Kisah Nenek Zahra yang Hidup Sebatang Kara di Perbatasan Kaltara

Gubernur Kaltara gendong sendirian Nenek Zahra

Balikpapan, IDN Times - Pandemik COVID-19 membuat terpuruk perekonomian mayoritas masyarakat Indonesia. Penyesuaian gaji sesuai kondisi perusahaan, persoalan pemutusan hubungan kerja, hingga terbatasnya peluang lapangan kerja. 

Bisa dikatakan, selama pandemik bertambah besar persentase kelompok masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan.

Namun bagi Nenek Zahra kondisi kemiskinan seperti itu sudah jadi makanan sehari-hari. Pasalnya, hampir seluruh jalan hidupnya dihabiskan dengan kesengsaraan. Hidup sebatang kara, serba kekurangan, makan dan minum mengandalkan belas kasihan tetangga, hingga status kependudukan sebagai warga negara yang jadi pertanyaan. 

Tidur sembari menahan lapar sudah jadi rutinitas keseharian nenek yang bahkan lupa usianya secara pasti. 

Nenek tua renta ini hidup sendirian di gubuk reyot di Kecamatan Tanjung Palas Bulungan Kalimantan Utara (Kaltara). 

“Dulunya saya tinggal di Desa Mara I Kecamatan Tanjung Palas Barat, tapi begitu suami saya meninggal langsung pindah dan tinggal sendiri di gubuk di tengah semak belukar,” kata nenek tua yang cukup fasih berbahasa Indonesia, Minggu (8/8/2021).

1. Nenek Zahra tinggal di pondok yang tidak layak

Kisah Nenek Zahra yang Hidup Sebatang Kara di Perbatasan KaltaraNenek Zahra tinggal sendirian di gubuk reyot Bulungan Kalimantan Utara. Foto istimewa

Nenek Zahra tinggal di gubuk yang tidak layak dihuni manusia ukuran 2 x 2 meter tanpa listrik apalagi air bersih. Beratap dan dinding seng lapuk dengan pilar kayu yang sudah dimakan usia.

Di gubuk reyot ini, Nenek Zahra terpaksa tinggal seorang diri setelah suaminya meninggal dunia. Demikian pula kedua orang anaknya yang memiliki kondisi ekonomi yang kurang lebih sama sehingga memilih untuk hidup terpisah.

Untuk bertahan hidup, Nenek Zahra menggantungkan dari belas kasihan masyarakat sekitar. 

Sebelum tinggal di tengah semak belukar, dikisahkan Nenek Zahra, dirinya sempat tinggal dan mendirikan pondok di pinggir jalan poros Bulungan-Malinau. Hanya saja, pondok yang ditempatinya itu tidak bertahan lama, lantaran sempat dibakar oleh orang tidak bertanggung jawab.

Setelah kejadian itu, warga yang merasa prihatin kemudian meminjamkan lahannya untuk didirikan pondok sederhana Nenek Zahra. 

Meskipun begitu, berjalannya waktu kondisi gubuk kini sudah hampir roboh dengan lubang di mana-mana. Akibatnya, gubuk Nenek Zahra tidak jarang dimasuki ular serta hewan liar lain. Belum lagi saat musim penghujan datang, ia terpaksa basah kuyup terkena air hujan yang menerobos masuk lewat lubang di atap gubuknya. 

Mengingat, seluruh bagian gubuk sudah banyak berlubang dan hanya ditutupi kain bekas seadanya.

“Tinggal di pondok ini sudah sekitar 10 tahun lebih, lahannya punya orang dan waktu mendirikan pondok juga dibantu warga sekitar,” terang Nenek Zahra.

2. Kehidupan ekonomi Nenek Zahra yang mengandalkan belas kasihan tetangga

Kisah Nenek Zahra yang Hidup Sebatang Kara di Perbatasan KaltaraNenek Zahra di gubuk reyot di Bulungan Kalimantan Utara. Foto istimewa

Untuk dapat bertahan hidup hingga sekarang ini, Nenek Zahra hanya mengandalkan dagangannya yang didapat dari sekitar pondok seperti kangkung yang tumbuh liar atau memancing ikan gabus di sungai. Kemudian hasilnya dijual kepada warga yang melintas atau mendatangi rumah warga satu per satu.

Saat menjajakan dagangannya, warga sekitar tidak jarang memberikan beras, mi instan dan lauk pauk lainnya. Hanya saja, diakui Nenek Zahra, meski ada lauk pauk dirinya kerap tidak makan dan terpaksa menahan lapar lantaran stok beras miliknya telah habis.

“Warga biasa memberikan lauk pauk, tapi tidak bisa makan karena tidak ada beras untuk dimasak menjadi nasi,” ungkapnya. 

Apalagi usia senja, Nenek Zahra tidak bisa bergantung hidup dengan kedua anaknya. Sejak mereka masih bocah, ia menyebutkan, anak-anaknya sudah dititipkan bersama orang lain. Anak-anaknya dirawat orang lain lantaran hidupnya yang sangat susah. Ini pula yang menyebabkan hubungan mereka bisa disebut tak terlalu akrab. 

Meskipun begitu, Nenek Zahra pun kerap membagikan paket bantuan dari warga untuk diberikan pada anaknya saat mereka  berkunjung.  

“Kadang anak saya datang, tapi tidak banyak bisa membantu, bahkan jika ada bantuan lebih dari warga sekitar saya bagi lagi untuk anak-anak saya,” tuturnya.

Baca Juga: Pandemik COVID-19 Makin Meningkat di Perbatasan Kaltara 

3. Tidak memiliki KTP sehingga tidak memperoleh bantuan dari pemerintah

Kisah Nenek Zahra yang Hidup Sebatang Kara di Perbatasan KaltaraGubuk tempat tinggal Nenek Zahra di kebun warga Bulungan Kalimantan Utara. Foto istimewa

Sejak belasan tahun menempati gubuk yang nyaris roboh itu, Nenek Zahra tidak pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah, terlebih lagi di masa pandemik COVID-19.

Bukan tanpa sebab Nenek Zahra tidak pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah. Ia memang tidak terdata dalam sistem kependudukan di negeri ini, bahkan ia tidak memiliki  kartu tanda penduduk (KTP) diterbitkan Kabupaten Bulungan. 

Bahkan, saat ditanyai berapa usianya saat ini, Nenek Zahra tidak mengetahui secara persis berapa usianya kini. Ia hanya sempat mengingat sempat mencicipi masa-masa kecil di zaman penjajahan kolonial Belanda dan Jepang di Kalimantan. 

“Yang bantu selama ini hanya warga sekitar, kalau dari pemerintah tidak pernah, jangankan dapat bantuan dari pemerintah KTP atau kartu pengenal lainnya saja saya tidak punya,” sebutnya.

4. Gubernur Kaltara mendatangi gubuk reyot Nenek Zahra

Kisah Nenek Zahra yang Hidup Sebatang Kara di Perbatasan KaltaraGubernur Kaltara Zainal Arifin Paliwang menggendong sendirian Nenek Zahra. Foto istimewa

Kondisi memprihatinkan Nenek Zahra ternyata sampai ke telinga Gubernur Kaltara Zainal Arifin Paliwang. Bersama istri dan staf Gubernur Kaltara, ia pun mendatangi langsung ke gubuk reyot Nenek Zahra. 

Tidak hanya melihat kondisi Nenek Zahra, rombongan Zainal juga memberikan bantuan secara langsung berupa bahan makan dan perlengkapan lainnya untuk warganya ini. 

Dalam kesempatan itu, Zainal dibantu staf merenovasi gubuk yang nyaris ambruk ini agar lebih layak untuk ditempati. Gubernur pun tidak segan menggendong sendirian Nenek Zahra untuk dipindahkan ke rumah warga sekitar. 

5. Warga diminta melapor saat ada warga yang mengalami kesusahan

Kisah Nenek Zahra yang Hidup Sebatang Kara di Perbatasan KaltaraGubernur Kaltara Zainal Arifin Paliwang membantu proses renovasi gubuk Nenek Zahra. Foto Istimewa

Nenek Zahra memang sedang sakit akibat tertabrak kendaraan. 

“Jadi yang pertama kali mendapatkan informasi ini istri saya, bahwasanya ada rumah tidak layak huni kalau kasarnya seperti kandang ayam, yang ditempati nenek Zahra,” ujarnya. 

Zainal ingin memberikan bantuan secara langsung terhadap kondisi dialami Nenek Zahra. 

“Begitu mendapatkan informasi, saya bersama keluarga, seluruh staf di rumah jabatan dan sahabat langsung mendatangi rumah Nenek Zahra, untuk memberikan bantuan dan merenovasi tempat tinggalnya,” tambahnya. 

Zainal meminta masyarakat Kaltara aktif melaporkan saat mengetahui tetangganya sedang mengalami kesusahan. Seperti yang kali ini dialami Nenek Zahra untuk melapor ke pihak terkait agar dapat segera ditangani. 

“Insya Allah akan segera saya tindak lanjuti laporan itu, karena saya tidak mau melihat lagi ada warga yang kesusahan seperti yang dialami Nenek Zahra,” harapnya.

Baca Juga: Berbisnis di Perbatasan, WNA Pakistan Malah Ditangkap Imigrasi Kaltara

Topik:

  • Sri Wibisono

Berita Terkini Lainnya