Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Dari Sakit Jadi Kuat: 6 Cara Berdamai dengan Masa Lalu Menurut Psikologi

Seorang wanita sedang menikmati pemandangan.
Ilustrasi Cara Psikologis untuk Berdamai dengan Masa Lalu. (pexels.com/Trần Long)

Setiap orang memiliki masa lalu — ada yang manis, ada pula yang menyisakan luka. Namun, tak semua orang mampu benar-benar berdamai dengannya. Sebagian terus terjebak dalam rasa bersalah, penyesalan, atau trauma yang seolah tak kunjung usai. Padahal, masa lalu bukan untuk dihapus, melainkan dipahami dan diterima sebagai bagian dari perjalanan hidup.

Dalam psikologi, berdamai dengan masa lalu bukan berarti melupakan, tapi menata ulang makna dari setiap pengalaman. Menurut terapi kognitif dan psikologi klinis, seseorang bisa hidup lebih tenang ketika ia mampu mengolah masa lalunya menjadi sumber kekuatan, bukan beban. Proses ini memang tidak instan — butuh kesadaran, penerimaan, dan keberanian untuk menghadapi diri sendiri.

Berikut enam cara psikologis yang bisa membantu kamu perlahan berdamai dengan masa lalu, agar yang dulu menyakitkan bisa menjadi pelajaran yang memerdekakan.

1. Akui rasa sakit yang pernah ada

Ilustrasi metode efektif untuk membantu kamu meredakan kegelisahan. (pexels.com/Rizky Sabriansyah)
Ilustrasi metode efektif untuk membantu kamu meredakan kegelisahan. (pexels.com/Rizky Sabriansyah)

Langkah pertama menuju kedamaian adalah berani mengakui bahwa kamu pernah terluka. Dalam psikologi trauma, penolakan terhadap rasa sakit justru memperpanjang penderitaan. Banyak orang berusaha menutupi luka batin dengan kesibukan, candaan, atau berpura-pura kuat, padahal hati mereka belum benar-benar sembuh.

Mengakui rasa sakit bukan tanda kelemahan, melainkan bentuk keberanian. Kamu bisa menulis perasaanmu, berbicara pada orang yang dipercaya, atau sekadar menangis tanpa merasa bersalah. Dengan mengizinkan diri merasakan emosi yang selama ini ditekan, kamu memberi ruang bagi jiwa untuk bernapas dan mulai pulih.

2. Hentikan kebiasaan menyalahkan diri sendiri

Seorang wanita sedang menikmati pemandangan.
Ilustrasi Cara Psikologis untuk Berdamai dengan Masa Lalu. (pexels.com/Trần Long)

Salah satu penghambat terbesar untuk berdamai dengan masa lalu adalah rasa bersalah yang berlebihan. Dalam psikologi kognitif, ini disebut self-blame distortion — pola pikir keliru yang membuat seseorang menanggung tanggung jawab secara tidak proporsional.

Padahal, di masa lalu kamu mungkin belum tahu sebaik sekarang, belum sekuat sekarang, atau belum punya pilihan lain yang lebih baik. Berhentilah menuntut versi lamamu untuk sempurna. Katakan pada diri sendiri, “Aku dulu melakukan yang terbaik dengan kemampuan yang aku punya saat itu.” Kalimat sederhana ini bisa membantu mengganti rasa bersalah menjadi penerimaan diri.

3. Ubah cara pandang terhadap pengalaman

Ilustrasi tanda kamu sosok yang tidak mudah dipandang remeh. (pexels.com/Leeloo The First)
Ilustrasi tanda kamu sosok yang tidak mudah dipandang remeh. (pexels.com/Leeloo The First)

Psikologi positif mengajarkan bahwa setiap peristiwa hidup bisa dilihat dari dua sisi: sebagai luka, atau sebagai pelajaran. Mengubah cara pandang (reframing) bukan berarti menipu diri, tetapi memberi makna baru yang lebih sehat terhadap pengalaman masa lalu.

Alih-alih berkata, “Aku disakiti,” kamu bisa melihatnya sebagai, “Aku belajar bagaimana memperlakukan diriku dengan lebih baik.” Dengan cara ini, kamu tidak lagi menjadi korban masa lalu, tapi seseorang yang tumbuh dan belajar darinya. Semakin kamu mengubah makna, semakin besar kekuatan yang kamu miliki untuk melangkah maju.

4. Maafkan, bukan karena mereka benar, tapi karena kamu layak tenang

Ilustrasi tips memaafkan diri sendiri untuk mengatasi rasa bersalah. (pexels.com/Alexey Demidov)
Ilustrasi tips memaafkan diri sendiri untuk mengatasi rasa bersalah. (pexels.com/Alexey Demidov)

Banyak orang enggan memaafkan karena menganggapnya sama dengan membenarkan kesalahan orang lain. Padahal, dalam psikoterapi, memaafkan berarti melepaskan beban emosional yang mengikatmu pada masa lalu — bukan melupakan, apalagi membenarkan perbuatannya.

Kamu bisa mulai dengan mengakui rasa marah dan kecewa, lalu perlahan berkata pada diri sendiri, “Aku memilih untuk tidak membawa rasa sakit ini lagi.” Proses ini mungkin butuh waktu, tapi setiap langkah kecil menuju keikhlasan akan membuat hatimu lebih ringan. Ingat, memaafkan bukan hadiah untuk orang lain, tapi hadiah untuk dirimu sendiri agar bisa hidup dengan lebih damai.

5. Fokus pada kehidupan saat ini

Ilustrasi tanda bahwa kamu lebih pintar dari yang kamu bayangkan. (pexels.com/Vlada Karpovich)
Ilustrasi tanda bahwa kamu lebih pintar dari yang kamu bayangkan. (pexels.com/Vlada Karpovich)

Salah satu alasan seseorang sulit berdamai dengan masa lalu adalah karena pikirannya terus hidup di sana. Psikologi mindfulness mengajarkan pentingnya hadir sepenuhnya di momen kini — the power of now.

Cobalah melatih kesadaran sederhana: menikmati aroma kopi, merasakan angin pagi, atau mendengarkan musik tanpa distraksi. Latihan ini membantu otak keluar dari mode “penyesalan masa lalu” dan beralih ke mode “penerimaan masa kini.” Semakin sering kamu melakukannya, semakin mudah bagimu untuk melepaskan beban lama yang tak perlu dibawa lagi.

6. Jadikan masa lalu sebagai bahan refleksi, bukan penjara

Perempuan sedang menikmati alam.
Ilustrasi Ciri Kamu Dewasa oleh Pengalaman Hidup yang Kamu Jalani. (pexels.com/EGO AGENCY)

Dalam psikologi eksistensial, masa lalu adalah bagian penting dari identitas manusia. Namun, ia bukan penjara, melainkan bahan refleksi untuk memahami siapa dirimu sekarang. Saat kamu berani menengok masa lalu dengan kesadaran dan kebijaksanaan, kamu akan menyadari bahwa bahkan luka pun berperan membentuk versi terbaik dari dirimu hari ini.

Luangkan waktu untuk merenung: apa yang sudah kamu pelajari dari semua itu? Bagaimana pengalaman tersebut membentuk caramu melihat dunia? Dengan refleksi yang jujur, kamu bukan hanya berdamai, tapi juga bertumbuh.

Masa lalu bukan cerita yang harus ditangisi terus-menerus, melainkan bab yang sudah selesai. Kini, kamu sedang menulis bab baru dengan tanganmu sendiri — lebih sadar, lebih kuat, dan lebih damai dari sebelumnya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Sri Gunawan Wibisono
EditorSri Gunawan Wibisono
Follow Us

Latest Life Kalimantan Timur

See More

Dari Sakit Jadi Kuat: 6 Cara Berdamai dengan Masa Lalu Menurut Psikologi

20 Okt 2025, 03:00 WIBLife