Didakwa Makar, Aktivis KNPB: Memerdekakan Papua itu Hak Orang Papua
Selama menjadi tapol di Balikpapan terdakwa tak bisa berobat
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Balikpapan, IDN Times – Terdakwa kasus makar, Buctar Tabuni (40), buka-bukaan soal kasus makar yang menjeratnya. Mulai dari perlakukan tak adil selama menjadi tahanan politik di Balikpapan hingga keinginannya untuk memerdekakan Papua.
Diketahui, enam rekan Buctar yang juga terdakwa kasus makar itu bernama Agus Kossay (33), Alexsander Gobai (25), Fery Kombo (25), Hengki Hilapok (23), Irwanus Uropmabin (23) dan Stevanus Itlay (31). Pada awal Oktober 2019, mereka ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Mapolda Kaltim.
Ditemui di Pengadilan Negeri (PN) Balikpapan, Selasa (11/2) kemarin, Buctar mengatakan, ia merasa menderita selama sekitar dua bulan ditahan di Rutan Mapolda Kaltim. Sebab, kondisi Rutan Mapolda Kaltim dinilai tak layak untuk dihuni.
“Ruangannya lembab, dan kami tidak pernah kena matahari,” katanya kepada awak media.
Baca Juga: 7 Tersangka Kasus Makar di Papua Dipindah, Pengacara: Langgar Prosedur
1. Kewenangan memberi izin berobat ada di tangan Kejaksaan
Setelah di Rutan Mapolda Kaltim, Buctar bersama Agus, Alexsander, Fery, Hengki, Irwanus dan Stevanus, dipindahkan ke Rutan Kelas IIB Balikpapan. Pasca pemindahan ini membuat beberapa terdakwa kasus makar tersebut terserang penyakit.
Buctar mengaku, ia bersama Alexsander sempat menderita TBC hingga muntah darah. Ada juga terdakwa lainnya yang menderita batuk-batuk. Mereka lantas meminta izin kepada pihak Rutan untuk berobat.
Pihak rutan bukan tak mau memberi izin. Akan tetapi, kewenangan memberi izin berobat ada di tangan kejaksaan yang menangani kasus ini. Celakanya, pihak kejaksaan tak pernah memantau kondisi ketujuh terdakwa kasus makar ini. Sehingga, Buctar dan rekan-rekannya tidak pernah bisa berobat.
“Kami minta izin ke rutan, rutan bersedia, tapi harus ada izin dari kejaksaan, tapi kejaksaan tidak pernah kontrol kami,” beber pria berambut gimbal itu.
Hal inilah yang membuat Buctar bersama enam rekannya merasa mendapat perlakukan tak adil selama menjadi tahanan politik di Balikpapan. “Jadi selama di rutan itu hak-hak kami tidak pernah dipenuhi oleh Kejaksaan,” tambahnya.
Baca Juga: Sidang Tujuh Tapol Papua di Balikpapan, Kuasa Hukum: Dakwaan Tak Jelas