TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Didakwa Makar, Aktivis KNPB: Memerdekakan Papua itu Hak Orang Papua

Selama menjadi tapol di Balikpapan terdakwa tak bisa berobat

Buctar Tabuni (kanan) saat diwawancari awak media di PN Balikpapan, Selasa (11/2) kemarin. (IDN Times/Surya Aditya)

Balikpapan, IDN Times – Terdakwa kasus makar, Buctar Tabuni (40), buka-bukaan soal kasus makar yang menjeratnya. Mulai dari perlakukan tak adil selama menjadi tahanan politik di Balikpapan hingga keinginannya untuk memerdekakan Papua.

Diketahui, enam rekan Buctar yang juga terdakwa kasus makar itu bernama Agus Kossay (33), Alexsander Gobai (25), Fery Kombo (25), Hengki Hilapok (23), Irwanus Uropmabin (23) dan Stevanus Itlay (31). Pada awal Oktober 2019, mereka ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Mapolda Kaltim.

Ditemui di Pengadilan Negeri (PN) Balikpapan, Selasa (11/2) kemarin, Buctar mengatakan, ia merasa menderita selama sekitar dua bulan ditahan di Rutan Mapolda Kaltim. Sebab, kondisi Rutan Mapolda Kaltim dinilai tak layak untuk dihuni.

“Ruangannya lembab, dan kami tidak pernah kena matahari,” katanya kepada awak media.

Baca Juga: 7 Tersangka Kasus Makar di Papua Dipindah, Pengacara: Langgar Prosedur

1. Kewenangan memberi izin berobat ada di tangan Kejaksaan

Buctar Tabuni saat duduk di kursi pesakitan PN Balikpapan, Selasa (11/2) kemarin. (IDN Times/Surya Aditya)

Setelah di Rutan Mapolda Kaltim, Buctar bersama Agus, Alexsander, Fery, Hengki, Irwanus dan Stevanus, dipindahkan ke Rutan Kelas IIB Balikpapan. Pasca pemindahan ini membuat beberapa terdakwa kasus makar tersebut terserang penyakit.

Buctar mengaku, ia bersama Alexsander sempat menderita TBC hingga muntah darah. Ada juga terdakwa lainnya yang menderita batuk-batuk. Mereka lantas meminta izin kepada pihak Rutan untuk berobat.

Pihak rutan bukan tak mau memberi izin. Akan tetapi, kewenangan memberi izin berobat ada di tangan kejaksaan yang menangani kasus ini. Celakanya, pihak kejaksaan tak pernah memantau kondisi ketujuh terdakwa kasus makar ini. Sehingga, Buctar dan rekan-rekannya tidak pernah bisa berobat.

“Kami minta izin ke rutan, rutan bersedia, tapi harus ada izin dari kejaksaan, tapi kejaksaan tidak pernah kontrol kami,” beber pria berambut gimbal itu.

Hal inilah yang membuat Buctar bersama enam rekannya merasa mendapat perlakukan tak adil selama menjadi tahanan politik di Balikpapan. “Jadi selama di rutan itu hak-hak kami tidak pernah dipenuhi oleh Kejaksaan,” tambahnya.

2. Buctar bantah terlibat kasus makar

Buctar Tabuni (topi) bersama rekanya yang juga terdakwa kasus makar sesaat sebelum menjalani sidang di PN Balikpapan. (IDN Times/Surya Aditya)

Dikonfirmasi mengenai pasal makar yang didakwakan kepada dirinya, Buctar menanggapi santai. Menurutnya, ia sudah biasa berurusan dengan aparat penegak hukum karena kasus makar. Dia pun mengaku selalu menghadapi kasus yang menjeratnya dengan bersikap kooperatif.

“Kalau saya ini biasa selalu masuk keluar dengan pasal itu, dan saya selalu kooperatif, pihak kepolisian juga tahu itu,” tutur aktivis kemerdekaan Negara Papua Barat yang pernah menjadi Ketua Komite Nasional Papua Barat (KNPB).

Hanya saja, kata dia, ada yang berbeda dengan kasus makar yang menjeratnya kali ini. Dia merasa tidak melakukan makar sebagaimana yang dituduhkan jaksa kepada dirinya.

“Tapi, untuk kasus hari ini, satu hari pun saya tidak mau ditahan. Karena nurani saya mengatakan saya benar-benar tidak terlibat melakukan makar,” tegasnya.

Baca Juga: Sidang Tujuh Tapol Papua di Balikpapan, Kuasa Hukum: Dakwaan Tak Jelas

Berita Terkini Lainnya