TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Banjir di Samarinda Jadi Momok Menahun, Ini Saran DPRD

Solusi banjir bisa dimulai dari warga di bantaran SKM

Banjir di Samarinda memang menjadi momok. Dalam hitungan jam saat hujan melanda Kota Tepian, sebutan Samarinda bisa tergenang. Potret tersebut diambil pada Juni 2019 (IDN Times/Yuda Almerio)

Samarinda, IDN Times - Persoalan banjir di Samarinda memang bikin pusing tujuh keliling. Maklum dana triliunan rupiah sudah mengalir demi mengatasi persoalan banjir tersebut, namun hasilnya dirasa tak maksimal.

Pada 2015, Pemkot Samarinda mengalokasikan anggaran sebesar Rp 278,54 miliar. Duit sebanyak itu digunakan pembangunan kolam retensi, normalisasi saluran drainase, pembangunan pintu air dan pembangunan bendungan pengendali (bendali).

Kemudian pada 2016, dana kembali diturunkan. Pemkot Samarinda mengalokasikan Rp 131,7 miliar. Duit tersebut dipakai untuk pembuatan drainase dan pengerukan Polder Gang Indra, Jalan Pangeran Antasari.

Sementara itu data dari Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang dan Perumahan Rakyat (DPUPR) Kaltim, sejak 2014 anggaran banjir dari Pemprov Kaltim berkisar antara Rp 40–60 miliar. Bahkan pada 2008 lalu, Pemkot Samarinda sempat mendapat kucuran dana Rp 602 miliar dari Pemprov Kaltim.

Ditambah lagi, suntikan dana banjir dari pusat. Namun ujungnya, genangan tetap menghantui hingga menjadi momok bagi masyarakat. Bahkan, tahun lalu, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kementerian PUPR) menetapkan Samarinda masuk dalam daftar 20 daerah rawan banjir di Indonesia. Kabar baiknya, tahun ini, Pemprov Kaltim kembali membantu Samarinda mengatasi banjir. 

Baca Juga: Banjir Samarinda, Pengerukan Waduk Benanga Rp80 M

1. Solusi banjir dimulai dari tingkat rukun tetangga

Banjir di Samarinda (Dok.IDN Times/Istimewa)

Salah satu penyebab banjir di Samarinda adalah pendangkalan Sungai Karang Mumus akibat sedimentasi. Bangunan-bangunan di bantaran sungai juga menghambat air mengalir langsung ke sungai.

Namun upaya pengerukan tak dapat dilaksanakan maksimal lantaran masih banyak warga tinggal di bantaran Sungai Karang Mumus dan enggan direlokasi.

Pemerintah Kota Samarinda pernah menghitung biaya yang diperlukan untuk menangani banjir di kota ini mencapai Rp7 triliun.

Menanggapi itu Ketua Komisi III DPRD Samarinda, Angkasa Jaya mengatakan, persoalan Sungai Karang Mumus (SKM) ini memang tak bisa dipandang sebelah mata. Bayangkan saja, masalah banjir di Samarinda ini bukan persoalan setahun atau dua tahun melainkan menahun. Bila tak ditangani dengan apik, masyarakat yang merasakan dampaknya.

"Seharusnya persoalan mencari solusi ini dimulai dari tingkat RT (rukun tetangga) di bantaran SKM, kemudian kelurahan, kecamatan dan tingkat OPD (organisasi perangkat daerah) terkait. Mengatasi SKM ini bagai mengurai benang kusut," terang Angkasa.

2. Pemerintah harus punya niat baik dalam mengatasi persoalan banjir

Banjir di Samarinda (IDN Times/Mela Hapsari)

Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Samarinda itu menerangkan, pemerintah memang harus punya good will dalam mengatasi masalah ini. Itu sebabnya sosialisasi harus dimulai dari tingkat paling dasar dahulu. Kelurahan itu merupakan ujung tanduk dari pemerintah. Mereka harus sering bergerak bila pilihannya adalah relokasi dan pengerukan SKM.

"Banjir enggak hanya soal anggaran, tapi memang ada persoalan sosial yang harus dilihat lebih dulu," katanya.

Itu sebabnya, lanjutnya, bila warga enggan direlokasi pasti ada persoalan yang menuntut untuk diselesaikan lebih dahulu. Itu merupakan pekerjaan rumah bagi pemerintah. Di sisi lain, warga di bantaran SKM juga jangan kukuh dengan pendapatnya. Harus melihat dua sisi, apakah niat dari relokasi ini untuk kepentingan bersama atau sekadar agenda pembersihan saja.

"Yang jelas, mengatasi banjir itu persoalan bersama, bukan pemerintah saja tapi warga juga," ujarnya.

Baca Juga: Penanganan Banjir Samarinda Perlu Biaya Rp7 Triliun

Berita Terkini Lainnya