Kenapa Sih, Milenial Sering Buru-Buru Jadi Dewasa?

Samarinda, IDN Times - Menjadi dewasa sering kita bayangkan sebagai masa penuh kebebasan, keputusan tanpa batas, dan kesempatan emas untuk menjalani hidup sesuai keinginan. Tapi realitanya? Dewasa itu juga berarti menghadapi tanggung jawab besar yang datang bersamaan dengan kebebasan itu.
Banyak dari kita—generasi milenial—seakan nggak sabar ingin cepat dewasa. Kenapa, ya? Apakah karena tekanan sosial, ekspektasi lingkungan, atau faktor lainnya? Yuk, kita bahas satu per satu alasan kenapa banyak dari kita ingin buru-buru dewasa, meski belum tentu siap!
1. Pengaruh media sosial

Media sosial bikin hidup orang lain terlihat begitu sempurna. Ada yang sudah punya rumah sendiri, liburan ke luar negeri, atau sukses dalam kariernya. Tanpa sadar, kita membandingkan diri sendiri dan merasa tertinggal. Akhirnya, kita jadi terburu-buru ingin mencapai hal yang sama, padahal tiap orang punya jalannya sendiri.
Jangan lupa, apa yang kita lihat di media sosial hanyalah highlight, bukan realita seutuhnya. Kesuksesan yang terlihat di timeline bisa jadi cuma bagian kecil dari kehidupan seseorang. Jadi, nggak perlu merasa tertekan hanya karena belum mencapai hal yang sama.
2. Tekanan finansial dan karier

Siapa sih yang nggak mau punya gaji besar, rumah sendiri, dan investasi sejak muda? Tekanan ekonomi yang makin tinggi bikin kita merasa harus segera mandiri secara finansial. Banyak milenial yang kerja keras bahkan sampai lembur demi cepat naik jabatan dan mencapai kestabilan ekonomi.
Tapi ingat, hidup bukan cuma soal kerja dan uang. Mengejar karier tanpa memperhatikan keseimbangan hidup bisa berdampak buruk pada kesehatan mental. Nggak ada salahnya menikmati proses dan nggak terlalu memaksakan diri.
3. Kurangnya pengalaman menghadapi kegagalan

Sejak kecil, banyak dari kita tumbuh dalam lingkungan yang serba cepat dan instan. Pesan makanan tinggal klik, informasi apa pun bisa didapat dalam hitungan detik. Akibatnya, saat menghadapi kegagalan atau tantangan besar, kita jadi mudah panik dan ingin buru-buru menyelesaikan semuanya agar terlihat “dewasa.”
Padahal, kedewasaan bukan tentang seberapa cepat kita menyelesaikan masalah, tapi bagaimana kita belajar dari setiap kegagalan. Jadi, nggak perlu merasa harus selalu punya solusi instan untuk segala sesuatu.
4. Tekanan sosial untuk "cepat berhasil"

Dengar cerita orang sukses di usia muda memang inspiratif, tapi bisa juga bikin tertekan. Lihat ada yang sudah jadi CEO sebelum umur 30 tahun atau punya bisnis sendiri sejak kuliah, kita jadi merasa harus mengejar hal yang sama.
Belum lagi tekanan dari keluarga atau lingkungan yang mengharapkan kita segera mencapai target tertentu, seperti menikah atau punya pekerjaan tetap. Padahal, setiap orang punya timeline hidupnya sendiri. Nggak perlu buru-buru hanya karena tekanan dari sekitar.
5. Fomo (fear of missing out)

Akses internet bikin kita tahu apa yang terjadi di belahan dunia mana pun. Lihat teman-teman sudah menikah, punya anak, atau berkarier cemerlang, kita jadi takut ketinggalan. Akhirnya, kita buru-buru mengambil keputusan besar hanya karena nggak mau merasa tertinggal.
Padahal, hidup bukan soal siapa yang paling dulu mencapai sesuatu. Yang penting adalah apakah kita benar-benar siap dan bahagia dengan pilihan yang kita buat.
Menjadi dewasa bukan tentang siapa yang paling cepat sukses atau paling dulu mencapai sesuatu. Setiap orang punya waktunya sendiri untuk berkembang. Nggak perlu terburu-buru! Nikmati setiap prosesnya, karena dewasa itu soal kesiapan mental dan emosional, bukan sekadar usia atau pencapaian.
Jadi, santai aja! Jalani hidup dengan ritme yang sesuai dengan diri kita. Yang terpenting, kita bahagia dan siap menghadapi setiap fase kehidupan tanpa merasa terpaksa.