Sudah Inkrah, Polda Kalsel Diduga Membuka Kasus Lama Jurnalis Diananta

Diduga ada pemeriksaan melibatkan tenaga ahli dewan pers

Balikpapan, IDN Times - Kepolisian Daerah Kalimantan Selatan (Polda Kalsel) diduga kembali mengusut kasus lama seorang Jurnalis bernama Diananta Putra Sumedi. Dia merupakan kontributor Tempo yang saat itu bekerja untuk Banjarhits.id yang merupakan media partner Kumparan.

Dikutip dalam laman Apahabar.com, desas-desus penyelidikan itu terungkap ketika penyidik Polda Kalsel menlakukan pemeriksaan Tenaga Ahli Dewan Pers, Herutjahjo. Padahal Diananta sudah dinyatakan bersalah oleh hakim dan divonis hukuman tiga bulan 15 hari penjara pada tanggal 10 Agustus 2020 lalu

"Iya betul (diselidiki kembali)," ujar Wakil Ketua Dewan Pers Hendry CH Bangun, membeberkan pemeriksaan Heru, Kamis (2/12/2021).

1. Perkara telah inkrah

Sudah Inkrah, Polda Kalsel Diduga Membuka Kasus Lama Jurnalis DianantaDok

Dari informasi yang dihimpun, polisi kembali mengusut berita bermuatan SARA yang pernah dimuat di Banjarhits. Padahal status perkara tersebut sudah inkrah atau berkekuatan hukum tetap. Diananta dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Negeri Kotabaru. Ia menjalani berbulan-bulan lamanya di Polres setempat.

Kabid Humas Polda Kalsel Kombes Pol Mochamad Rifa'i juga membenarkan jika perkara Diananta telah inkrah. "Iya betul sudah inkrah," kata Rifa'i, Kamis (2/12/2021).

2. Enggan berkomentar soal pemeriksaan

Sudah Inkrah, Polda Kalsel Diduga Membuka Kasus Lama Jurnalis DianantaFoto interogasi hanya ilustrasi. (shacknews.com)

Sementara itu, terkait soal pemeriksaan Tenaga Ahli Dewan Pers Herutjahjo, Rifai'i masih belum mau berkomentar banyak. Dia meminta waktu untuk memberikan keterangan lebih lanjut. Sehingga informasi yang disampaikan adalah informasi yang benar.

"Bapak konfirmasi dulu, mohon waktunya," jawabnya singkat.

3. Produk jurnalistik ranah dewan pers

Sudah Inkrah, Polda Kalsel Diduga Membuka Kasus Lama Jurnalis Diananta(IDN Times/dok M.Pazri Borneo Law Firm)

Dibukanya kembali kasus ini mengundang keheranan sejumlah pihak, termasuk Direktur Borneo Law Firm Muhammad Pazri. Menurutnya, perkara yang menyangkut produk jurnalistik seharusnya dilakukan terlebih dahulu dengan beberapa langkah preventif. Misalnya jika satu pihak dirugikan dapat menggunakan hak jawab, hak koreksi, hingga hak meralat dan permohonan maaf secara terbuka.

Di satu sisi, Banjarhits sendiri diketahui merupakan media yang terverifikasi Dewan Pers. Di mana kasus terkait pemberitaan oleh media yang benar-benar media pers adalah masuk ranah delik pers, bukan delik pidana. 

"Saya tegaskan dan perlu diingat itu adalah terkait produk jurnalistik sehingga harus dibedakan antara delik pers dengan delik pidana," terangnya.

4. Polda Kalsel diminta hormati MoU Dewan Pers, PWI dan Polri

Sudah Inkrah, Polda Kalsel Diduga Membuka Kasus Lama Jurnalis DianantaIlustrasi Jurnalis (IDN TImes/Arief Rahmat)

Pazri mengatakan semestinya Polda Kalsel menghormati MoU Dewan Pers, PWI, dan Polri terkait penanganan proses pegaduan dan pemberitaan media. Sehingga istilah dugaan adanya kriminalisasi terhadap insan pers tidak muncul kembali.

"Karena sejarahnya perlu diingat kembali, seluruh organisasi wartawan telah mendesak Polri agar menghentikan kriminalisasi terhadap pers," jelasnya Pazri.

Dirinya menerangkan, salah satu fungsi Dewan Pers yaitu memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers. Apabila hak jawab dan pengaduan ke dewan pers tidak juga membuahkan hasil, maka UU Pers juga mengatur ketentuan pidana dalam pasal 5 jo. Pasal 18 ayat (2) UU Pers.

"Sehingga untuk di Kalsel saya berharap kepolisian menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap kasus tersebut," tegasnya.

5. Pemahaman soal penyelesaian masalah Pers

Sudah Inkrah, Polda Kalsel Diduga Membuka Kasus Lama Jurnalis DianantaDokumen pribadi/ramadhanSyam

Sebagaimana tertulis, bahwa tegas pada Pasal 4 UU No.40 Tahun 1999 tentang Pers disebutkan untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. Jika telah sesuai kode etik, tapi masih ada proses delik pidana, maka ada indikasi pelemahan kebebasan pers. 

Dalam Pasal 10 Peraturan Dewan Pers Nomor: 6/Peraturan-DP/V/2008 tentang Pengesahan Surat Keputusan Dewan Pers Nomor 03/SK-DP/III/2006 tentang Kode Etik Jurnalistik sebagai Peraturan Dewan Pers (“Kode Etik Jurnalistik”) menyatakan bahwa Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.

Bahwa di dalam dunia Pers dikenal 2 (dua) istilah yakni: hak jawab dan hak koreksi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (“UU Pers”). Hak Jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya. Hak Koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberikan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain. Hak jawab dan hak koreksi merupakan suatu langkah yang dapat diambil oleh pembaca karya Pers Nasional apabila terjadi kekeliruan pemberitaan, utamanya yang menimbulkan kerugian bagi pihak tertentu.
 
Upaya yang dapat ditempuh akibat pemberitaan Pers yang merugikan adalah sebagai pihak yang dirugikan secara langsung atas pemberitaan wartawan.  Tentu yang bersangkutan memiliki hak jawab untuk memberikan klarifikasi atas pemberitaan tersebut. Langkah berikutnya adalah membuat pengaduan di Dewan Pers.

Baca Juga: Calon Ibu Kota Baru, ini Fakta Menarik tentang Kalimantan Timur

Topik:

  • Sri Wibisono
  • Linggauni

Berita Terkini Lainnya