TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

6 Oknum Polisi Balikpapan Proses Hukum, LBH Samarinda Belum Puas 

Penanganan kematian tahanan di Balikpapan tidak maksimal

Para tersangka oknum polisi menuju lokasi rekonstruksi yang tertutup. (IDN Times/Hilmansyah)

Balikpapan, IDN Times - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Samarinda mengaku belum puas dengan penanganan kasus kematian tahanan di Polresta Balikpapan Kalimantan Timur (Kaltim). Dalam masalah ini, LBH Samarinda menyoroti lemahnya pasal dipilih guna menjerat 6 oknum Polisi yang jadi penyebab kematian tahanan bernama Herman. 

Penyidik Polda Kaltim menerapkan pasal pengeroyokan berujung kematian seseorang. Mereka memukuli korban di Posko Jatanras dan ruang penyidik Mapolresta Balikpapan.

"Kalau melihat fakta-faktanya, kami kurang puas dengan pasal dijeratkan pada tersangka," kata Tim Kuasa Hukum LBH Samarinda Fathul Huda, Rabu (17/3/2021).

Penyidik menjerat tersangka sesuai fakta-fakta hukum hasil keterangan saksi maupun proses rekonstruksi di tempat kejadian perkara (TKP). Para tersangka terancam ketentuan pasal pembunuhan biasa atau pun pembunuhan berencana, dengan ancaman hukuman lebih berat. 

Baca Juga: Polda Kaltim Tangkap 35 Pencuri Alat Berat, Setahun Tidak Gajian

1. Penerapan pasal pembunuhan biasa atau berencana

Salah satu adegan saat korban dibekuk petugas karena diduga mencuri ponsel. (IDN Times/Hilmansyah)

Dalam kejadian kasus ini, Fathul berpendapat, penyidik semestinya menerapkan pasal pembunuhan di mana mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang. Ia mengacu adanya beberapa alat bukti penyiksaan sudah dipersiapkan pelaku untuk menganiaya korban. 

Para tersangka menganiaya Herman dengan selang plastik, ekor ikan pari, tongkat pemukul, hingga steples kertas. Selain itu, oknum Polisi ini pun terbukti menganiaya korban sejak dijemput dari rumah hingga memasuki ruang penyidikan. 

"Mereka sudah memukuli korban di Posko Jatanras. Ini menggugurkan alasan mereka memukuli korban karena tidak kooperatif. Apalagi mereka juga sudah mempersiapkan alat penyiksaan," paparnya. 

Sehubungan itu, Fathul berpendapat, penyidik semestinya fokus dalam pengungkapan motif pelaku dalam menganiaya korban. Sehingga ancaman pasal yang dijeratkan pun lebih berat yakni ketentuan pasal pembunuhan biasa atau berencana. 

2. Ada upaya menutupi kasusnya dengan jalan damai

Lokasi rekonstruksi 6 oknum polisi penganiayaan tahanan hingga tewas di Mapolresta Balikpapan, Selasa (16/3/2021) (IDN Times/Hilmansyah)

Apalagi saat kasusnya belum merebak ke permukaan, Fathul menduga ada upaya untuk menutupi peristiwa kematian korban. Ia mengutip pernyataan Kapolres Balikpapan Komisaris Besar Turmudi di media massa yang mengklaim sudah adanya perdamaian dengan pihak keluarga korban. 

LBH Samarinda sendiri bahkan sempat memperoleh perlawanan dari pihak keluarga korban yang mempersoalkan tetap dilanjutkannya kasus hukumnya. Pihak ayah kandung  korban mengaku sudah menerima tanda jadi bukti perdamaian dari pihak Polisi. 

"Bahkan ayahnya sendiri marah-marah pada kami, padahal kami yang membela kasusnya selama ini," papar Fathul. 

Fathul lantas beranggapan ada upaya sistematis dari Polisi untuk menutup kasus kematian Herman. Ia meminta Polda Kaltim memeriksa Kapolres Balikpapan yang diduga membantu menutup terjadinya peristiwa pelanggaran pidana. 

"Setidaknya harus diperiksa secara kode etik kepolisian," tegasnya. 

3. YLBHI minta evaluasi mendasar dalam tubuh Polri

Keluarga korban menunjukan foto Herman kepada wartawan. (IDN Times/Hilmansyah)

Sementara itu, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) meminta institusi Polri terus melakukan evaluasi mendasar di seluruh jajaran. Terutama soal pembatasan kewenangan penyidikan seperti diatur dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). 

Semisal ketentuan penahanan tersangka hingga 60 hari. 

"Harus ada revisi KUHAP dalam membatasi kewenangan penahanan tersangka," kata Ketua Bidang Advokasi YLHBI Muhammad isnur. 

Pimpinan Polri pun harus transparan dalam penindakan anggotanya yang terbukti melanggar aturan dalam melaksanakan penyidikan. Sanksi tegas diberikan guna memberikan efek jera bagi oknum anggota Polri. 

"Setidaknya tiga hal ini yang harus dilakukan Polri agar menjadi profesional," ujar Isnur. 

Selama ini, YLBHI menyimpan catatan panjang kasus kekerasan dilakukan institusi Polri. Butuh kerja keras membangun institusi Polri yang profesional dan meninggalkan budaya kekerasan. 

"Catatan kami cukup banyak memang, sepertinya sudah menjadi warisan masa lalu. Sehingga butuh perubahan besar di tubuh Polri," ujar Isnur. 

Baca Juga: Polda Kaltim Ungkap Jaringan Narkoba Internasional Kualitas 'Sultan' 

Berita Terkini Lainnya