TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Tolak UU Cipta Kerja, Mahasiswa Kaltim Berdemo di Depan Gubernuran

Ada empat poin yang jadi acuan penolakan para mahasiswa

Para mahasiswa dan pekerja mengangkat papan penolakan terhadap UU Omnibus Law Cipta Kerja di depan kantor gubernur Kaltim, Jalan Gajah Mada, Kelurahan Jawa, Kecamatan Samarinda Ulu. IDN Times/Yuda Almerio

Samarinda, IDN Times - Meski sudah disahihkan pada Senin malam, 5 Oktober 2020, sejumlah arus penolakan terhadap Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja menggaung di mana-mana. Termasuk di Samarinda pada Selasa (6/10/2020) siang. Persisnya di depan Kantor Gubernur Kaltim, ramai puluhan mahasiswa dan buruh mengangkat papan bertuliskan gagalkan omnibus law hingga reformasi dikorupsi.

“Kami (mahasiswa) bersama para buruh ingin pemerintah mencabut undang-undang yang sudah disahkan,” ujar Alfons, anggota Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia ( GMNI ) Samarinda kepada sejumlah media pada Selasa siang.

Baca Juga: Ribuan Bangunan di Bantaran SKM Samarinda Menanti Penertiban

1. Potensi pekerja dikontrak seumur hidup tanpa pengangkatan sebagai karyawan tetap

Ilustrasi pengesahan undang-undang (IDN Times/Arief Rahmat)

Aksi penolakan ini tak hanya berlangsung Ibu Kota Kaltim saja, tapi nyaris seluruh buruh dan mahasiswa di Indonesia protes dengan kebijakan tersebut. Disebut-sebut unjuk rasa puncak bakal pada 8 Oktober mendatang.

Setidaknya ada empat poin dalam sorotan. Pertama, kontrak seumur hidup melalui Pasal 61. Dalam beleid itu diatur bahwa perjanjian kerja berakhir pada saat pekerjaan selesai. Padahal sebelumnya tidak dimuat dalam UU Ketenagakerjaan. Pasal 61A juga ditambahkan, ketentuan pengusaha wajib memberikan kompensasi kepada pekerja yang memiliki hubungan kerjanya berakhir karena sudah jangka waktu perjanjian kerja dan selesainya pekerjaan.

“Aturan ini merugikan pekerja karena relasi kuasa yang timpang dalam pembuatan kesepakatan. Jangka waktu kontrak berada di tangan pengusaha. Ujungnya para pekerja hanya dikontrak seumur hidup,” tegasnya.

2. Pekerja disebut makin merugi jika UU Cipta Kerja diterapkan oleh perusahaan

Para mahasiswa dan pekerja berorasi menolak UU Omnibus Law Cipta Kerja di depan kantor gubernur Kaltim, Jalan Gajah Mada, Kelurahan Jawa, Kecamatan Samarinda Ulu (IDN Times/Yuda Almerio)

Kedua, UU Omnibus Law Cipta Kerja menghapus libur mingguan selama dua hari untuk lima hari kerja. Pada Pasal 79 ayat 2, poin b disebutkan istirahat mingguan hanya satu hari untuk enam hari kerja dalam satu minggu. Dan Pasal 79 ayat 5 juga menghapus cuti panjang dua bulan per enam tahun.

Nantinya, cuti panjang akan diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, ataupun perjanjian kerja bersama.

Ketiga, sistem upah. Pasal 88 B UU Cipta Kerja mengatur mengenai standar pengupahan berdasarkan waktu. Skema ini bakal jadi dasar perusahaan memberlakukan perhitungan upah per jam. Lalu terakhir ada risiko para pekerja rentan dengan pemutusan hubungan kerja sama. Dalam Pasal 56 ayat 3, diatur mengenai jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan berdasarkan kesepakatan para pihak. Dan UU Cipta Kerja juga menghapus ketentuan Pasal 59 UU Ketenagakerjaan mengenai aturan pembatasan jenis pekerjaan dan jangka waktu yang bisa diikat dalam kontrak kerja.

Dengan kata lain, ketentuan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu alias PKWT dapat berakhir saat pekerjaan selesai juga bikin pekerja rentan PHK karena perusahaan dapat menentukan sepihak pekerjaan berakhir.

“Dari poin-poin ini sudah terlihat, buruh/pekerja bakal alami kerugian yang teramat sangat,” tuturnya.

Baca Juga: Waduh! Tak Lagi Disemprot Disinfektan, Warga di Samarinda Ini Waswas 

Berita Terkini Lainnya