Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Gak Pernah Cukup Produktif? Bisa Jadi Terkena Productivity Dysmorphi!

ilustrasi lelah (pexels.com/Kaboompics)

Balikpapan, IDN Times - Pernah gak sih kamu ngerasa udah kerja keras seharian, tapi tetap aja merasa gak produktif dan gak puas sama hasilnya? Padahal, to-do list udah hampir penuh centang, tapi hati tetap gak tenang. Nah, hati-hati, bisa jadi kamu lagi mengalami productivity dysmorphia.

Fenomena ini makin sering dialami pekerja modern, apalagi di era serba digital kayak sekarang. Productivity dysmorphia bikin kita terus merasa kurang, gampang bandingin diri dengan orang lain, dan akhirnya malah kelelahan mental. Kalau dibiarkan, bisa-bisa berujung ke burnout, lho.

Biar kamu makin aware, yuk kenali 5 tanda kamu mungkin sedang terjebak dalam productivity dysmorphia!

1. Susah banget menghargai pencapaian sendiri

ilustrasi bekerja (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

To-do list udah hampir habis, kerjaan berat udah kelar, tapi kamu tetap merasa belum ngapa-ngapain? Ini tanda paling umum productivity dysmorphia. Kamu cenderung fokus ke apa yang belum dikerjain, bukan apa yang udah berhasil dicapai.

2. Merasa tertinggal, padahal kerja kamu udah gila-gilaan

ilustrasi lelah (pexels.com/Mikhail Nilov)

Pernah ngerasa orang lain jauh lebih produktif dari kamu? Padahal kamu juga kerja dari pagi sampai malam. Productivity dysmorphia bikin kamu lupa betapa kompleksnya tugas yang udah kamu selesaikan—dan malah cuma fokus ke kuantitas, bukan kualitas.

3. Gak bisa menikmati momen setelah capai target

ilustrasi bekerja (pexels.com/Ketut Subiyanto)

Baru aja selesai satu proyek besar, eh otak kamu udah langsung mikir: “Next apa nih?” Rasa puas yang seharusnya muncul malah digantikan kecemasan baru. Hidup serasa di treadmill: terus lari, tapi gak pernah sampai tujuan.

4. Suka bandingin dengan orang lain di medsos

ilustrasi lelah (pexels.com/Keira Burton)

Lihat orang lain posting produktif seharian di Instagram atau TikTok bikin kamu langsung merasa gak cukup. Padahal kamu cuma lihat highlight-nya, bukan proses di balik layar. Akhirnya kamu bikin standar produktivitas yang gak realistis, dan makin susah merasa cukup.

5. Merasa bersalah kalau istirahat

ilustrasi lelah (pexels.com/Kaboompics)

Kamu udah kerja 10 jam, tapi pas rebahan 15 menit langsung ngerasa gak produktif dan nyalahin diri sendiri? Productivity dysmorphia bikin kamu ngerasa istirahat itu mewah dan gak pantas. Padahal, tanpa istirahat yang cukup, produktivitas malah bisa turun drastis, lho.


Jangan Biarkan Produktivitas Mengendalikan Hidupmu
Kalau kamu mulai ngerasa nilai dirimu cuma diukur dari seberapa banyak yang kamu kerjakan, saatnya tarik napas dan evaluasi ulang. Produktivitas itu penting, tapi bukan satu-satunya hal yang mendefinisikan dirimu.

Ingat, hidup gak cuma soal ngejar target. Ada juga hubungan sosial, waktu istirahat, self-care, dan momen-momen kecil yang layak disyukuri. Yuk mulai hargai tiap progress, sekecil apapun. Belajar menikmati proses, bukan cuma hasil akhirnya.

Dengan hubungan yang lebih sehat sama produktivitas, kamu bukan cuma jadi lebih bahagia—tapi juga bisa jadi lebih produktif secara alami.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
SG Wibisono
EditorSG Wibisono
Follow Us