukum terdakwa sebut ahli bahasa tak kompeten
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Balikpapan, IDN Times - Sidang lanjutan perkara dugaan makar kembali digelar pada 20 April 2020 di Pengadilan Negeri Balikpapan.
Agenda pemeriksaan ahli yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Papua terhadap terdakwa Irwanus Uropmabin dan Buchtar Tabuni digelar daring atau online via aplikasi Zoom dan dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Sutarmo pada pukul 12.30 Wita.
Sidang kali ini ahli bahasa dihadirkan oleh JPU Papua. Adalah Aprinus Salam, Dosen Fakutas Sastra dan Budaya Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Dia dimintai keterangan bertalian ilmu yang dimilikinya. Secara umum dalam persidangan untuk masing-masing terdakwa, ahli menerangkan arti kata makar dan referendum.
Selain itu ahli juga menerangkan soal hak-hak individu untuk ungkapkan pendapat di depan umum harus dihormati, sepanjang itu tidak bertentangan atau melanggar dengan kesepakatan nasional. Misalnya, bendera negara, lagu kebangsaan, dan lambang negara.
Baca Juga: Didakwa Makar, Aktivis KNPB: Memerdekakan Papua itu Hak Orang Papua
1. Keterangan dari ahli bahasa dinilai parsial oleh penasihat hukum terdakwa
Salah satu penasihat hukum terdakwa, Bernard Marbun saat dimintai keterangan usai persidangan menerangkan, apa yang diterangkan ahli terkesan parsial, tak holistik dan komprehensif.
Selain itu dirinya juga mempertanyakan independensi dari ahli sebab keterangan yang dinyatakan seolah menjustifikasi yang dilakukan terdakwa pasti salah.
“Persidangan ini adalah pemeriksaan ahli bahasa untuk perkara dari terdakwa Irwanus Uropmabin maupun Buchtar Tabuni, tetapi menurut kami selaku penasihat hukum terdakwa, ahli itu sangat rancu. Menerangkan hanya sebagian-sebagian dan tidak sama sekali mendalilkan teori dalam keilmuannya,” katanya dalam keterangan pers yang diterima IDN Times pada Rabu (22/4).
Baca Juga: Sidang Kedua Kasus Makar, Kuasa Hukum: Surat Dakwaan Tidak Sah