TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Ilmuwan Eijkman: Bibit Vaksin Merah Putih Siap Awal 2021 

Waspadai klaster keluarga dan COVID-19 pada anak-anak

Deputi Bidang Penelitian Fundamental Eijkman Institute, Profesor Herawati Sudoyo, Herawati Sudoyo (Dok. Istimewa)

Balikpapan, IDN Times - Keluarga menjadi ujung tombak untuk menghadapi pandemik COVID-19. Banyaknya klaster keluarga di Indonesia membawa kerentanan kepada seluruh anggota keluarga, termasuk anak-anak.

Prof. Dr. Herawati Sudoyo, M.S., Ph.D, peneliti di bidang biologi molekuler sekaligus Wakil Kepala Bidang Penelitian Fundamental Lembaga Biologi Molekular (LBM) Eijkman Institute menjelaskan, "Dari sisi medik untuk dapat memahami risiko penularan keluarga, anak bukan merupakan muka dari pandemik tetapi sebagai satu satuan keluarga, mereka juga merupakan korban," katanya dalam webinar 'Partisipasi Masyarakat terhadap Pencegahan dan Dampak Pandemi COVID-19 dalam Keluarga' yang digelar oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), pada Selasa (10/11/2020)

1. Tetap waspadai kasus COVID-19 pada anak-anak

Webinar Partisipasi Masyarakat Terhadap Pencegahan dan Dampak Pandemi COVID-19 dalam Keluarga (Tangkap Layar Zoom/KemenPPPA)

Herawati menjelaskan, umumnya anak yang terinfeksi COVID-19 tidak terlihat sakit bahkan tanpa gejala. "Kasus anak-anak 10 persen dari semua kasus COVID-19. Jika dibagi usia, sekitar 10-14 tahun lebih sedikit terinfeksi dibandingkan yang lebih dewasa," katanya.

Meskipun angkanya tidak sebesar orang dewasa atau orang tua yang terinfeksi COVID-19, tetapi kondisi anak bisa parah bahkan fatal apabila ia memiliki penyakit bawaan. Hera juga menegaskan bahwa penanganan COVID-19 untuk anak-anak tidak sama dengan orang dewasa.

"Perhatian yang harus kita berikan kepada anak-anak mengapa mereka berbeda. Walaupun anak-anak bukan muka dari pandemik, tetapi anak-anak juga bisa punya komorbid," ujarnya.  

Selain itu, ia juga menekankan di masa pandemik ini, orangtua perlu membuat anak merasa senang meskipun hanya di rumah saja. Hal ini demi meningkatkan imunitas tubuh anak. "Sebenarnya dari sudut ilmiah kegiatan yang menggembirakan akan menguatkan sistem imun," ujarnya. 

Ia mengingatkan tubuh kita dipengaruhi oleh hormon, misalnya endorfin yang membangkitkan rasa senang dan daya tahan tubuh. "Walaupun di rumah buatlah suasana yang menyenangkan untuk anak-anak. Meskipun hal ini juga tidak mudah untuk orangtua, di zaman pandemik ini" kata Herawati. 

Baca Juga: Nah! Kaltim Tak Masuk Daerah Prioritas  Pembagian Vaksin COVID-19 

2. Bibit vaksin Merah Putih diharapkan siap pada awal tahun 2021

Ilustrasi Vaksin (IDN Times/Arief Rahmat)

Terkait vaksin virus corona, Herawati menjelaskan saat ini sudah lebih dari 200 vaksin yang sedang diteliti oleh berbagai universitas, lembaga penelitian, dan farmasi dunia. Menurutnya, sebagian besar belum memasuki uji klinis fase tiga. Salah satu yang sudah memasuki fase tiga adalah Sinovac. 

Normalnya, pembuatan vaksin baru dapat memasuki pasar dan sampai dapat diberikan sebagai imunisasi memakan waktu sampai 10 tahun. Tetapi ini belum sampai satu tahun sejak wabah pertama di Wuhan 29 Desember 2019. Ini merupakan percepatan. 

Herawati memaparkan pentingnya Indonesia perlu memiliki kemampuan dan kedaulatan untuk membuat vaksin sendiri. Indonesia saat ini mengembangkan vaksin Merah Putih yang dikerjakan oleh Lembaga Biologi Molekular (LBM) Eijkman.

"Indonesia harus memiliki kedaulatan sendiri. Sementara vaksin kita dibuat, vaksin lain bisa digunakan. Mengapa negara lain lebih cepat? Indonesia terlambat harus diakui, seperti juga terlambat mendeteksi. Deteksinya terlambat maka antisipasi terhadap SARS-CoV-2 juga terlambat," katanya.

3. Untuk mencapai imunitas kelompok perlu vaksin sebanyak 70 persen dari jumlah seluruh populasi Indonesia

Ilustrasi Vaksin. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

Herawati menuturkan untuk mencapai imunitas kelompok diperlukan vaksin sebanyak 70 persen dari jumlah warga atau sekitar 173 juta vaksin. "Kalau kita mau virus itu tidak menginfeksi populasi Indonesia yang total 260 - 265 juta, maka kita perlu 70 persen dari total jumlah populasi," katanya. 

Ia melanjutkan, “Kita menargetkan bibit vaksin (merah putih) sudah dapat diberikan kepada industri 3 bulan pertama awal tahun depan mudah-mudahan bibit vaksin sudah bisa kita berikan ke Bio Farma.” 

Setelah pengujian dan terbukti aman, ada bukti meningkatkan antibodi maka baru dapat diperbanyak dan diberikan kepada publik. "Apapun juga vaksin yang masuk ke Indonesia safety first, harus aman," ujarnya.

Baca Juga: Kabar Baik! Jumlah Positif COVID-19 Aktif di Kaltim Sisa 13 Persen

Berita Terkini Lainnya