TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kisah Penyintas COVID-19 saat Jalani Isolasi di Asrama Haji Balikpapan

Gejala COVID-19 amat beragam, mulai dari batuk sampai gatal

Petugas berbaju hazmat mengantarkan makanan pasien menggunakan ambulans di Asrama Haji Balikpapan (IDN Times/ Fatmawati)

Balikpapan, IDN Times - Tak ada seorang pun yang berharap menjadi pasien terkonfirmasi COVID-19. Ada yang terkonfirmasi positif dari kluster rekan kerja, ada juga kluster pernikahan, bahkan ada juga yang tidak tahu terkena dimana dan masuk kluster apa. Ini juga yang dialami salah seorang penyintas COVID-19, EF, seorang perempuan berusia 30 tahun.

Mulanya EF ini hanya mengira demam biasa. Demam itu ia rasakan sehari setelah pulang dari perayaan ulang tahun sahabatnya. Bersama beberapa teman lain ia merayakan hari ulang tahun di salah satu tempat karaoke di Kota Balikpapan.

Saat dirinya mulai demam, ia beristirahat di rumah selama beberapa hari. Namun ternyata setelah berkomunikasi dengan teman-temannya, ia baru tahu kalau mereka juga mengalami gejala serupa.

"Akhirnya memilih swab test, dan benar saja, terkonfirmasi positif COVID-19," kata EF saat dijumpai IDN Times pada Sabtu (9/1/2021).

Baca Juga: Gubernur Isran Noor Imbau Warga Kaltim Bersedia Divaksinasi COVID-19

1. Isolasi di Embarkasi Haji selama sepekan

Tulisan zona merah yang menjadi tanda lokasi isolasi para pasien COVID-19 di Embarkasi Haji (IDN Times/ Fatmawati)

Karena gejalanya tak terlalu berat dan tidak disertai penyakit bawaan, ia lalu diminta Satgas COVID-19 Balikpapan untuk isolasi di Embarkasi Haji. Sebenarnya ia ingin isolasi di rumah saja, namun karena tinggal bersama keluarga, termasuk orangtua yang rawan tertular, maka Satgas tidak mengizinkannya.

"Saya diminta isolasi di Asrama Haji atau Embarkasi Haji di Batakan, Balikpapan Selatan. Saat saya masuk ada sekitar 40-an pasien isolasi lain di sana. Karena gejala ringan, kami bisa tinggal satu kamar beberapa orang. Namun tetap semua yang kami lakukan harus physical distancing," katanya.

Dirinya pertama kali harus tinggal sendiri di sebuah kamar dengan kapasitas enam orang. Namun setelah beberapa pasien menyusul masuk, ia kemudian menjadi sekamar berempat, yang salah satunya adalah rekannya saat karaoke.

Jika diingat sepekan sebelum karaoke dia tidak pernah ke tempat-tempat lain yang potensial menjadi tempat penularan COVID-19. Selama delapan hari EF menjalani isolasi. Berdasarkan informasi yang ia dapat dari dokter, dirinya memang sudah positif selama beberapa hari sehingga isolasi hanya dilakukan kurang lebih sepekan. 

"Kata dokter dari protokol Kemenkes berdasarkan WHO, didasari oleh penelitian, pasca terkonfirmasi, isolasi dilakukan 10 hari Jika tanpa gejala. Kemudian ditambah tiga hari apabila bebas gejala. Setelah isolasi mereka tidak perlu lagi swab lagi, karena virus sudah mati dan resiko penularan sangat rendah," ungkapnya.

2. Pemulihan dengan olahraga, berjemur dan konsumsi vitamin

pexels.com/Picography

Isolasi mandiri di embarkasi haji tidak seperti di rumah sakit. Pasien boleh berjalan-jalan keluar kamar meski tetap harus menggunakan masker. Pemeriksaan oleh dokter hanya dilakukan dua kali seminggu, seperti cek tekanan darah dan kadar oksigen.

Selain itu untuk mengukur suhu tubuh, dilakukan pasien sendiri pagi dan malam hari lalu dilaporkan melalui grup WhatsApp. Namun tetap, saat masuk isolasi pasien diberi obat-obatan maupun vitamin untuk mempercepat proses penyembuhan dan meningkatkan imunitas.

"Obat yang diberikan pada kami sesuai gejala. Ada yang penurun panas, seperti paracetamol, ada juga yang diberi obat diare jika gejala yang timbul adalah diare, batuk, juga ada yang diberi obat untuk gatal jika gejala yang dialami gatal-gatal," sebutnya.

Tak hanya itu, pasien juga diberi jadwal kegiatan mereka selama isolasi. Diantaranya ada jam beristirahat, jam berjemur dan olahraga ringan di pagi hari, jam makan tiga kali sehari, jam beribadah, dan jam jogging sore. Pasien bisa juga melakukan olahraga sendiri jika membawa peralatannya, seperti bulu tangkis, sepak bola, senam atau lainnya.

Mulanya ada rasa kesepian yang dirasakan pasien, namun karena banyak juga pasien terkonfirmasi positif lain, kesepian itu lama-kelamaan hilang.

"Setiap jogging sore kami juga berkumpul bersama pasien lain. Bisa bertukar makanan, bercerita, olahraga bersama, senam bersama, atau sekadar berjemur bersama," kisahnya.

Setelah masuk isolasi, masih ada kekhawatiran yang dirasakan EF, terutama karena keluarga adalah kontak erat. Setelah dinyatakan konfirmasi positif COVID-19, ia juga menghubungi fasilitas pelayanan kesehatan untuk dilakukan tracing. 

"Hasil swab keluarga, Alhamdulillah negatif. Jadi saya saja yang isolasi di sini," katanya.

3. Gejala beragam, jika parah dirujuk ke rumah sakit

Asrama Haji Embarkasi Balikpapan (IDN Times/Hilmansyah)

Sementara itu, DA seorang perempuan perantauan yang tinggal di indekos juga mengisahkan pengalamannya saat ia menjalani isolasi. Guru les ini tinggal sendirian Kota Minyak. Pasca dikonfirmasi positif COVID-19, ia sebenarnya diperbolehkan isolasi mandiri di rumah indekos yang ia tempati.

"Tapi kesulitan untuk pengadaan obat dan makanan, karena tidak ada keluarga. Makanya saya memilih di embarkasi saja. Karena lebih terjamin makan dan obatnya. Selain itu ada dokter yang memeriksa juga tiap Senin dan Kamis," katanya.

Menjadi pasien COVID-19, bagaimana pun membuatnya takut juga. Tubuh terasa berat dan sulit mengerjakan kegiatan sehari-harinya. "Selama mulai bergejala saya juga batuk. Pada dasarnya gejala yang dialami tiap pasien beda, tapi ada yang mirip," ungkapnya.

Ada pula pasien yang awalnya menunjukkan gejala ringan, tapi makin lama mulai sesak nafas, sehingga dirujuk ke rumah sakit. "Khawatir juga, cuma berusaha positive thinking saja, supaya sehat. Ada pasien yang sampai muncul ruam gatal di wajah dan badannya, tapi Alhamdulillah saya enggak," ujar DA.

Baca Juga: Kasus COVID-19 Melonjak, Balikpapan Pertimbangkan Opsi PSBB

Berita Terkini Lainnya