TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Duka Perawat COVID-19 Samarinda, Gegara Corona Pernah Diusir dari Kos

Selain stigma negatif, insentif juga tak kunjung diterima

ilustrasi tenaga kesehatan. (ANTARA FOTO/Fauzan)

Samarinda, IDN Times - Selama setahun terakhir, perawat bersama dokter menjadi garda terdepan menghadapi virus corona atau COVID-19. Selama berbulan-bulan kedua entitas ini berjuang agar pandemik mematikan tersebut tak menyebar luas. Ironisnya, dengan perjuangan itu ragam stigma dan penolakan mereka terima dari masyarakat.

“Waktu awal-awal itu memang sangat berat. Kami memang sering mendapatkan stigma negatif,” ujar Restu Datu La’bi, perawat dari RS Samarinda Medika Citra saat dikonfirmasi, Jumat (19/3/2021).

Kepada IDN Times, Restu berkisah mengenai pengalamannya setahun terakhir hadapi COVID-19.

Baca Juga: Pengamat Sebut Penertiban PKL di Samarinda Harus Disertai Solusi

1. Awal mula hadapi COVID-19 selalu dihantui rasa takut tertular

Restu Datu La’bi, perawat dari RS Samarinda Medika Citra (Dok.IDN Times/istimewa)

Berurusan dengan virus corona tak mudah. Sebagai manusia biasa, Restu pun punya rasa  waswas terjangkit virus COVID-19 selalu menghantui. Maklum, kala pandemik ini mulai masuk Kalimantan Timur (Kaltim) terutama di Balikpapan dan Samarinda bulan Maret 2020, sebagian besar tenaga kesehatan belum memiliki pengetahuan yang cukup tentang virus corona.

Mulai dari cara penanganan hingga penangkal yang harus diberikan kepada pasien. Wabah ini benar-benar hal baru. Belum lagi ketika itu anti virus belum ditemukan.

“Jadi yang kamu lakukan hanya memberikan penambah imun dan vitamin bagi pasien,” akunya.

2. Pernah dijauhi tetanga karena merawat pasien COVID-19

Ilustrasi Tenaga Medis. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi

Syukurnya seiring berjalannya waktu, Restu kian memiliki pengetahuan tentang bagaimana penanganan penyakit COVID-19. Para tenaga medis dari dokter hingga perawat, menurutnya makin paham bagaimana menangani pasien positif COVID-19. 

Meskipun di sisi lain, Restu pun tetap dihinggapi perasaan khawatir di saat pasien COVID-19 di Kaltim terus bertambah. Lebih-lebih ketika rumah sakit swasta resmi diminta pemerintah ikut menjadi rujukan bagi pasien COVID-19 di Kota Tepian.

Persoalan semakin bikin pening tatkala alat pelindung diri atau APD semakin sukar didapatkan. Restu mengaku, secara psikis dia benar-benar tak kuat. Kian pelik ketika warga memberi stigma negatif.

“Saya sempat berkunjung ke rumah keluarga di Tanah Merah, Samarinda Utara. Waktu itu tetangga tanya, soal aman atau tidak, saya merawat pasien corona. Karena merasa tak ada masalah, jawaban saya tentu aman. Tapi ujungnya saya tetap di jauhi," keluhnya. 

Baca Juga: Polemik PKL dan Parkir Liar Samarinda, Satpol PP: Itu Masalah Klasik

Berita Terkini Lainnya