TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Banjir Sangatta, Ancaman Krisis Iklim yang Menghantui Kutim

BEM KM Unmul bersikap: Climate action!

Penampakan dari atas kondisi banjir di Sangatta, Kutai Timur, Kalimantan Timur yang menerjang sepekan lalu (istimewa)

Samarinda, IDN Times - Musibah banjir yang menerjang Sangatta Kutai Timur (Kutim) di  Kalimantan Timur (Kaltim) sejak beberapa waktu lalu tentunya berdampak besar bagi masyarakat. 

Segala aktivitas di sana, baik ekonomi dan sosial lumpuh akibat kepungan air yang berasal dari luapan Sungai Sanggatta sepanjang 92 kilometer. 

Terlebih diungkap oleh BPBD Kutim, banjir kali ini merupakan yang terparah sejak 20 tahun terakhir. Itu sebabnya peristiwa ini pun menjadi sorotan banyak pihak. 

Termasuk dari lembaga eksekutif pendidikan tinggi, yakni Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) KM Universitas Mulawarman. Para mahasiswa yang bergabung dalam organisasi tersebut menilai banjir di Sangatta menjadi bukti nyata adanya ancaman krisis iklim.

"Krisis iklim terjadi salah satunya dikarenakan perusakan hutan yang menyebabkan pemanasan global," kata Menteri Sosial Politik BEM KM Unmul Naqib Junechair.

Baca Juga: Dilanda Hujan Deras Seharian, Sangata Terendam hingga Waspada Buaya

1. Menelisik penyebab banjir Sangatta

banjir di Sangatta sepekan lalu (isimewa)

Hal itulah yang kini dihadapi Kota Sangatta. Seperti yang diketahui, kawasan ini memang dikenal dengan tempat tambang batu bara terbuka terbesar di dunia. 

Bukan sekadar julukan, aktivitas tambang di sana cukup banyak. Salah satu perusahaan terkenal tambang batu bara yang sudah berdiri selama puluhan tahun ialah PT Kaltim Prima Coal (KPC). 

Saat banjir menguasai Sangatta, PT KPC dalam wawancaranya bersama media lain, membantah banjir disebabkan oleh aktivitas mereka. Dan menyebut curah hujan yang tinggilah sebagai penyebabnya.

"Apakah klarifikasi ini benar? Padahal data menyebutkan perusahaan batu bara raksasa ini sudah menguasai lahan wilayah Kutai Timur sejak 1982 atau 39 tahun lalu," imbuh Naqib.

Dia meneruskan, luas konsesi korporasi yang dimiliki sekitar 61.543 hektare. Setiap tahunnya PT KPC menambang batu bara sebanyak 60 juta metrik ton dan 75 persen hasil produksinya diekspor ke luar negeri.

2. Pemerintah harus bergerak dan arahkan masyarakat pulihkan lingkungan

Ilustrasi hutan (ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan)

Memang, kata Naqib, musibah banjir di sana sudah lazim dialami. Ketika hujan datang dengan intensitas tinggi, maka dalam hitungan jam sudah nampak air menggenang di penjuru desa.

Banjir ini saja sampai melemahkan aktivitas dua kecamatan, yakni Kecamatan Sangatta Utara dan Sangatta Selatan. 

Jika dibandingkan dengan kondisi lingkungannya, inilah yang menyebabkan krisis iklim. Perilaku masyarakat yang terus menggerus alam dan lingkungan.

"Dalam hal ini, pemerintah setempat tidak boleh diam meratapi nasib warganya yang sedang kesusahan. Harus memberikan arahan agar ke depan bisa memulihkan hutan dan menutup lubang tambang secara masif agar krisis iklim bisa diminimalisir," jelasnya.

Baca Juga: Pertamina Salurkan Logistik untuk Korban Banjir di Sangatta 

Berita Terkini Lainnya