TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Penembakan Pencurian Kelapa Sawit di Kalbar yang Tinggalkan Tanya

Warga Segar Wangi juga miliki sertifikat hak guna dari BPN

Ilustrasi pistol.(IDN Times/Arief Rahmat)

Balikpapan, IDN Times - Kasus penembakan warga sipil oleh anggota Brimob yang terjadi di perkebunan sawit di Dusun Mambuk, Desa Segar Wangi, Kecamatan Tumbang Titi, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat (Kalbar) pada, Sabtu (28/5/2022) lalu mendapat kecaman banyak pihak.

Terbaru, warga mempertanyakan status DPO yang disematkan kepada dua korban ditembak. Warga Segar Wangi ini, yakni Ji’i dan Suharjo disebut sebagai pelaku pencurian kelapa sawit.

Yang membuat warga tak mengerti adalah, apa alasan polisi mengeluarkan pernyataan tersebut saat kejadian. 

“Kami sudah dengar, di berita lain juga sudah disebutkan soal DPO pencurian sawit, itu sawit mana maksudnya? Tidak dijelaskan itu,” ujar Sofyan, salah satu warga Segar Wangi saat dihubungi IDN Times melalui sambungan telepon, Minggu (5/5/2022).

Baca Juga: Realisasi Investasi Kaltim Tahun 2021 Mencapai Rp41,17 Triliun

1. Warga pegang sertifikat dari BPN

Serifikat milik warga Segar Wangi dari BPN (istimewa)

Menurutnya, penetapan status DPO yang diberikan pada dua warga Segar Wangi tak mendasar. Sofyan mengatakan, warga memegang sertifikat hak guna usaha (HGU) dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) atas nama Suharjo yang dapat menjadi bukti jika lahan tersebut dapat digunakan oleh masyarakat.

“Bagaimana warga disebut mencuri sedangkan kami ada bukti sertifikat dari BPN untuk penggunaan lahan tersebut. Itu HGU, masa kami mencuri di lahan kami sendiri, sedangkan kami bayar pajak tiap bulannya,” jelasnya.

Selain itu, Sofyan kembali mempertanyakan alasan polisi yang menyebut dua orang tersebut sebagai DPO, namun tak menindaknya. Atau paling tidak, Polres Ketapang selaku yang mengeluarkan status DPO agar memerintahkan personel polisi melakukan penangkapan.

“Padahal Pak Suharjo itu ada saja di Desa Segar Wangi, bertani setiap hari. Yang lucu lagi jadi DPO pada lah kita mengambil sawit kita sendiri, ada SKM dan SKT tanah juga,” tuturnya.

Diketahui, pada 1 Juni 2022 lalu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sudah datang ke TKP untuk bertemu langsung dengan warga Desa Segar Wangi.

2. Pengambilan buah sawit sudah izin dengan pihak perusahaan

Warga bersama tim Komnas HAM tinjau TKP atau perkebunan sawit yang sering dipanen warga (istimewa)

Sofyan bersama warga lainnya tentu merasa bingung dengan tindakan PT Arrtu Plantation yang tiba-tiba saja meminta Brimob untuk melakukan pengamanan di perkebunan sawit tersebut. Padahal, kata dia, pihak perusahaan bisa saja melakukannya sejak dulu. 

“Lalu kenapa baru sekarang? kemarin-kemarin kami ambil tidak ada seperti itu. Sebelum turun juga kami berkabar ke pihak perusahaan setiap mau melakukan panen. Itu laporan sekitar tanggal 27 kalau mau melakukan panen. Bukti chatnya pun ada,” terang dia.

Namun memang, selama PT Arrtu Plantation berdiri di sana sejak 2008, warga belum pernah bertemu langsung dengan mereka. Sempat beberapa kali warga mengundang setiap ada kegiatan atau hendak membahas soal penggunaan lahan tersebut, pihak perusahaan tak pernah datang.

“Diundang ke Desa Segar Wangi tidak pernah datang, diundang ke kecamatan pun tak pernah datang, pokoknya memang tidak ada niat baik kepada kami. Padahal selama ini kami aman-aman saja memanen dari tahun 2016 kenapa sekarang ini dihebohkan lagi,” imbuhnya.

Baca Juga: Pertamina Pamerkan Rumah Dahor dalam Pekan Kebudayaan Daerah Kaltim

Berita Terkini Lainnya