TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Pembangunan IKN Nusantara akan Mempergunakan Dana Kesultanan Kutai?

Pihak kesultanan mengklaim memiliki aset Rp700 T di Belanda

Istana Sultan Tenggarong Kukar (cagarbudaya.kemdikbud.go.id)

Penajam, IDN Times - Kesultanan Kutai Kartanegara (Kukar) Ing Martadipura Kalimantan Timur (Kaltim) disebut-sebut menawarkan bantuan pembiayaan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Kesultanan tertua di Indonesia ini mengklaim memiliki kekayaan aset sebesar Rp700 triliun tersimpan di Belanda. 

Ini merupakan hasil perjanjian komitmen royalti atas pengelolaan sumber daya alam di Kaltim di masa penjajahan kolonial Belanda. Antara Kesultanan Kutai dengan Pemerintah Hindia Belanda. 

“Konon informasinya harta kekayaan mencapai Rp700 triliun, berasal dari dana pembagian royalti pengelolaan SDM dengan Kerajaan Belanda di wilayah kekuasaan Kesultanan Kukar Ing Martadipura sejak dipimpin Sultan Aji Muhammad Sulaiman yang bergelar Sri Paduka Sultan Aji Muhammad Sulaiman al-Adil Khalifatul-Mu'minin bin Aji Muhammad Salehuddin,” ujar Sekretaris Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura, Awang Yacob Luthman, kepada IDN Times, Kamis (7/4/2022).

Baca Juga: Pemprov Kaltim Buka Dapur Umum untuk Korban Banjir di Kutai Timur

1. Disebutkan agar tidak perlu cari investor hingga ke luar negeri

Presiden Joko Widodo menggelar seremoni ritual Kendi Nusantara di titik nol IKN Nusantara dengan mengumpulkan 34 tanah dan air yang dibawa gubernur se-Indonesia, Senin (14/3/2022). (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/hp.)

Ia menegaskan, penawaran tersebut setidaknya dapat membantu pemerintah dalam pembangunan IKN tersebut. Sehingga pemerintah pun tidak perlu mencari investor hingga ke luar negeri, berujung penjaminan sumber daya alam (SDA) kepada asing. 

“Tetapi sebelum melangkah ke sana setidaknya pemerintah minimal tingkat provinsi lebih dahulu melakukan pembicaraan dengan sultan dan kerabat kesultanan,” tuturnya.

Termasuk mengklarifikasi ke Kerajaan Belanda, guna mendapatkan kejelasan seberapa besar aset kekayaan pembagian royalti Kesultanan Kutai. Konon tersimpan di Bank Belanda dan belum dicairkan kepada pihak kesultanan. 

2. Keterlibatan pemerintah sangat penting kuatkan lembaga kesultanan dapat hak di Belanda

Salah seorang raja di Kesultanan Kutai Kartanegara. (IDN Times/Wibisono)

Setidaknya, tambahnya, pemerintah bisa mendapatkan pinjaman dari Belanda dengan jaminan atau agunan pembagian royalti sebesar 10 persen saham perusahaan milik Belanda yang telah disepakati oleh Sultan Aji Muhammad Sulaiman tersebut. Ketimbang menjaminkan SDA untuk mendapatkan pinjaman itu.

Menurutnya, keterlibatan pemerintah pusat atau minimal di tingkat provinsi sangat penting agar lebih menguatkan lembaga kesultanan dalam mendapatkan haknya. Serta dapat membantu pemerintah dalam pembangunan IKN Nusantara.

“Jadi untuk butuh peran aktif dari pemerintah agar kendala keuangan pembangunan IKN Nusantara itu mendapatkan jalan keluarnya, tanpa harus repot-repot mencari investor dari luar negeri sehingga menjamin sumber daya alam kita,” tegasnya.

3. Sejak tahun 1882 konsesi diberikan kepada perusahaan Belanda

Prosesi penanaman pohon di lokasi Ibu Kota Negara Nusantara oleh Presiden RI dan gubernur se Indonesia. Foto Biro Pers dan Media Kepresidenan

Sejak tahun 1882, Sultan Aji Muhammad Sulaiman telah memberikan lahan konsesi ke beberapa perusahaan Belanda, yakni milik JH Menten yang  membuka eksploitasi minyak dan gas di Sanga-Sanga. Sedangkan di Kota Balikpapan dengan perusahaan Mathilda. Kemudian di tahun 1886 juga diberikan juga ke Oost Borneo Maskapaij (OBM) berupa lahan konsesi tambang batu bara di Loa Kulu. 

“Lalu di tahun 1884, Perusahaan J.H. Menten dan Mathilda dilebur menjadi satu perusahaan bernama Nederlandse Industrie En. Handel Maatschappij (NIHM) sehingga semua saham menjadi satu. NIHM inilah cikal bakal konsesi pertambangan minyak bernama Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM) yang beroperasi di kota Balikpapan di mana ada 10 persen saham milik Sultan Kukar,” sebutnya.

Semua proses kerja sama dengan BPM ini, lanjutnya, baru berjalan setelah Sultan Aji Muhammad Sulaiman wafat di 1899. Kegiatan BPM juga terus berjalan walaupun Sultan Aji Muhammad Sulaiman wafat sementara bagian royalti kesepakatan saham 10 persen tersebut juga tetap berjalan.

Ada yang sudah terbayarkan royaltinya tetapi juga ada masih tertahan di BPM kini berubah menjadi Royal Dutch Shell milik pemerintah Belanda.

Baca Juga: Kutai dan Paser Gelar Proses Adat Pengambilan Tanah dan Air untuk IKN 

Berita Terkini Lainnya