TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Melawan Stigma, Penyintas Kusta di Singkawang Bikin Kerajinan Ecoprint

Produk penyintas kusta Singkawang terjual sampai ke Malaysia

Sejumlah produk ecoprint dari para pengrajin penyintas kusta di Singkawang. (IDN Times/Teri).

Pontianak, IDN Times - Sebuah wadah kreatif di ujung Kota Singkawang, Kalimantan Barat berkolaborasi dengan para penyintas kusta untuk membuat sejumlah kerajinan tangan dengan berbagai bahan alami. Mereka tergabung di dalam Ruang Terampil Ecoprint.

Ruang Terampil Ecoprint merupakan sebuah komunitas yang memberdayakan para penyintas penyakit kusta untuk tetap produktif dan kreatif menjalankan kehidupannya. Para penyintas kusta kerapkali dijauhi dan ditakuti oleh orang.

“Penyakit kusta itu penyakit kulit, mereka para penyintas yang ada di Kota Singkawang diberdayakan untuk membuat kerajinan ini. Ini salah satu upaya untuk menghapus stigma negatif terhadap penyintas kusta,” kata Rinda, Staf Ekonomi Kreatif Dinas Pariwisata Singkawang, Minggu (22/10/2023).

Baca Juga: Resep Bakwan Pontianak yang Gurih dan Maknyus, Ada toppingnya loh!

1. Wadah untuk melawan stigma negatif kepada penyintas kusta

Komunitas ini gandeng penyintas kusta di Singkawang untuk melawan stigma negatif. (IDN Times/Teri).

Ruang terampil ini adalah komunitas untuk memberdayakan para penyintas kusta melalui ecoprint. Mereka diajarkan untuk membuat kerajinan dari pewarna alami, yakni dari berbagai macam daun yang menghasilkan warna.

“Mereka bikin kain, nanti kainnya dikirim ke Bandung untuk dibuat topi, tas, sepatu, dan lain-lain. Kalau dari Dinas Pariwisata bantu promosikan barang mereka, mereka juga mau bangun galeri nanti di Desa Liposos itu dapat bantuan dari CSR,” ungkap Rinda.

Selama ini, para penyintas kusta di Singkawang sehari-harinya adalah berkebun. Hingga akhirnya mereka diajak untuk membuat kerajinan dengan ecoprint.

“Tujuannya itu untuk menghapus stigma orang penderita penyakit kusta. Padahal penyakit ini tidak mudah menular, nah stigma ini lah yang buat orang ketakutan, mereka menjauh. Padahal kata ahlinya ini tidak mudah menular, masa inkubasinya juga lama. Cuma sekarang sudah tidak ada lagi pasien dan rumah sakitnya itu sudah tutup,” jelas Rinda.

2. Mereka membuat suvenir, baju, tas hingga sepatu

Produk yang dihasilkan, ada topi, tas, sepatu, tas, hingga souvenir lainnya. (IDN Times/Teri),

Rinda menceritakan, berbagai macam produk yang dihasilkan dari kain tersebut. Mulai dari pouch, tas, sepatu, baju, topi, dan suvenir lainnya yang dibuat dengan pewarna alami.

Dalam kesehariannya, mereka diajarkan untuk membuat pewarna dari dedaunan dan dicetak ke kain yang sudah dipersiapkan. Kain tersebut nantinya akan dikirim ke Bandung untuk dibuat menjadi berbagai macam produk.

“Mereka merendam daun ini, lalu membentang kain, daun ini disusun dan dilapis/dialas dengan kain polos, dan ada yang diinjak-injak untuk mengelurkan warna tersebut. Digulung dan dimasukkan kukusan selama 2 jam. Ini ada dari daun kersen, jati, lanang,” paparnya.

Baca Juga: Gadis Remaja di Pontianak yang Bakar Bendera Diduga Gangguan Jiwa

Berita Terkini Lainnya