TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Duh! Pilkada Samarinda dalam Bayang-Bayang Kelompok Golongan Putih 

KPU target lampaui partisipasi pemilih lima tahun lalu

Simulasi Pilkada Serentak 2020 di tengah wabah corona (ANTARA FOTO/Budi Candra Setya)

Samarinda, IDN Times - Perhelatan Pilkada Samarinda dalam hitungan jam. Tepat Kamis, 9 Desember sebagian warga di ibu kota Kaltim ini bakal memilih pemimpinnya untuk lima tahun ke depan. Meski demikian kenduri demokrasi dalam bayang-bayang golongan putih (golput). Mereka yang tidak menggunakan hak pilihnya pun menjadi ancaman suksesi lima tahun sekali tersebut.

“Kami sudah tahu hal tersebut, makanya sosialisasi gencar kami lakukan,” terang Firman Hidayat, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Samarinda saat dikonfirmasi pada Selasa (9/12/2020) sore.

Baca Juga: Tiga Hari Jelang Pilkada, Semua Algaka di Samarinda Ditertibkan Aparat

1. Tetap optimistis mencapai target partisipasi pemilih

Ilustrasi Pilkada Serentak 2020 (IDN Times/Arief Rahmat)

Mantan juru warta itu tak menampik bila angka partisipasi politik warga Samarinda bisa jadi ancaman. Itu sebab pihaknya sejak setahun belakangan gencar memberikan pemahaman, mengenai pentingnya gunakan hak pilih saat pemilu nanti. Gerilya sukarelawan demokrasi pun membantu niatan tersebut. Entitas ini menyasar semua basis, dari perempuan, pemilih pemula, pemilih muda, warganet, keagamaan, warga binaan, kelompok marginal dan disabilitas. Target penyelenggara pilkada ini sebesar 77,5 persen dari 576.981 daftar pemilih tetap (DPT) Samarinda. Misi tersebut tentu perlu usaha maksimal mengingat lima tahun lalu partipasi pemilih kota ini hanya 49,76 persen.

“Kami tetap optimistis bisa meraih target tersebut. Setidaknya, jika tak sampai sasaran, cukup di angka 60 persen,” sebutnya.

2. Pelopor golongan putih berasal dari kalangan muda yang tak puas dengan Pemilu 1971

Ilustrasi Surat Suara (ANTARA FOTO/Abriawan Abhe)

Secara historis, Sri Yuniarti, peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dalam jurnalnya Golput dan Pemilu Indonesia (2009, hal 22) mencatat gerakan itu dipelopori oleh Arif Budiman yang kala itu merupakan dosen sekaligus aktivis reformasi (sekarang guru besar Universitas Melbourne, Australia). Golongan ini hadir akibat ketidakpuasan dengan pelaksanaan Pemilu 1971, sebab menurut kalangan aktivis kampus, pemilihan pemimpin negara saat itu merupakan ajang penipuan sistematis terhadap rakyat. Gerakan tersebut didominasi oleh cendekiawan muda kampus. Protes pertama mereka adalah mengumandangkan ide tidak ikut pemilu.

Perlahan-lahan, ide golput pun menyebar dan akhirnya bisa diterima khususnya masyarakat melek politik. Tak bisa dimungkiri mahasiswa dan pemuda secara umum adalah elemen pembaharu yang membawa perubahan pada sebuah bangsa seperti gerakan reformasi 1998 yang membuka pintu-pintu demokrasi. KPU Samarinda pun sadar dengan hal tersebut. Terbukti dari basis yang disasar oleh sukarelawan demokrasi turut menyertakan pemilih pemula dan pemuda.

“Kami memang memberi perhatian khusus kepada pemilih dari kalangan millennial,” tuturnya.

Baca Juga: JIP-LSI Rilis Survei Pilwali Samarinda, Ini Hasilnya

Berita Terkini Lainnya