TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Komisi IV DPRD Balikpapan Mendukung Penghapusan Ujian Nasional 

Tingkatkan pendidikan karakter dan kemandirian

Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kota Balikpapan Iwan Wahyudi (IDN Times/Maulana)

Balikpapan, IDN Times - Dunia pendidikan heboh karena pernyataan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makariem yang akan menghapuskan Ujian Nasional (UN) pada tahun 2021. Meskipun rencana ini masih dikaji namun telah muncul berbagai reaksi yang mendukung maupun menolak rencana ini.

Wacana penghapusan UN itu diungkapkan saat Nadiem melakukan rapat bersama Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Staf Khusus Mendikbud, serta Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) pada 26 November.

Wacana penghapusan Ujian Nasional yang disampaikan oleh Menteri Pendidikan Nadiem Makarim ini didukung oleh Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kota Balikpapan Iwan Wahyudi mengatakan penghapusan UN sangat baik untuk mendukung upaya pemerataan kualitas pendidikan antara kualitas pendidikan di wilayah perkotaan dengan pinggiran.

“Saya sepakat jika UN jadi dihapus. Karena kualitas pendidikan di masing-masing daerah memang berbeda. Bahkan dalam sebuah kabupaten kota saja kualitas pendidikannya bisa berbeda antara yang di tengah dengan yang di pinggiran kota. Jadi tidak bisa hasil UN dijadikan penilaian," katanya ketika diwawancarai IDN Times di Kantor DPRD Kota Balikpapan, Selasa (10/12).

Baca Juga: Jusuf Kalla: Tak Ada Ujian Nasional, Bahaya Jika Standar Berbeda-beda

1. Hasil UN tidak bisa jadi tolak ukur pendidikan

(Ilustrasi) IDN Times/Aan Pranata

Masa pembelajaran yang dilalui selama 3 tahun harusnya tidak cukup dinilai dari UN selama beberapa hari. Sementara pihak pemerintah selalu beralasan UN diperlukan sebagai pemetaan kualitas pendidikan setiap tahunnya. 

“Kalau UN jadi standarisasi pendidikan saya pikir gak akan bisa. Mana bisa disamakan antar kota semacam Pulau Jawa dengan kawasan pelosok di daerah Indonesia Timur yang memang minus. Baik infrastruktur bangunan maupun fasilitas beserta SDM pengajarnya,” ujarnya.

Menurutnya, UN seringkali menjadi tekanan dan beban bagi siswa, orang tua maupun guru karena disitu ada pertaruhan kualitas sebuah sekolah baik negeri maupun swasta. Akibatnya banyak sekolah dan pemerintah daerah yang berlomba mendapatkan nilai tertinggi dengan harapan daerahnya tidak dinilai bodoh oleh pemerintah pusat.

“Mungkin ada positifnya disisi memacu semangat belajar siswa. Tapi jangan lupa dampak negatifnya. Seperti ada laporan tekanan pemerintah daerah pada sekolah dan kecurangan saat ujian. Tapi untuk Balikpapan saya pikir masih cukup baik,” lanjut Iwan.

2. UN digantikan pendidikan karakter dan kemandirian

pixabay/F1Digitals

Ia menyarankan peningkatan pendidikan karakter dan kemandirian di tiap sekolah sebagai pengganti UN. Mengingat saat ini merupakan zaman digital di mana semua serba terbuka tanpa ada batasan. Sehingga diperlukan peran sekolah dan orang tua yang cukup besar agar anak terhindar dari dampak negatif kemajuan teknologi.

“Jadi tidak melulu pendidikan itu harus dengan nilai. Apalagi di era digital sekarang. Kalau tidak ada benteng, semakin besar kerusakan yang terjadi. Kalau memang mau tetap ada pemetaan pendidikan secara nasional mungkin bisa diganti assessment kompetensi berkala secara nasional. Hal itu bisa dilakukan setahun sekali dengan melibatkan dinas pendidikan di kabupaten kota,” ungkapnya.

Baca Juga: Mendikbud Berencana Menghapus Ujian Nasional

Berita Terkini Lainnya