TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Tokoh di Sepaku Keluhkan Besaran Upah dan Peluang Usaha di IKN

Catering baru dibayar tiga bulan kemudian

Jalannya penelitian yang dilaksanakan BRIN Universitas Pertahanan RI kepada tokoh warga Sepaku (IDN Times/Ervan)

Penajam, IDN Times - Tokoh masyarakat Paser Balik di Sepaku Sibukdin mengeluhkan minimnya peluang kerja dan berusaha di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Kondisi ini terbalik dengan progres pembangunan IKN yang sedang digenjot oleh pemerintah. 

“Masyarakat kami masih sulit mendapatkan pekerjaan di pembangunan IKN tersebut,” katanya bertemu dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan Fakultas Keamanan Nasional Universitas Pertahanan RI, Selasa (23/5/2023). 

Dua lembaga ini sedang melakukan penelitian mitigasi bencana sosial di IKN Nusantara berada di Penajam Paser Utara (PPU) Kalimantan Timur (Kaltim). 

Baca Juga: Perusahaan Nasional Sepakat Kucurkan CSR untuk Masyarakat IKN

1. Tenaga kerja lokal Sepaku sedikit terserap

Ilustrasi pekerjaa proyek beton jalan di kawasan IKN (IDN Times/Ervan)

Sibukdin menyatakan, mayoritas warga Sepaku belum memperoleh kesempatan kerja dalam proyek IKN. Meskipun kualifikasinya sudah mengikuti pelatihan hingga sertifikat kerja. 

“Program pelatihan tenaga kerja telah diberikan kepada masyarakat Sepaku dan diberikan sertifikat pula digelar beberapa waktu lalu, tetapi mereka tetap sulit mendapatkan pekerjaan di pembangunan IKN,” tuturnya.

Setelah mereka selesai mengikuti pelatihan dan mendapatkan sertifikat, tenaga kerja lokal masyarakat Sepaku itu hingga saat ini baru sedikit yang terserap.

2. Warga Sepaku menuntut upah yang tinggi

Jalannya penelitian yang dilaksanakan BRIN Universitas Pertahanan RI kepada tokoh warga Sepaku (IDN Times/Ervan)

Di sisi lain, Sibukdin pun mengakui mayoritas warga Sepaku menolak menerima upah  ditawarkan pihak kontraktor proyek IKN. Menurutnya, upah ditawarkan tidak sebanding dengan tuntutan kerja dalam proyek IKN. 

Sebagai catatan, pekerja IKN memperoleh upah Rp150 ribu per hari dengan waktu kerja dari pagi hingga malam. 

Ia menyebutkan, upah minimum di Sepaku kisaran Rp200 ribu per hari. 

3. Peraturan perusahaan tidak sesuai dengan kemampuan warga

Jalannya penelitian yang dilaksanakan BRIN Universitas Pertahanan RI kepada tokoh warga Sepaku (IDN Times/Ervan)

Sibukdin juga menyoroti tentang ketentuan administrasi perusahaan yang tidak sesuai dengan kemampuan warga. Ia mencontohkan sistem tagihan invoice pembayaran katering yang berjalan mundur selama tiga hingga empat bulan. 

Itu tentu memberatkan masyarakat setempat yang memiliki keterbatasan modal. Mengingat mereka menerima pesanan 500 porsi makanan per hari di mana masing-masing seharga Rp15 ribu dengan total Rp7.500.000. 

Artinya dalam kurun waktu tiga bulan, pihak warung setidaknya harus punya modal sebanyak Rp675 juta. Sebelum nantinya akan dibayarkan pihak perusahaan. 

"Satu porsi makanan hanya dihargai Rp 15 ribu mendapatkan orderan 500 porsi per hari. Tapi perusahaan baru membayar tiga bulan kemudian, jelas warga kami kesulitan karena modalnya tidak banyak,” tukasnya.

Baca Juga: Kampung Bahari Nusantara Mendekatkan TNI AL dengan Masyarakat PPU

Berita Terkini Lainnya