Dugaan Pelecehan di Ponpes Kukar, Polisi Fokus Kumpulkan Bukti

Kukar, IDN Times – Kepolisian Resor (Polres) Kutai Kartanegara (Kukar) bergerak cepat menindaklanjuti laporan dugaan pelecehan seksual terhadap tujuh santri sebuah pondok pesantren di Kecamatan Tenggarong Seberang. Laporan resmi masuk pada Senin (11/8/2025) kemarin, dibawa oleh orang tua korban dengan pendampingan Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA) Kaltim.
Kasat Reserse Kriminal (Reskrim) Polres Kukar AKP Ecky Widi Prawira, mengungkapkan bahwa pihaknya telah memeriksa sejumlah saksi. Saat ini proses penyelidikan dan pengumpulan bukti masih berjalan, termasuk pendampingan psikologis kepada para korban.
“Kami terus melakukan proses hukum, dan melengkapi bukti. Setelah proses penyelidikan dan penyidikan ini baru kami bisa menetapkan apakah ini pidana atau tidak,” ujarnya, Selasa (12/8/2025).
1. Pemeriksaan saksi dan pengumpulan bukti

Polres Kukar telah memanggil dan memeriksa sejumlah saksi untuk menguatkan laporan yang diterima. Keterangan saksi ini akan menjadi tumpuan dalam tahap penyelidikan, termasuk untuk memastikan kronologi dugaan tindakan pelecehan yang dilakukan oknum pengajar ponpes.
Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Reskrim Kukar memastikan korban mendapatkan pendampingan psikologis selama proses hukum berjalan. Langkah ini diambil mengingat salah satu korban mengalami trauma berat hingga depresi akibat peristiwa yang dialaminya.
2. Kronologi laporan korban

Diberitakan sebelumnya, peristiwa memilukan terjadi di Kabupaten Kutai Kartanegara. Tujuh santri dari sebuah pondok pesantren di Kecamatan Tenggarong Seberang diduga menjadi korban pelecehan dari pengajarnya.
Kasus dugaan pelecehan ini sudah dilaporkan Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) pada Senin (11/8/2025) ke Kepolisian Resor (Polres) Kukar.
TRC PPA Kaltim yang dipimpin Rina Zainun melaporkan dugaan kasus pelecehan ini bersama para korban dan orang tua masing-masing korban. Diketahui, para korban pelecehan merupakan anak-anak di bawah umur.
3. Kasus pernah mencuat pada 2021

Kuasa Hukum TRC PPA Kaltim, Sudirman menerangkan oknum pengajar di ponpes tersebut sudah melakukan aksi bejatnya kepada santri sejak 2021 silam. Bahkan, jejak pelecehan yang dilakukan sang pengajar sudah sempat menjadi pemberitaan media massa.
“Terduga pelaku ini pernah melakukan tindakan yang sama pada 2021 lalu dan ditangani di Polsek. Namun kasusnya hanya berujung mediasi karena kurangnya bukti dan saksi. Sekarang korbannya ada tujuh hingga delapan,” tutur Sudirman.
Sudirman juga menyayangkan langkah mediasi yang dilakukan pada 2021. Dia menilai, jika pada saat itu ada proses hukum maka kemungkinan besar oknum pengajar tersebut tidak akan berulah kembali.
4. Aksi dilancarkan malam hari

Sudirman menerangkan, terduga pelaku kerap melancarkan aksinya pada malam hari saat santri sedang beristirahat. Bahkan, dari pengakuan korban ke TRC PPA maupun kepolisian, mereka tidak hanya mendapat pelecehan seksual dan tindakan asusila, namun juga kekerasan fisik. Hal ini dikarenakan beberapa korban menolak ajakan oknum, yang berujung kekerasan fisik berupa pemukulan.
Terungkapnya kasus ini, kata Sudirman lantaran salah satu santri yang menjadi korban kekerasan dan pelecehan mengalami depresi hingga memutuskan untuk ke luar dari ponpes.
“Korban yang trauma dan depresi ini berani berbicara ke orang tuanya, namun ia sudah tidak berani mendengar nama ponpes itu. Keluarga yang bersangkutan dan korban lain pun menemui kami untuk meminta pendampingan secara kelembagaan,” tutur Sudirman.
Yang lebih miris lagi kata Sudirman, terduga pelaku kerap melakukan aksi pelecehan di depan santri yang lain. Namun, karena takut, santri lain disebut Sudirman tak bias berbuat banyak.
“Ada korban itu sempat diseret ke kamarnya. Kadang modus pelaku ini mereka memanggil korban ke ruangan pribadinya, kadang ke ruang tempat belajar untuk melangsungkan aksi tidak senonohnya,” lanjutnya.