OTT KPK di Kaltim, Proyek Infrastruktur Lahan Empuk Korupsi
Jadi OTT menjelang UU KPK yang baru diberlakukan
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Samarinda, IDN Times - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap delapan orang diduga kasus suap proyek jalan di Kalimantan Timur. Masing-masing dibekuk di tempat yang berbeda pada Selasa (15/10) siang, yakni Samarinda, Bontang, dan Jakarta.
Informasi yang dihimpun IDN Times, salah satu tempat yang diperiksa KPK ialah kantor BPJN Wilayah XII Kaltim perwakilan Samarinda di Jalan Tengkawang. Dari ketujuh orang yang diamankan, satu orang pejabat pembuat komitmen (PPK) berinisial AT diduga menerima suap dari rekanan swasta sebesar Rp1,5 miliar atas proyek multiyear perbaikan jalan Samarinda-Sangatta senilai Rp115 miliar.
Modusnya, menggunakan ATM. Rekanan atau kontrakan memberikan ATM pada pejabat di BPJW XII sudah diisi sejumlah uang secara berkala.
Baca Juga: [BREAKING] KPK OTT di Kaltim, Amankan 8 Orang Termasuk Kepala BPJN XII
1. Proyek infrastruktur kerap jadi bancakan
Menanggapi itu, Koordinator Pusat Studi Anti Korupsi (Saksi) Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah mengatakan, infrastruktur memang kerap kali dijadikan bancakan. Hal ini disebabkan besarnya jumlah anggaran yang dikucurkan.
Untuk satu proyek infrastruktur saja, bisa mencapai nilai miliaran bahkan triliunan rupiah. Di Kaltim sendiri, selain di sektor sumber daya alam, sektor infrastruktur inilah yang potensial jadi sasaran korupsi.
Korupsi infrastruktur tidak hanya merugikan keuangan negara, tapi juga secara langsung merugikan masyarakat, sebab berkenaan dengan pembangunan fasilitas publik.
"Dampaknya, kualitas yang buruk dan cepat rusak, lamanya waktu pengerjaan, hingga bangunan mangkrak," sebutnya.
Dia menerangkan, korupsi infrastruktur itu baunya memang menyengat namun sulit menemukan sumbernya, hal tersebut lumrah di masyarakat. Tak heran banyak warga mengeluh dengan proyek infrastruktur yang mandek.
Tak hanya itu, modus yang jamak dilakukan dalam korupsi infrastruktur, relatif serupa, yakni mengurangi spesifikasi bahan dan bangunan. Selain itu, juga sering didapatkan proyek-proyek infrastruktur fiktif, termasuk proyek yang belum selesai tapi uangnya sudah dicairkan lebih dulu.
"Itu belum termasuk fee tertentu untuk jatah preman," imbuhnya.
Baca Juga: [BREAKING] OTT di Kaltim Diduga Terkait Proyek Kementerian PUPR