TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kisah ODHA di Balikpapan, Sempat Depresi saat Didiagnosis HIV

Kini mendampingi 200 ODHA di Balikpapan 

ilustrasi pita HIV (freepik.com/jcomp)

Balikpapan, IDN Times - HIV/AIDS merupakan penyakit yang menyerang kekebalan tubuh manusia. Ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang bisa terjangkit HIV (Human Immunodeficiency Virus)  dan bisa berkembang menjadi AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrom).

Ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang bisa terjangkit virus berbahaya ini. Seperti penggunaan jarum suntik tak steril, aktivitas seksual yang tidak sehat dan sering berganti pasangan, bahkan penularan dari ibu kepada bayinya.

Berikut kisah hidup Dicky Ardani, ODHA (Orang Dengan HIV dan AIDS) yang tinggal di Balikpapan. Sempat terpuruk, namun ia bangkit bahkan menjadi pendamping bagi ODHA lainnya. Simak kisahnya di sini.

Baca Juga: Testing COVID-19 Capai Standar WHO di 16 Provinsi, Termasuk Kaltim

1. Tak ingin mati sia-sia karena HIV/AIDS

Dicky Ardani (Dok.IDN Times/Istimewa)

Saat bertemu, siapa yang akan menyangka jika pria berusia 28 tahun ini telah terinfeksi HIV. Ia terlihat bugar dan sehat. Dicky mengatakan, bahwa kondisi fisiknya yang terlihat bugar ini karena dirinya semangat dalam menjalani hidup. Meski ia bergantung pada obat, namun ia bersyukur masih diberi kesempatan untuk dapat memperbaiki hidupnya menjadi lebih baik lagi.

"Karena saya berpikir tak ingin mati sia-sia seperti teman-teman terdekat saya, yang saat ini sudah tiada hanya karena ragu dan takut terbuka," ujarnya, saat ditemui di Rumah Sakit Kanudjoso Djatiwibowo pada Kamis (3/12/2020).

2. Sempat depresi saat didiagnosis HIV

Ilustrasi Dukungan pada Penderita AIDS (IDN Times/Mardya Shakti)

Sekitar 5 tahun lalu, ketika ia mendapat kabar bahwa kawan bahkan mantan kekasihnya meninggal karena penyakit ganas tersebut, Dicky sadar bahwa dirinya juga harus segera melakukan pemeriksaan. Ia akui di masa-masa mudanya, ia terjerat dalam pergaulan bebas.

Saat itu usianya baru 23 tahun, hasil pemeriksaan menunjukkan ia positif HIV. Dicky merasa terguncang, rasa takut sempat merayapi dirinya saat terbayang bagaimana reaksi dari orang tuanya jika mendengar kabar ini. Ia juga khawatir dikucilkan.

"Sehabis saya meminum obat ARV (anti-retroviral) saya terguncang, lemas dan tidak bisa bergerak juga. Terlebih saat itu awal pembukaan store di tempat saya bekerja," tuturnya.

Ia yang saat itu berada di Samarinda sadar dengan kondisi tubuhnya yang mulai melemah itu, kemudian memutuskan kembali ke Balikpapan. Ia pun melakukan konseling hingga pemeriksaan di RSKD.

3. Perlahan-lahan memberi tahu orang terdekat mengenai kondisinya

Ilustrasi AIDS (IDN Times/Mardya Shakti)

Setelah menjalani perawatan ia tidak langsung mengungkapkan tentang kondisinya tersebut kepada keluarga. Namun mengingat teman-temannya yang telah meninggal karena HIV/AIDS, ia memutuskan terbuka tentang penyakitnya. Ia pun menyampaikan kondisinya kepada orang tuanya terlebih dahulu.

“Memang tidak mudah. Tapi karena saya sudah bertekad dengan terbuka artinya saya siap minum obat ARV (anti-retroviral) ini terus tanpa putus. Jadi saya mulai memberitahukan dengan meletakkan obat itu di atas meja makan dan setiap hari meminumnya di situ,” ujarnya.

Lama-kelamaan ibunya mulai sadar dan sempat menanyakan perihal obat tersebut. Tapi dirinya tak menjawab. Sengaja dilakukan agar membuat ibunya penasaran dan mencoba untuk mencari tahu sendiri. Saat ibunya tahu, ia kemudian menggantinya dengan sebuah buku tentang HIV/AIDS yang diletakkan di atas meja.

“Di situ akhirnya mama bisa menerima, bahkan saya dibantu ingatkan agar tidak lupa meminum obat," kata dia.

Perlahan ia juga memberitahukan tentang kondisinya kepada teman-temannya. Ternyata lingkungan bisa menerima kondisinya. Saat ini ia tetap menjalani aktivitasnya seperti orang pada umumnya. Ia tetap bekerja, bergaul, dan juga menjalani kehidupan normal dengan baik.

Baca Juga: Kenali 7 Gejala dan Ciri-ciri Penyakit HIV/AIDS

Berita Terkini Lainnya