Pengamat: Wali Kota Harus Minta Maaf kepada Mahasiswa yang Dianiaya
Petugas tak boleh bersikap brutal kepada warga
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Samarinda, IDN Times - Peristiwa pengeroyokan delapan mahasiswa yang diduga dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) pada Jumat (9/8) pekan lalu, menuai kritik pedas dari pengamat hukum dan pengamat sosial Universitas Mulawarman (Unmul). Akibat kejadian itu, empat mahasiswa mengalami luka-luka. Kejadian ini memicu demo mahasiswa, Selasa (13/8), di Balai Kota Samarinda.
“Siapapun tidak boleh diperlakukan brutal semacam itu,” ucap Herdiansyah Hamzah, pengamat hukum Unmul.
Baca Juga: Inilah German Hutagaol, Satpol PP yang Raih Emas Kejurnas Kickboxing
1. Kebebasan berkumpul dan berpendapat diatur dalam UUD 1945
Tindakan Satpol PP, menurut dia, sangat keterlaluan sebab main pukul tanpa peringatan sebelumnya. Dan itu merupakan perilaku tidak terpuji yang dipertontonkan aparat pemerintah daerah.
“Mereka tidak bisa membedakan mana hitam dan putih. Mana pelanggaran dan hak kebebasan berkumpul, berpendapat. Yang seharusnya mereka lindungi,” tegasnya.
Lebih lanjut dia menyatakan, perlu diingat kebebasan berkumpul, berserikat dan berpendapat itu diatur dalam UUD 1945 Pasal 28e ayat 3. Disebutkan, bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat. Norma konstitusi ini diperkuat pula dengan Pasal 20 ayat 1 dalam Universal Declaration of Human Rights yang menyatakan bahwa, "Setiap orang mempunyai hak atas kebebasan berkumpul dan berserikat tanpa kekerasan.”
Baca Juga: Mahasiswa Samarinda Demo, Menuntut Kasatpol PP Dicopot