APSI Kritik Penentang Revisi BPOM tentang Label Pangan Olahan

Penggalangan opini sarat kepentingan

Balikpapan, IDN Times - Asosiasi Pengusaha Sampah Indonesia (APSI) mengkritik industri air minum kemasan (AMDK) karena menolak rencana revisi Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Nomor 31 Tahun 2018 tentang label pangan olahan. Pihak industri dinilai melakukan upaya penggalangan opini sarat konflik kepentingan. 

“Market leader AMDK ini penuh dengan problem sampah dan lingkungan. Dan fakta-fakta timbulan sampah plastik mereka, dialihkan kepada pesaing. Sikap dan opini greenwashing itu yang mereka gencarkan, terutama kini dalam merespons BPOM,” kata Ketua APSI Saut Marpaung dan Anggota Dewan Pengarah dan Pertimbangan Persampahan Nasional dalam keterangan tertulisnya, Minggu (18/9/2022). 

1. Opini palsu yang menyesatkan publik

APSI Kritik Penentang Revisi BPOM tentang Label Pangan OlahanTajuknews

Saut mengatakan, industri menyampaikan opini palsu tentang bagaimana produk market leader yang disebut lebih ramah lingkungan. Ia pun mengutip salah satu penyesatan opini publik, di mana industri AMDK ini menargetkan pesaing utama. 

Dengan menuding penggunaan galon sekali pakai berpotensi menambah persoalan sampah. 

"Tak bisa ditutupi adanya konflik kepentingan kalau bicara persoalan sampah plastik," tegasnya. 

Menurut Saut, metode penggiringan opini oleh industri ini akan merugikan seluruh pihak yang terlibat dalam rantai daur ulang sampah plastik. Dalam kasus ini, APSI berpartisipasi dalam menjaga lingkungan dengan cara daur ulang sampah plastik tentunya akan dirugikan. 

Ia menyatakan, persaingan di antara industri AMDK hingga menjadikan perusahaan mempublikasi opini yang menyesatkan masyarakat.  

Baca Juga: Perempuan Penjaga Keselamatan Program Pemeliharaan Kilang Balikpapan

2. Plastik kemasan kecil tak punya nilai bagi industri daur ulang

APSI Kritik Penentang Revisi BPOM tentang Label Pangan OlahanPerajin menyelesaikan kerajinan tempat lampu dari galon air bekas di Sangkar Semut, Depok, Jawa Barat, Selasa (23/8/2022). ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/rwa

Saut menyebutkan, plastik kemasan kecil tak punya nilai bagi industri daur ulang. Makanya kemasan kecil inilah yang menjadi persoalan sampah sesungguhnya, berpotensi tercecer, sulit dipungut dan menambah timbulan sampah.

Tak sesuai dengan Permen KLHK No 75 Tahun 2019 tentang peta pengurangan sampah dan usaha phasing out kemasan di bawah 1 liter.

Ia pun kecewa dengan kampanye negatif industri AMDK yang disebut melakukan strategi greenwashing. Dengan cara menutupi borok sendiri seolah tak bersalah kepada masyarakat, dan sebaliknya membelokkan opini publik dengan melimpahkan dosanya sendiri ke pihak lain.

Hal ini dibenarkan perwakilan Net Zero Waste Consortium Ahmad Safrudin mengatakan, kampanye greenwashing bila dilakukan terus menerus bisa dianggap sebagai kebenaran. Lobi industri bisa dengan nyaman melindungi bisnis AMDK mereka yang tidak aman dan menyebabkan timbulan sampah tak pernah selesai. 

"Bukan cuma berceceran di jalan-jalan tapi juga menggunung di tempat pembuangan akhir (TPA)," tukasnya. 

3. Reputasi negatif Indonesia sebagai penyumbang sampah plastik

APSI Kritik Penentang Revisi BPOM tentang Label Pangan OlahanIlustrasi sampah plastik (ANTARA FOTO/Irwansyah Putra)

Ahmad menyebutkan, reputasi negatif Indonesia di mata dunia sebagai salah satu polutan sampah plastik terbesar di dunia. Saat sampah kemasan saset, gelas, sedotan dan botol plastik dibuang di darat, di sungai dan menyampah di laut.

"Lobi industri seolah merasa tak berdosa di sini, padahal itu semua produk mereka yang dibiarkan tanpa bertanggung jawab," ujarnya.

Ia menyebutkan, pihak lobi industri bersikap seolah mereka jadi korban regulasi pemerintah, lalu menyalahkan pihak lain. 

"itu artinya penyesatan opini masyarakat dengan sengaja. Dan itu jahat sekali," tegasnya. 

Para pelaku lingkungan merespons pernyataan salah satu asosiasi yang mengaku kondisi industri AMDK galon polikarbonat yang terganggu regulasi BPOM.

Hal ini memang langsung dibantah pemerhati ekonomi sirkular dari Nusantara Circular Economy & Sustainability Initiatives (NCESI) Yusra Abdi mengatakan, kritik terhadap rencana regulasi  BPOM itu salah kaprah dan hanya mengakomodasi kepentingan industri. 

Menurutnya, lobi industri sudah melontarkan banyak alasan untuk menghambat  regulasi BPOM.  "Salah satunya adalah dengan menyebut aturan pelabelan risiko polikarbonat bakal menambah jumlah sampah plastik, karena publik bakal terdorong untuk meninggalkan galon isi ulang dan beralih ke galon sekali pakai yang bebas BPA," paparnya.

Baca Juga: KSOP Balikpapan Siapkan 10 Titik Distribusi Logistik Pembangunan IKN

Topik:

  • Sri Wibisono

Berita Terkini Lainnya