TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Warga Bantaran SKM Enggan Pindah, Dewan Minta Pemkot Samarinda Tegas

Rencana relokasi warga SKM sudah ada sejak 1998 silam

Kondisi Sungai Karang Mumus saat ini. Warga masih bergantung untuk kegiatan harian seperti mencuci dan mandi. Potret ini diambil pada Sabtu 26 Oktober 2019 di kawasan Kelurahan Temindung, Samarinda (IDN Times/Yuda Almerio)

Samarinda, IDN Times - Rencana relokasi permukiman di bantaran Sungai Karang Mumus (SKM) belum tuntas. Alasannya warga RT 28 Kelurahan Sidodadi, Kecamatan Samarinda Ulu dan pemkot belum senada soal harga pindah. Polemik ini pun mendapat tanggapan dari Komisi III DPRD Samarinda.

“Persoalan ini bukan hal baru, jangan dibikin susah,” kata Angkasa Jaya, ketua Komisi III saat dikonfirmasi pada Rabu (24/6) siang.

Baca Juga: Dana Tak Sesuai, Revitalisasi Sungai Karang Mumus Berjalan Tak Mulus

1. Seharusnya tak ada masalah jika ditangani oleh eksekutif lewat tim appraisal

ilustrasi pengerukan SKM di Samarinda (IDN Times/Yuda Almerio)

Wajar demikian, antara banjir Samarinda dan SKM saling bertalian. Bahkan dianggap sebagai salah satu kunci atasi banjir menahun di ibu kota Kaltim ini. Itu sebabnya, relokasi warga di pinggiran sungai diperlukan, sehingga lebar dan sedimentasi sungai bisa terjaga.

Politikus PDI Perjuangan ini ingat benar pada 2010 lalu rencana pengentasan banjir menyasar SKM. Mulai dari pengerukan sedimentasi hingga relokasi. Namun agenda itu hingga saat belum juga tuntas. Dia pun paham benar memindahkan warga tak mudah, apalagi yang telah berdiam belasan hingga puluhan tahun di lokasi tersebut.

“Ini kan sudah diurus sama eksekutif lewat bantuan tim appraisal atau penilai. Semestinya tak ada masalah,” kata Angkasa.

2. Agenda relokasi warga bantaran SKM sudah ada sejak 1998

Banjir di Samarinda memang menjadi momok. Dalam hitungan jam saat hujan melanda Kota Tepian, sebutan Samarinda bisa tergenang. Potret tersebut diambil pada Juni 2019 (IDN Times/Yuda Almerio)

Sebenarnya urusan relokasi ini bukan hal baru. Agenda ini sudah ada sejak 1998. Meski sudah dua dekade lebih berlalu namun persoalan ini tak tuntas. Memang ada sebagian warga yang sepakat dipindah, tapi tak sedikit pula menolak.

Data terakhir, relokasi warga masyarakat di bantaran sungai tercatat sebanyak 1.355 kepala keluarga (KK) ke lokasi permukiman baru seperti Handil Kopi dan Damanhuri. Jumlah ini lebih kecil dibandingkan kepala keluarga yang memilih tetap bertahan. Yang mana dari verifikasi ulang pemkot, dari angka awal 3.384 KK hingga 3.400 KK, sekarang meningkat menjadi 8.000 KK.

Angkasa pun menilai Pemkot Samarinda harus tegas sebab penataan ini untuk kepentingan bersama, utamanya pengentasan banjir.

“Perbedaan soal harga ini wajar, tapi warga juga harus paham dengan posisi secara hukum (dari sisi akta tanah dan akta bangunan). Jika belum sepakat lagi ya dibicarakan baik-baik. Harus ada keputusan untuk persoalan ini,” sebutnya.

Baca Juga: Anggaran Penanggulangan Banjir Samarinda Tersendat karena COVID-19

Berita Terkini Lainnya