TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

UU TPKS Diyakini Mampu Mengurangi Kekerasan Seksual di Kaltim

Perlindungan anak dan perempuan

ilustrasi kekerasan seksual (IDN Times/Aditya Pratama)

Samarinda, IDN Times - Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) Noryani Sorayalita mengharapkan disahkannya Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) pada Selasa, 12 April 2022 lalu, dapat mengurangi kasus kekerasan.

"Disahkannya UU TPKS, kita harap dapat mengurangi kasus-kasus kekerasan, tidak saja kasus seksual tetapi tindakan lainnya di Kaltim," katanya termuat dalam akun Instagram Pemprov Kaltim, Senin (25/4/2022). 

Baca Juga: Ribuan Personel Polda Kaltim Diterjunkan untuk Pengamanan Lebaran

1. Ancaman kasus kekerasan seksual pada perempuan dan anak

Soraya menambahkan berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA), memang paling tinggi adalah kekerasan seksual baik perempuan maupun anak. Sehingga disahkannya UU TPKS maka masyarakat dapat mengetahui bentuk kekerasan yang dimaksud di dalam UU TPKS.

"Harapannya jika masyarakat mengetahui nantinya tidak menjadi pelaku maupun tidak menjadi korban," tandasnya.

Dengan lahirnya UU TPKS, lanjut Soraya, korban kekerasan berani untuk melaporkan pelaku. Karena sudah dilindungi dalam UU, termasuk 10 poin penting yang diatur UU TPKS di antaranya, setiap perilaku pelecehan seksual termasuk dalam kekerasan seksual, kemudian memberikan perlindungan kepada korban.

2. Ancaman pidana untuk pelanggaran UU TPKS

Ancaman pidana dan denda untuk korporasi yang melakukan TPKS.

"Korban memiliki hak untuk mendapatkan restitusi dan layanan pemulihan, termasuk korban kekerasan berhak atas pendampingan," ujarnya.

Untuk angka dan kasus kekerasan di Kaltim, lanjut Soraya, turun dan data tersebut yang dilaporkan Simfoni PPA, tetapi secara riilnya bisa saja lebih yang dilaporkan.

"Data laporan dari Simfoni PPA per 31 Desember 2021, ada 450 kasus dengan 513 korban, untuk korban anak sekitar 66 persen, dewasa 34 persen, dan bentuk kekerasan yang tertinggi adalah kekerasan seksual, untuk anak-anak sebanyak 191 kasus dan orang dewasa 25 kasus," jelas Soraya.

Baca Juga: Libur Lebaran, Pemkot Balikpapan Awasi Lokasi Wisata dan Hiburan Warga

Berita Terkini Lainnya