TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Keberadaan Sampah Plastik yang Menjadi Ancaman Perairan Laut

Uni Eropa ingatkan akan ancaman plastik

Ilustrasi sampah di laut. (ANTARA FOTO/Reno Esnir)

Balikpapan, IDN Times - Uni Eropa mengingatkan ancaman kemasan plastik pada perairan laut di Indonesia. Sistem pengolahan sampah belum cukup efektif dalam menekan volume sampah plastik kemasan yang mudah tercecer dan sulit di daur ulang, seperti sedotan plastik, minuman gelas, dan kantong plastik.

"Sampah plastik di perairan laut merupakan salah satu ancaman lingkungan terbesar dunia," kata Perwakilan Uni Eropa Seth Van Doorn dalam sesi Dialog Nasional Pengurangan Sampah oleh Produsen di Jakarta, pekan lalu.

Van Doorn menyebutkan, mayoritas sampah plastik tercecer di laut adalah sejenis sampah plastik berupa minuman gelas dan kantong plastik. Persentase 60 hingga 90 persen. 

1. Ancaman sampah plastik yang terus meningkat

Ilustrasi sampah plastik. (ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi)

Van Doorn mengatakan, sampah plastik di laut meningkat akibat urbanisasi, pembangunan dan perubahan pola konsumsi dan produksi. Sampah ini ancaman serius pada ekosistem laut, bisnis perikanan, kesehatan publik dan juga sektor turisme.

Menurutnya, sampah air minum kemasan gelas dan botol termasuk yang berkontribusi signifikan menjadi polusi sampah plastik di laut Indonesia. Dalam pelbagai sumber menunjukkan, produksi air minum kemasan gelas diperkirakan mencapai 10,4 miliar kemasan gelas setiap tahunnya dengan timbulan sampah 46 ribu ton, atau hampir sepertiga dari total timbulan sampah industri air kemasan bermerek.

Jumlah timbulan sampah itu belum menghitung timbulan sampah sedotan plastik, komplemen dalam penjualan air minum gelas, yang notabene lebih mudah tercecer di lingkungan. Pada segmen ini, market leader industri air kemasan berkontribusi pada timbulan 5.300 ton sampah gelas plastik.

Data juga menunjukkan produksi air kemasan botol sekali pakai mencapai 5,5 miliar botol per tahun dengan volume sampah sebesar 83 ribu ton, atau hampir separuh timbulan sampah plastik industri air kemasan bermerek. Separuh dari timbulan sampah pada segmen botol ini merupakan sampah market leader.

Van Doorn mengharapkan pemerintah dan kalangan produsen di Indonesia tidak berpuas diri. Apalagi, menurutnya, per Maret silam, United Nations Environment Assembly, majelis lingkungan PBB, dalam sebuah pertemuan di Nairobi, Kenya, telah menyepakati fase awal negosiasi kesepahaman pengurangan polusi plastik di level dengan implikasi yang bakal mengikat secara hukum.

Baca Juga: Balikpapan MoU Pangan dengan Polewali Mandar untuk Sambut IKN 

2. Data sampah plastik di perairan Indonesia

Ilustrasi sampah plastik (ANTARA FOTO/Irwansyah Putra)

Sejauh ini memang belum ada data resmi ihwal volume sampah gelas plastik dan botol plastik air kemasan yang mampir di perairan laut. Namun contoh kelamnya sudah jadi rahasia umum. Seperti di Wakatobi Sulawesi Tenggara, misalnya pada 2018 di mana ditemukan kematian ikan paus sperma (physeter macrocephalus) di perairan yang dikenal akan keindahannya. 

Ironisnya, ikan paus tersebut mati dengan perut berisi 6 kilogram sampah plastik dan 115 buah air minum kemasan gelas plastik. 

Menghadapi ancaman sampah plastik tersebut, pemerintah bergegas meluncurkan strategi pengurangan sampah plastik nasional. Dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen. Pemerintah mendorong produsen di bidang manufaktur, jasa makanan dan minuman serta industri ritel untuk menyetor road map pemangkasan 30 persen volume sampah per Desember 2029.

3. KLHK mendesak pengurangan sampah plastik di Indonesia

Komunitas peduli sampah plastik (ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah)

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam banyak kesempatan, mendesak produsen menggunakan kandungan daur ulang pada kemasan pangan serta mendorong produsen meninggalkan kemasan mini yang mudah tercecer dan kurang bernilai ekonomis untuk daur ulang. Pada industri air kemasan, misalnya, aturan phase out berlaku untuk air minum kemasan di bawah 1 liter. Pengaturan serupa berlaku untuk kemasan saset di bawah 50 mililiter.

Sayangnya, sejauh ini tercatat baru 33 perusahaan yang telah mengirimkan dokumen yang memuat data komitmen pengurangan sampah plastik hingga 2029. Khusus pada industri air kemasan bermerek, kalangan produsen masih terlihat berlomba menawarkan produk downsize, air mineral ukuran mini, yang notabene mudah tercecer dan mencemari lingkungan.

Menariknya, saat sejumlah produsen air kemasan memperkenalkan kemasan upsize, semisal galon ukuran 5, 6 dan 15 liter, produk sejenis kerap jadi sasaran kampanye negatif karena dianggap menambah volume sampah. Padahal, kemasan tersebut yang justru sejalan dengan arahan phase out kemasan mini per Desember 2029.

Baca Juga: Cegah Kecelakaan, Polda Kaltim Lakukan Ramp Check Transportasi Umum

Berita Terkini Lainnya