Kontroversi Pilkada di Banjarbaru yang Dimenangi 100 Persen

Banjarmasin, IDN Times - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Banjarbaru di Kalimantan Selatan (Kalsel) resmi menetapkan pasangan Erna Lisa Halaby dan Wartono sebagai pemenang Pilkada Banjarbaru 2024 setelah perhitungan suara. Namun, keputusan ini menuai kontroversi lantaran pasangan lawan, Aditya Mufti Ariffin dan Said Abdullah, telah didiskualifikasi sebelumnya karena pelanggaran pilkada.
Dalam rekapitulasi suara, pasangan Lisa-Wartono hanya meraih 36.135 suara, sementara Aditya-Said unggul dengan 78.736 suara. Namun, karena diskualifikasi, suara Aditya-Said dianggap tidak sah, sehingga total suara mereka menjadi nol.
Surat suara pemilihan wali kota (Pilwali) Banjarbaru ini pun masih mencantumkan gambar Aditya Mufti Arifin-Said Abdullah meskipun status pencalonannya didiskualifikasi KPU Banjarbaru. Mereka merupakan petahana Wali Kota Banjarbaru.
1. Diadukan ke Bawaslu RI dan MA

Keputusan KPU ini memantik protes dari berbagai kalangan, termasuk tokoh masyarakat seperti Prof Denny Indrayana dan Hairansyah. Mereka secara resmi melaporkan KPU Banjarbaru, KPU Provinsi Kalimantan Selatan, dan KPU RI ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI pada Selasa (3/12/2024).
Selain itu, Denny Indrayana, mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM, melalui unggahan video di media sosial, menyatakan akan membawa masalah ini ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“Ini adalah perampokan suara. Kami sedang memperjuangkan hak-hak konstitusional rakyat agar pemilu berjalan jujur dan adil. Kami akan melawan melalui jalur hukum yang bermartabat,” tegas Denny.
Ia juga mengajukan pengaduan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dan meminta uji materi atas Keputusan KPU Nomor 1774 Tahun 2024 di Mahkamah Agung (MA).
2. Kemenangan Lisa-Wartono terlalu dipaksakan

Pernyataan Denny mendapatkan dukungan dari berbagai pihak, termasuk akademisi. Dr. M. Uhaib As’ad dari Universitas Islam Kalimantan (Uniska) MAB menyebut kemenangan Lisa-Wartono sebagai bentuk “kejahatan demokrasi.”
“Kemenangan ini merupakan pengkhianatan terhadap demokrasi. Suara rakyat telah dirampas. Wajar jika warga Banjarbaru marah dan mendesak pemilu ulang,” ungkapnya.
Uhaib juga menilai bahwa lembaga penyelenggara pilkada, termasuk KPU, harus diperiksa dan dijatuhi sanksi atas dugaan pelanggaran.
“Ini bukan demokrasi, melainkan pembusukan politik yang didominasi kepentingan oligarki,” ujarnya.
3. Pilkada harus diulang, demi suara rakyat

Tim hukum yang dipimpin Prof. Denny Indrayana dan Dr. Muhamad Pazri resmi mendaftarkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi pada Rabu (4/12/2024). Gugatan tersebut tercatat dalam Akta Pengajuan Pemohon Elektronik Nomor 5/PAN.MK/e-AP3/12/2024 dan Nomor 6/PAN.MK/e-AP3/12/2024.
Denny dan tim hukum meminta MK untuk membatalkan keputusan KPU Banjarbaru dan menggelar pemungutan suara ulang (PSU). Mereka menekankan pentingnya mekanisme kolom kosong dalam pilkada, sesuai Pasal 54C UU Nomor 10 Tahun 2016, yang memungkinkan rakyat menolak pasangan calon tunggal.
“Kami meminta MK menetapkan kemenangan kolom kosong atau, minimal, memerintahkan pemungutan suara ulang demi menjaga hak konstitusional rakyat,” jelas Denny.
Masyarakat Banjarbaru berharap Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan ini. Mereka menuntut pemilu yang lebih adil, baik dengan menetapkan kolom kosong sebagai pemenang maupun menggelar pemilu ulang pada 2025.