Batik Buah Baqa Motif Asli Ciptaan Pengrajin dari Samarinda

Bertepatan hari batik nasional

Samarinda, IDN Times - Pengrajin seni batik bukan lagi jadi dominasi seniman asal Jawa. Faktanya, bermunculan pengrajin-pengrajin seniman batik dari seantero nusantara di mana salah satunya berasal dari Samarinda Kalimantan Timur (Kaltim). 

Seperti yang digeluti pengrajin batik di Samarinda Seberang Silvi Videarti. Ibu rumah tangga ini menciptakan satu motif batik sendiri mencerminkan nuansa kampung halamannya di Baqa, salah satu nama kelurahan di Samarinda Seberang. 

“Kita ciptakan ukiran baru untuk batik di Samarinda, selama ini dunia tanya batik itu Jawa. Memang sejarahnya begitu, tapi kita sebagai bagian dari nusantara yang memiliki keanekaragaman budaya, ya memang harus dikenalkan,” Kata Vivi sapaan akrab pengrajin batik Samarinda, Sabtu (2/10/2021).

1. Filosofi batik buah baqa khas Samarinda

Batik Buah Baqa Motif Asli Ciptaan Pengrajin dari SamarindaMotif batik buah baqa karya pengrajin asal Samarinda Kaltim. (IDN Times/Nina)

Seni kain batik sudah mendunia di mana hampir setiap bangsa tahu bahwa kain ini menjadi ciri khas bangsa Indonesia. Tren kain batik pun sudah merambah hingga kelompok generasi muda millennials di tanah air. 

Sehingga tak mau kalah, Vivi ikut memperkaya seni batik dengan membawa nama batik Samarinda motif buah baqa. Filosofinya menggambarkan tentang kemakmuran dan kejayaan Kota Samarinda dari zaman dulu hingga sekarang. 

Baqa merupakan nama dari suatu kampung yang berada di Samarinda Seberang. Merupakan daerah tertua di Samarinda dan juga cikal bakal berdirinya Kota Samarinda di zaman Kesultanan Kutai.

Di mana daerah ini berada di ujung sebelah barat dari posisi geografis kota Samarinda. Kampung Baqa tersebut berada di sekitar pinggiran Sungai Mahakam yang dulunya banyak tumbuh pohon baqa atau lebih dikenal dengan sebutan pohon sukun. 

Buah itu sekilas hampir sama dengan buah nangka. Buah baqa atau sukun ini memiliki daging buah berwarna putih dan empuk juga manis saat matang. Pohon baqa itu setiap berbuah akan menghasilkan buah yang banyak dan memiliki kandungan karbohidrat yang sebanding dengan beras maupun kentang. 

“Saya terinspirasi untuk melestarikan nama kampung tersebut dengan menuangkannya dalam motif batik Baqa, ini agar kampung kami bisa lestari dan dijadikan sebagai kearifan lokal daerah di Samarinda,” ungkap Vivi.

Baca Juga: Rumah Sakit Korpri di Samarinda Dibangun dengan Konsep Anti Banjir

2. Jatuh cinta pada batik sudah sejak sekolah.

Batik Buah Baqa Motif Asli Ciptaan Pengrajin dari SamarindaPengrajin kain batik dari Samarinda Kalimantan Timur. (IDN Times/Nina)

Wanita yang murah senyum itu mengaku, mulai menyukai motif batik sejak bersekolah di tingkat menengah atas. Karena saat itu, ia mengenal batik dalam kegiatan ekstrakurikuler di sekolahnya. Ketertarikannya dengan motif batik membuat ia berusaha kuat agar tidak pernah meninggalkan mata pelajaran tambahan di sekolah itu.

“Saya akhirnya bisa terjun pada tahun 2017, mulai belajar untuk memang bisa menjadi pengrajin batik. Dan mimpi saya menciptakan karya khusus untuk kampung saya,” paparnya.

Meski banyak menerima orderan, Vivi masih harus dihadapkan dengan berbagai kendala, salah satunya ialah bahan baku untuk membuat batik. Pasalnya, bahan baku batik sulit di temukan di Samarinda hingga di seluruh Kalimantan. 

“Bahan baku ini masih sulit, karena masih bahan bahan itu cuma ada di Pulau Jawa. Seperti Jakarta, Bali, Jogja dan sekitar sana saja. Samarinda tidak pernah saya dapat,” imbuhnya.

3. Pengrajin batik di Samarinda kebanjiran order selama pandemik

Batik Buah Baqa Motif Asli Ciptaan Pengrajin dari SamarindaPengrajin kain batik dari Samarinda Kalimantan Timur. (IDN Times/Nina)

Meskipun begitu, motif baqa ternyata bisa membawa keberuntungan bagi pengrajin Samarinda ini. Selama masa-masa pandemik COVID-19, Vivi bersyukur karyanya malah banjir pesanan selama dua tahun belakangan ini. 

Tak hanya itu, ia juga harus meluangkan waktu lebih banyak, karena banyaknya peserta didik yang mendaftarkan diri untuk belajar membatik.

“Saya pikir selama pandemik ini bakal kesulitan, ternyata tidak. Saya malah bersyukur sekali. Saya kebanjiran orderan dan peserta didik,” terangnya.

Kebanyakan peserta didik yang ia terima berlatar belakang sebagai ibu pekerja kantoran. Vivi memperkirakan, akibat bekerja dari rumah bisa membuat mereka tak betah dan memilih untuk melatih diri dengan membatik. Selain itu, tak sedikit di antara mereka adalah para mahasiswa yang tertarik dengan seni gambar batik Samarinda. 

“Saya pikir mereka sumpek ya bekerja di rumah karena WFH, jadi mendaftar untuk belajar membatik. Tapi karena pandemik, saya harus atur waktu yang benar, kan tidak boleh berkumpul. Paling maksimal 6 orang yang bisa saya ajarin dengan waktu 3 jam pertemuan,” ceritanya.

Baca Juga: Unmul Samarinda Kembangkan Infrastruktur Kampus hingga Telan Rp624 M

Topik:

  • Sri Wibisono

Berita Terkini Lainnya