TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Jika Kaltim Jadi Ibu Kota Negara, Ini yang Bikin Millennial Waswas

Takut lingkungan rusak hingga tak bisa membeli rumah

google.com/maps/Kalimantan Timur

Samarinda, IDN Times-Presiden Joko 'Jokowi' Widodo dalam pidato kenegaraannya pada 16 Agustus lalu, dalam sidang tahunan MPR resmi menyatakan ibu kota negara pindah ke Kalimantan.

Benua Etam adalah salah satu kandidat selain Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah. Kabar tersebut pun menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat Kaltim.

Kira-kira bagaimana respons masyarakat, terutama generasi millennial soal perpindahan ibu kota ke Bumi Mulawarman? 

Baca Juga: Ibu Kota Baru di Kalimantan, Bagaimana Rencana Transportasi di Sana?

1. Rasa bangga bisa menambah sikap hedonisme lepas kontrol

unsplash.com/Levi Guzman

Meski dinyatakan mumpuni sebagai calon ibu kota negara, namun sebagian masyarakat merasa Kaltim belum siap terutama dalam segi sosial, ekonomi, bahkan lingkungan. 

“Dari segi sosial, pelabelan yang masyarakat Kalimantan dapatkan seperti ‘kampungan’ atau ‘tinggal di hutan’ akhirnya bisa ditumpas dengan bangga karena ibu kota pindah ke sini. Hal ini memberi semangat baru bagi mereka yang setuju ibu kota pindah ke sini,” ungkap Silviana Purwanti, dosen muda Ilmu Komunikasi Universitas Mulawarman.

Namun, lanjut dia, rasa bangga tadi bisa membuat hedonisme semakin meningkat. Mereka yang selama ini dianggap “orang kampung” akhirnya punya kesempatan untuk unjuk diri dengan apa yang dipunyai.

“Nah, hedonisme meningkat, kriminalitas mengikuti. Mereka yang statusnya menengah ke bawah akan berusaha untuk bisa sejajar dengan gaya ala masyarakat ibu kota dengan cara-cara yang salah. Sebab itu, menurut saya Kaltim dari segi sosial belum siap,” kata perempuan berusia 37 tahun ini.

Baca Juga: Bappenas: Master Plan Pemindahan Ibu Kota Selesai 2020

2. Bikin harga properti makin gila-gilaan, millennial makin susah dapat rumah

indonesiarealestatelaw.com

Pendapat yang sama datang dari Arya Nugeraha. Pria yang bekerja sebagai penyiar radio ini berpendapat bahwa nantinya jumlah penduduk akan bertambah dan hal ini membuat harga properti semakin mahal. Belum lagi kawasan hutan lindung dan satwa endemik Kalimantan yang terancam punah.

“Selain itu kemungkinan munculnya slum area atau wilayah kumuh bisa terjadi. Sebagai warga Kaltim, jujur saya tidak ingin ibu kota pindah ke sini,” ujar pria 24 tahun ini. Sebagai generasi millennial yang diperkirakan tidak bisa memiliki rumah pribadi di kemudian hari, dengan adanya kabar ini membuat para millennial di Kaltim semakin pesimistis.

Satu sisi, kata dia, dampak positif yang akan dirasa oleh warga Benua Etam adalah pembangunan infrastruktur akan banyak dibangun, pertumbuhan ekonomi dan kualitas pendidikan dan sumber daya manusia juga akan meningkat.

“Kemudian, Kaltim akan lebih dikenal dan kabar dari provinsi ini akan lebih banyak tersiar ketika resmi menjadi ibu kota,” terangnya.

3. Lingkungan Kaltim bisa semakin parah

unsplash.com/Vlad Tchompalov

Kekhawatiran akan perpindahan ibu kota ini juga dirasakan oleh Natasya Maswan, beauty influencer Samarinda. Menurut dia, warga asli Kaltim nantinya bisa tersisih dengan para pendatang.

“Saya tahu bahwa proses ini akan berlangsung lama dan bertahap. Tetapi saya khawatir nantinya budaya Kaltim akan memudar karena masyarakatnya belum siap. Bisa saja terjadi gegar budaya dan bertindak norak,” kata dia.

Taman hutan raya (Tahura) Bukit Soeharto menjadi lokasi pilihan jika ibu kota pindah ke Kaltim. Hal ini menimbulkan kontra karena ketakutan masyarakat akan kerusakan lingkungan yang semakin parah nantinya.

Seperti diketahui, lubang tambang yang masih banyak menganga di daerah Kutai Kartanegara dan Samarinda, serta penggunaan lahan untuk kebun sawit belum teratasi dengan matang.

Jika Tahura Bukit Soeharto nantinya akan dipangkas demi pemindahan ibukota, ada risiko kehilangan sumber kekayaan alam yang hijau, penyegar udara dan tempat tinggal satwa.

“Yang saya tahu, Tahura di bawah wewenang pemerintah. Mereka yang memiliki keputusan penuh untuk membuka kawasan hutan dan lainnya. Nah, apakah mereka bisa menjamin kawasan hutan tidak rusak? Sebagai millennial, saya prihatin kalau ternyata mereka belum punya perencanaan matang dan tidak bertanggung jawab di kemudian hari,” tutur Natasya,

Baca Juga: Jokowi: Pindah Ibu Kota Tiru Pengalaman Negara Lain

Berita Terkini Lainnya