Walhi Kaltim: Tak Ada Alasan Rasional Memindahkan Ibu Kota ke Kaltim

Pemindahan ibu kota melahirkan masalah lingkungan dan sosial

Samarinda, IDN Times - Presiden Joko "Jokowi" Widodo  akhirnya sah memilih lokasi ibu kota baru di sebagian di Kabupaten Penajam Paser Utara dan sisanya di Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur. Namun keputusan ini masih menimbulkan pro kontra di berbagai lapisan masyarakat.

Keputusan tersebut dinilai terburu-buru dan tanpa kajian mendalam, utamanya persoalan lingkungan. Maklum, sebelum diputuskan jadi ibu kota warga Kaltim sudah lebih dulu dibuai dengan iming-iming perbaikan ekonomi dan infrastruktur.

Itu sebabnya, Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kaltim, Yohana Tiko menilai seharusnya rencana pemindahan ibu kota, termasuk memastikan lokasi, diikuti dengan publikasi kajian ilmiah yang mendukung. 

“Kami belum melihat secara langsung kajian ilmiah rencana pemindahan ibu kota ini, padahal itu landasan utama. Makanya rencana ini terlihat seperti terburu-buru dan tidak jelas,” ucapnya dalam keterangan persnya, Rabu (28/8).

1. Pemerintah tak transparan mengenai kajian ilmiah pemindahan ibu kota

Walhi Kaltim: Tak Ada Alasan Rasional Memindahkan Ibu Kota ke KaltimDok. Kementerian PUPR

Padahal Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) menyebut telah melakukan kajian. Tetapi, lanjutnya, hal itu tak pernah diungkap kepada publik, khususnya warga Kaltim.

Bahkan ketika ditanyakan pun Bappenas selalu mengelak dengan alasan kajian masih dalam proses. “Hal ini menunjukkan jika pemerintah tidak mau transparan mengenai rencana tersebut. Yang disebut hanya sedang melakukan kajian planologi, tata ruang, masalah lingkungan dan segala macam. Tapi tetap tidak ada transparansi,” kata Tiko, sapaan akrabnya.

Ia menuturkan, kajian yang dimaksud tersebut bukan hanya sekadar bicara soal berapa anggaran yang disiapkan. Melainkan lebih dari itu, dengan membahas mengenai bagaimana beban lingkungan saat ini dan budaya masyarakat setempat saat ada pemindahan 1 juta orang luar ke daerah mereka.

“Ini menunjukkan jika rencana ini jauh dari perencanaan yang mendalam, justru terkesan tidak solid,” imbuhnya lagi.

Kemudian Tiko juga menilai, keputusan ini tidak partisipatif. Sebab keputusan pemindahan ibu kota ke Bumi Etam ini tidak sama sekali melibatkan masyarakat. Baik melalui metode jajak pendapat, survei dan lainnya tak pernah dilakukan.

“Kami juga mempertanyakan kenapa tak dilakukan jajak pendapat, tidak ditanyakan dulu kepada warga. Padahal ada hak warga untuk menyampaikan pendapatnya terkait pemindahan ibu kota ini,” bebernya. 

Baca Juga: Menteri Siti: Pemindahan Ibu Kota Sekaligus Perbaiki Lingkungan 

2. Pemindahan ibu kota dinilai tak tepat dan bisa menghilangkan endemik asli

Walhi Kaltim: Tak Ada Alasan Rasional Memindahkan Ibu Kota ke KaltimIG: @jayaprakash_bojan

Kata dia, rencana pemindahan ibu kota ke Sepaku di Penajam Paser Utara dan kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Bukit Soeharto itu dinilai bukan opsi yang tepat. Sebab, hal itu tentu menyalahi peruntukan ruang.

Perubahan kebijakan guna melegalkan praktik buruk pengelolaan lingkungan hidup tentunya jadi awal berubahnya fungsi dan pola ruang. Fungsi konservasi Tahura yang bertujuan untuk menjaga kelestarian dan menjamin pemanfaatan potensi kawasan serta sebagai wilayah koleksi tumbuhan dan satwa untuk kepentingan penelitian, pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi nanti akan berganti menjadi tembok megah. 

“Bayangkan saja, berapa banyak yang hilang dari keanekaragaman hayati apabila ibu kota benar pindah ke lokasi itu. Flora dan fauna akan kehilangan rumahnya, pelaku bisnis akan mengubahnya menjadi perumahan mewah, mal dan pusat hiburan. Itu sama sekali tak berhubungan dengan kegiatan konservasi,” tegasnya.

3. Walhi menilai tak ada alasan rasional memindahkan ibu kota

Walhi Kaltim: Tak Ada Alasan Rasional Memindahkan Ibu Kota ke KaltimIDN Times/Mela Hapsari

Selain itu, lanjut Tiko, kawasan Sepaku di Kabupaten Penajam Paser Utara masuk pada bagian hulu Teluk Balikpapan. Terdapat banyak kampung nelayan tradisional di kawasan tersebut.

Ibu kota diharapkan tak menggusur kelangsungannya. Mengingat, nelayan tradisional bukan tipe nelayan yang melaut jauh dari bibir pantai. “Jika terganggu, tentu akan mengganggu para nelayan untuk mencari ikan,” jelasnya.

Walhi pun melihat tidak ada alasan yang rasional dari rencana pemerintah untuk memindahkan ibu kota ke Kaltim. Dikhawatirkan pemindahan ibu kota malah melahirkan masalah sosial dan lingkungan hidup yang semakin parah bagi Bumi Etam.

Ketika pemindahan ibu kota ini untuk menyelesaikan persoalan akut di Jakarta, perlu dimatangkan juga agar tidak memindahkan permasalahan ke Kaltim. "Jangan sampai karena kepentingan politik dan investasi, masyarakat dan lingkungan terancam menjadi korban,” pungkasnya.

Baca Juga: Segitiga Emas Kecamatan yang Menjadi Pusat Pembangunan Ibu Kota Baru

Topik:

  • Mela Hapsari

Berita Terkini Lainnya