Praperadilan Kasus Pencabulan Anak di Balikpapan Menunggu Putusan

Balikpapan, IDN Times - Sidang praperadilan dalam kasus pencabulan yang sempat tak berproses selama 1 tahun 3 bulan, kini memasuki tahap akhir. Dalam sidang ini, pemohon dari pihak tersangka dan termohon dalam hal ini Polda Kalimantan Timur (Kaltim) saling melemparkan bantahan dan jawabannya.
Memasuki tahap kesimpulan, Polda Kaltim melalui Kasubdit VI Renakta I Made Subudi menyatakan jika pihaknya sudah menjalani pemeriksaan dan penyelidikan sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) yang berlaku. Sekaligus menjawab tuduhan dari pengacara pelaku yang menyebut polisi melakukan tindakan mal-prosedur.
"Intinya semua itu sudah dibantah oleh kuasa hukum kami (Polda Kaltim)," terang Subudi, ketika ditemui di Pengadilan Negeri Balikpapan seusai sidang sore tadi, Senin (22/11/2021).
1. Bersiap jerat tersangka

Selain itu Subudi mengatakan, jika kasus ini berhasil dimenangkan oleh Polda Kaltim, maka pihaknya akan segera melanjutkan proses pemeriksaan, dengan melayangkan surat panggilan kedua terhadap tersangka. Sebelumnya, polisi sudah melayangkan surat pemanggilan pertama sebelum menerima panggilan sidang praperadilan.
Dirinya menegaskan, jika pelaku kembali menolak panggilan ini maka polisi yang akan melakukan penjemputan.
"Intinya kami akan lanjutkan pemeriksaan sebagai tersangka, menyurati kembali, kalau tak diindahkan kami yang akan bawa," tuturnya.
2. Sebut hasil laboratorium barang bukti tak ada hasil

Sementara itu, Kuasa Hukum tersangka Suen Redy Nababan optimis jika masukan dari pihaknya di pengadilan yang akan diterima hakim. Pasalnya, satu fakta mengenai barang bukti seprai yang terdapat cairan air mani tersangka, disebutnya tak ada hasil berita acara dari Laboratoris Kriminalistik Jawa Timur. Hal inilah, kata dia, yang menjadi dasar bahwa penyidik sudah melakukan mal prosedur. Belum lagi, keterangan mengenai kejadian kasus ini yang disebutkan terjadi pada akhir 2019. Suen mempertanyakan kembali soal seprai yang diambil penyidik pada bulan Maret 2020 lalu.
"Ini sudah tidak sesuai, seprai diambil di bulan Maret dan baru dilaporkan di bulan Juli 2021. Kenapa? Jeda waktunya sampai 4 bulan," kata dia.
Selain itu, lanjutnya, penetapan tersangka pun tak melalui proses penyelidikan. Hal tersebut diselaraskan dengan pernyataan ahli jika penyelidikan harus lebih dulu dilakukan sebelum penyidikan.
"Itu juga penyitaan berita acara dilakukan pada 21 Oktober sedangkan barang bukti disita di bulan Maret," tambahnya.
Hingga kini Suen bersikeras jika penetapan tersangka terhadap kliennya tak berdasar.
3. Pernyataan kuasa hukum tersangka dibantah kuasa hukum korban

Melalui sambungan telepon, IDN Times kembali menghubungi kuasa hukum korban yakni Siti Sapurah. Wanita yang kerab dipanggil Ipung ini dengan tegas membantah semua pernyataan kuasa hukum tersangka. Dirinya tak habis pikir, persoalan barang bukti seprai justru menjadi polemik panjang.
Ipung menegaskan jika kasus ini dilaporkan pada 1 Juli 2020, yang di mana artinya penyelidikan dimulai setelah masuknya laporan. Pernyataan tak berdasar jika polisi mengambil barang bukti itu di bulan Maret justru menjadi pertanyaan balik Ipung kepada pengacara tersangka.
Bahkan, soal hasil laboratorium forensik sperma dengan jelas merujuk kepada tersangka.
"Banyak hal yang dipertanyakan oleh kuasa hukum tersangka ini bisa terjawab semua dengan mudah," kata Ipung.
Pun perihal penyelidikan, tak bermaksud membela polisi, namun faktanya rentang waktu kasus ini mencapai 1 tahun 3 bulan, di mana di antaranya terdapat pergerakan polisi dan dalam melakukan penyelidikan.
Artinya, penetapan tersangka terhadap kakek tiri korban jelas dan terbukti.